Menuju konten utama
Gempa Palu dan Donggala

Kesaksian Warga Saat Lumpur 2 Meter Hantam Puluhan Rumah di Petobo

Dari arah Kelurahan Petobo, Sri melihat pohon kelapa berputar-putar di atas gelombang lumpur. "Gelombangnya tinggi," kata Sri.

Kesaksian Warga Saat Lumpur 2 Meter Hantam Puluhan Rumah di Petobo
Warga melintas di area lokasi terkena gempa di Petobo, Palu Selatan, Sulawesi Tengah, Senin (1/10/2018). ANTARA FOTO/Akbar Tado/aww/18.

tirto.id - "Hei..jangan ke sana, di sana lumpur masih bergerak," teriak warga yang ada di pinggir jalan ketika wartawan Tirto mendatangi Desa Mpanau, Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Senin (1/10/2018).

Desa Mpanau, Kabupaten Sigi, merupakan satu desa yang berbatasan dengan Kota Palu. Desa ini adalah salah satu wilayah yang mengalami dampak cukup parah akibat gempa dan gelombang tsunami di Kota Palu pada Jumat sore lalu.

Sebanyak 30 rumah di desa ini diperkirakan hilang terseret lumpur yang arahnya datang dari wilayah Kelurahan Petobo, Kota Palu. Rumah-rumah di desa ini bahkan luluh lantak akibat diterjang lumpur setinggi dua meter. Seorang warga bahkan sempat mendeskripsikan lumpur yang menyapu rumah-rumah itu.

"Suara lumpur seperti gesekan air," kata Firdaus warga Desa Mpanau kepada Tirto.

Saat kejadian, kata Firdaus, semua orang berlarian keluar. Listrik langsung padam ketika gempa berkekuatan 7.7 skala richer itu mengguncang Kota Palu. Dari arah Kelurahan Petobo, kata Firdaus, ia melihat sesuatu berwarna hitam diikuti bunyi daun terseret. Tak lama kemudian, air menggenangi jalan hingga sebetis orang dewasa.

Dari kegelapan, Firdaus mendengar teriakan orang-orang meminta pertolongan. Tak lama, ia melihat gulungan lumpur bergerak menyeret atap rumah dari arah kelurahan Petobo, Kota Palu hingga ke Desa Mpanau, Kecamatan Balaroa, Kabupaten Sigi.

"Semua gelap, orang orang berteriak" kata Firdaus

"Tolong..tolong. Tapi saya tidak bisa menolong," lanjut dia.

Sri Murniati tetangga satu desa dengan Firdaus mengatakan, saat gempa mengguncang pada Jumat lalu, ia sedang berada di dalam rumah. Sri keluar menuju pekarangan untuk menghindar apabila bangunan rumahnya benar-benar rubuh.

Tapi ketakutan itu jauh lebih besar dari reruntuhan rumah. Dari arah Kelurahan Petobo, Sri melihat pohon kelapa berputar-putar di atas gelombang lumpur. "Gelombangnya tinggi," kata Sri.

"Puluhan pohon kelapa itu berjalan," ungkapnya.

Ia kemudian membangunkan sepeda motornya yang terbalik akibat gempa dan kemudian menyelamatkan diri menuju tempat yang lebih tinggi bersama seorang anaknya. Di sepanjang jalan ia melihat warga juga berlari dalam kepanikan.

Kelurahan Petobo hancur parah. Rumah-rumah di kelurahan ini digulung lumpur sejauh satu kilo meter. Lumpur bahkan menggulung rumah-rumah di Desa Mpanau, sebuah desa di kabupaten sigi, yang jaraknya hanya dipisah oleh sebuah sungai kecil.

Kini, jalan-jalan dan sungai tak lagi terlihat. Atap-atap rumah, areal persawahan terseret lumpur sejauh satu kilometer.

Ketika reporter Tirto berkunjung ke daerah ini pada Senin (1/10) siang, kondisi para korban meninggal masih belum dievakuasi. Tim Basarnas baru menjamah lokasi pada hari ini dan mengevakuasi para korban meninggal yang kondisinya mulai membusuk.

Kebanyakan para korban yang meninggal berada dalam kondisi terendam lumpur. Warga juga bergerak secara swadaya untuk menancapkan sebatang kayu guna menandai adanya korban meninggal tenggelam lumpur. Hal itu akan menjadi tanda bahwa masih ada mayat yang belum dievakuasi.

Baca juga artikel terkait GEMPA PALU DAN DONGGALA atau tulisan lainnya dari Arbi Sumandoyo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Arbi Sumandoyo
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Alexander Haryanto