tirto.id - Baru-baru ini Bachtiar Nasir, ulama yang namanya melambung sebagai pemimpin Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) melontarkan pernyataan yang cukup bernada sentimentil.
Dalam sebuah wawancara dengan Reuters, ia memberikan pernyataan bahwa etnis Tionghoa yang populasinya kurang dari 5 persen di Indonesia, malah bisa mengendalikan banyak konglomerasi bisnis dan menguasai kekayaan—ini baginya sebuah problem.
“Sepertinya mereka tidak menjadi lebih murah hati, lebih adil,” katanya. Nasir juga mengatakan investasi asing, terutama investasi dari Tiongkok, belum membantu masyarakat Indonesia pada umumnya. Negara diharapkan tak “menjual” Indonesia kepada orang asing terutama Cina.
Dari masalah tadi, memunculkan pertanyaan berapa jumlah populasi orang Tionghoa di Indonesia sebenarnya? Bagaimana posisi investasi Cina di Indonesia, dominan kah?
Populasi Minoritas
Sensus Penduduk yang terakhir dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi pada 2010 Data BPS menunjukkan bahwa kategori suku bangsa Jawa merupakan penduduk terbesar di Indonesia, atau sekitar 40,22 persen dari 236.728.379 penduduk. Posisi keduanya ditempati oleh kelompok penduduk bersuku bangsa Sunda yang mencapai 15,5 persen dari keseluruhan penduduk Indonesia.
Selain kedua suku bangsa tersebut, secara berurutan, ada suku bangsa Batak, Suku asal Sulawesi lainnya, Madura, Betawi, Minangkabau, Bugis dan Melayu yang memiliki presentase populasi sebesar 2-3 persen dari keseluruhan jumlah penduduk.
Sementara, penduduk yang berasal dari kelompok warga Tionghoa diketahui hanya berjumlah 2.832.510 jiwa, atau sekitar 1,2 persen dari keseluruhan jumlah penduduk. Kelompok warga Tionghoa itu berada pada urutan ke-18 dari 31 rangking dari kategori suku bangsa yang di sensus BPS—dari yang terbanyak sampai terkecil.
Selain Tionghoa, masih banyak pula kelompok suku bangsa lainnya yang secara jumlah jauh lebih kecil daripada kelompok warga Tionghoa. Suku asal Papua misalnya, hanya memiliki persentase 1,14 persen dari keseluruhan penduduk di Indonesia. Ini belum memasukkan kategori kelompok lain seperti Cirebon, Gorontalo, Nias dan sebagainya.
Dengan demikian stigma minoritas semestinya tak melekat hanya untuk kelompok warga Tionghoa saja. Kelompok suku bangsa lain yang secara jumlah jauh lebih kecil juga termasuk dari bagian kelompok minoritas di Indonesia.
Ada beberapa provinsi yang memiliki populasi yang besar kelompok warga Tionghoanya dibandingkan wilayah lainnya. DKI Jakarta menjadi wilayah utama dimana penduduk dari kelompok Tionghoa banyak berdiam di Ibu Kota dengan jumlah sebesar 632.732 jiwa. Disusul dengan Kalimantan Selatan (358.451 jiwa), Sumatera Utara, 340.320 jiwa, Jawa Barat (254.920 jiwa), dan Jawa Timur (244.393 jiwa).
Investasi Cina di Indonesia
Bachtiar Nasir juga menyoroti tentang investasi Cina di Indonesia, yang dinilainya tidak memberikan banyak manfaat. Faktanya, investasi Cina ke Indonesia terus mengalami tren kenaikan. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) 2016 menunjukkan realisasi investasi penanaman modal asing (PMA) atau Foreign Direct Investment dari Tiongkok ke Indonesia tercatat ada sejumlah 1.734 proyek dengan nilai 2,665 miliar dolar AS. Tren ini meningkat, signifikan dibandingkan dengan nilai realisasi dua tahun sebelumnya. Nilai realisasinya hampir dua kali lipat dibanding 2014 dan tiga kali lipat dibanding 2015.
Namun, nilai realisasi PMA tentu bukan hanya dari Cina saja. Ada banyak negara lainnya yang turut membenamkan investasi di Indonesia. Jepang tercatat membenamkan modalnya hingga 5,400 miliar dolar AS, dengan 3.302 proyek PMA. Sementara, Singapura, masih yang teratas dalam hal realisasi investasi senilai 9,178 miliar dolar AS meliputi 5.874 proyek. Data menunjukkan selama 2011 hingga 2016, bahwa hanya Singapura dan Jepang yang selalu menjadi urutan teratas untuk realisasi investasi. Cina justru kontribusinya jauh di bawah kedua negara.
Kontribusi Cina bagi ekonomi Indonesia setidaknya bisa dilihat dari kucuran pinjaman atau utang ke Indonesia. Utang pemerintah Indonesia dari Cina pada 2016 diketahui mencapai 1,035 miliar dolar AS. Sementara itu, ada sekitar 13,815 miliar dolar AS utang swasta Indonesia yang dialirkan dari Cina. Jika melihat data dari 2010, nilai utang pemerintah dari Cina memang menunjukkan adanya peningkatan setiap tahunnya. ]
Sementara, itu untuk utang swasta Indonesia dari Cina, ada peningkatan yang cukup signifikan antara selama 2014-2016. Pada 2014, utang swasta Indonesia dari Tiongkok mencapai 6,883 miliar dolar AS pada 2014. Pada tahun lalu utang swasta Indonesia dari Tiongkok telah mencapai 13,816 miliar dolar AS atau berarti meningkat hampir dua kali lipat selama dua tahun terakhir.
Cina bukanlah pemberi utang bagi Indonesia satu-satunya. Cina bukanlah lima negara utama pemberi utang bagi pemerintah Indonesia. Cina hanya berada di urutan keenam. Pada 2016, Jepang memberikan utang sebesar 14,634 miliar dolar AS ke pemerintah Indonesia atau yang terbesar. Perancis memberikan utang sebesar 2,446 miliar dolar AS. Kemudian ada Jerman