Menuju konten utama

Kepentingan Cina di Balik Kucuran Bantuan Asing

Cina akan segera melampaui Amerika Serikat sebagai pemberi bantuan luar negeri terbesar.

Kepentingan Cina di Balik Kucuran Bantuan Asing
Anak-anak memegang bendera Cina untuk menyambut kunjungan presiden Cina di Monrovia. REUTERS/Christopher Herwi

tirto.id - Dua dekade terakhir, Cina menjadi sosok penting dalam pemberian bantuan untuk pembangunan di berbagai negara. Mulai dari Asia, Afrika hingga Amerika Latin. Hadirnya One Belt One Road (sering disebut Jalur Sutra Abad 21) membuat Cina semakin gencar mengalirkan yuan terutama di wilayah-wilayah yang masuk dalam kebijakan tersebut.

Merinci anggaran bantuan Beijing antara tahun 2000 hingga 2014 yang mencapai 354,4 miliar dolar AS, laporan penelitian AidData, memperkirakan Cina akan menyalip Amerika Serikat sebagai pendonor terbesar. Anggaran itu dikucurkan untuk pendanaan 4.300 proyek di 140 negara. Hanya selisih 40,2 miliar dolar dari AS yang menggelontorkan 394,6 miliar dolar di periode yang sama.

Presiden AS Donald Trump akan memotong pengeluaran bantuan luar negeri sebesar 32 persen. Keputusan ini menuai banyak kritik dari berbagai pihak termasuk dari Partai Republik dan Demokrat. Pihak Trump berdalih bahwa “bukan berapa banyak uang yang kita keluarkan, tetapi berapa banyak orang yang benar-benar kita bantu.”

Baca juga:Uang yang Mengakrabkan Cina dan Arab Saudi

Dana bantuan Cina yang mengalir ke luar negeri salah satunya disalurkan melalui Official Development Assistance (ODA) yang bertujuan membantu negara miskin dan berkembang dalam rangka peningkatan aktivitas perekonomian. Sementara yang dana yang disalurkan melalui Other Official Flows (OOF) lebih bersifat komersial, dalam bentuk hibah dan pinjaman.

Model Bantuan Luar Negeri Cina

Menurut laporan The Diplomat, bantuan luar negeri Cina memiliki empat karakter. Pertama, Cina lebih mementingkan kemitraan yang didasarkan pada “win-win solution.” Pendekatan ini dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan negara penerima agar saling menguntungkan.

Karakter kedua, bantuan Cina tidak disertai “ikatan yang melekat”. Dengan kata lain, tidak membuat negeri penerima bantuan terikat dengan negara pendonor. Cina lebih membebaskan negara penerima untuk menentukan nasibnya sendiri dan tidak mengusik kedaulatan nasionalnya.

Ini bertentangan dengan prinsip-prinsip bantuan asing dari negara-negara Barat yang mewajibkan negara penerima mengikuti prinsip pasar bebas, kapitalisme dan reformasi demokratis, tata pemerintahan yang baik dan jaminan atas hak asasi manusia. Cina tak peduli itu.

“Cina dikenal mendanai sejumlah pemerintah bereputasi buruk seperti Venezuela, Angola, Iran dan Paksitan,” kata Davis Dollar dari Brookings Institute.

“[Namun] ini diimbangi dengan sejumlah besar pinjaman ke negara-negara dengan pemerintahan yang relatif baik: Brazil, India, Indonesia dan negara-negara Afrika Timur. Pinjaman Cina tampaknya tak peduli dengan pemerintahan negara penerima,” lanjut Davis.

Baca juga:Tren Kenaikan Investasi Cina di Indonesia

Karakter bantuan Cina ketiga yaitu hampir semua urusan bantuan ke negara penerima dilakukan secara bilateral sehingga dapat mengontrol bagaimana uang yang ada dibelanjakan dengan baik. Dengan sistem bilateral ini, Cina juga dapat mempertahankan kepemilikan tender sehingga proyek-proyek pembangunan dapat diberikan kepada perusahaan Cina.

Cina juga menyediakan bantuan berupa hibah, pinjaman tanpa bunga hingga pinjaman lunak yang dilakukan secara terpisah. Semua ini dapat diperoleh melalui diplomasi ekonomi oleh pejabat resmi negara penerima. Metode inilah yang digunakan Cina untuk menggaet negara miskin dan berkembang.

Kendati demikian, Beijing dikritik karena dianggap “menelantarkan warga negaranya,” dan lebih memperhatikan negara lain.

Cina menggelontorkan miliaran dolar untuk proses pembangunan di negara lain padahal banyak warganya sendiri yang membutuhkan bantuan. Sebanyak 82 juta rakyat Cina hidup dalam kemiskinan (data 2014), sehingga pemerintah Cina diimbau untuk lebih memprioritaskan kesejahteraan rakyatnya terlebih dahulu.

Kepentingan Energi dan Perluasan Pasar Cina

Tak seperti Amerika Serikat, informasi dana bantuan Cina dikategorikan sebagai dokumen rahasia negara. Cukup sulit untuk mengetahui pergerakan pundi-pundi yuan di luar negeri. Namun berdasarkan laporan AidData, bantuan Cina pada umumnya didorong oleh dua kepentingan: tingkat kebutuhan negara penerima dan tujuan kebijakan luar negeri Cina.

John F. Copper dalam bukunya China's Foreign Aid and Investment Diplomacy (2016) mengungkapkan di balik dukungan Cina yang menyediakan bantuan untuk negara Dunia Ketiga, Beijing berharap memperoleh sumber daya alam seperti minyak bumi demi keberlangsungan ekonomi, dan seperti negara kapitalis lainnya, Cina juga berusaha memperluas pasar untuk produknya. Semakin luas pasar yang dimiliki maka akan semakin banyak produk Cina yang dapat dijual.

Misalnya dana bantuan pembangunan (ODA) dari Cina ke Kuba yang mencapai 6,7 miliar dollar sejak 2000-2014. Masuknya Cina ke Kuba disebabkan oleh keruntuhan Uni Soviet, negeri yang selama bertahun-tahun menyokong ekonomi Kuba. Sedangkan Havana tak mungkin meminta bantuan Amerika Serikat yang hanya berjarak 150 km lantaran permusuhan kedua negara setelah Revolusi Kuba 1959.

Baca juga:Diaspora Tionghoa dan Penanaman Modal Asing di Cina

Menurut John Copper, di balik bantuan Cina yang besar bagi Kuba tak lepas dari keinginan untuk mendapatkan sumber daya alam Kuba seperti nikel, gula dan minyak bumi. Sehingga selain bantuan hibah, Cina juga memberi bantuan yang bersifat komersial melalui penyediaan fasilitas untuk memproduksi nikel dan minyak bumi. Saat itu, kedua negara menandatangani kontrak perdagangan 37.500 ton nikel dari Kuba ke Cina. Di sisi lain, Cina juga mengekspor 4.000 bus bagi Kuba yang dapat digunakan untuk transportasi di kota atau desa.

Tak hanya negara Dunia Ketiga, Cina juga menyediakan bantuan bagi Rusia. Moskow adalah negara yang menerima dana bantuan terbesar dari Cina dengan jumlah mencapai 36,6 miliar dolar dari tahun 2000 hingga 2014. Sebagian besar sokongan Cina ke Rusia berupa bantuan komersial berupa 25 miliar dolar yang diberikan kepada Rosneft dan Transneft yang sama-sama bergerak di sektor energi pada 2009.

Selain itu ada juga bantuan komersial untuk sektor batubara senilai 6 miliar dollar pada 2010. Sisa aliran dana bantuan Cina mengalir ke beberapa bank Rusia, termasuk Bank Pembangunan Rusia, Sberbank, VTB Bank, dan Vnesheconombank. Energi menjadi tujuan utama hadirnya miliaran bantuan Cina di Rusia.

"Untuk Rusia, banyak [bantuan] yang merupakan pinjaman untuk mengekspor minyak ke Cina," jelas Brad Parks, kepala peneliti dari AidData.

"Faktanya bahwa pinjaman tersebut ditawarkan dengan hampir mendekati persyaratan komersial [OOF] dan konsisten diarahkan untuk meningkatkan ekspor minyak ke Cina."

Infografik Dana Cina

Negara-negara Afrika juga menjadi wilayah yang banyak memanfaatkan bantuan dari Cina. Baik itu ODA atau OOF. Misalnya Angola, yang memperoleh bantuan sebesar 16,6 miliar dolar dan berada di posisi ketiga sebagai penerima bantuan terbesar. Pada 2002 Angola diperhadapkan dengan tantangan untuk membangun kembali negeri setelah perang sipil yang berkepanjangan.

Baca juga:Ambisi Cina dengan Proyek Jalur Sutra Abad 21

Saat itu, Angola tak mendapat paket bantuan dari badan moneter internasional (IMF) sehingga negara tersebut beralih ke Cina untuk mendapatkan bantuan. Cina dengan senang hati membantu karena tergiur akan produksi minyak dari negara tersebut. Beijing langsung memberi pinjaman 2 miliar dolar pada 2004.

Karena berdasarkan prinsip sama-sama untung inilah dalam laporan AidData menunjukkan jika bantuan luar negeri Cina hanya 21 persen berupa hibah dan sisanya berupa pinjaman. Sangat bertolak belakang dengan Amerika Serikat yang lebih banyak memberi hibah yaitu 93 persen dan sisanya berupa pinjaman.

Meski demikian, relasi dan sistem peminjaman yang tak berbelit-belit sering membuat negara miskin atau berkembang memilih Cina ketimbang AS atau badan keuangan lainnya. Apalagi, Beijing menawarkan akan menaikkan 86 persen dana bantuan, jika negara-negara Afrika mau berkubu dengan Cina (di PBB, misalnya).

Pengadaan bantuan Cina memiliki tujuan akhir memperoleh dukungan dan relasi internasional, termasuk citra yang lebih di dunia internasional.

Baca juga artikel terkait CINA atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Yantina Debora
Penulis: Yantina Debora
Editor: Windu Jusuf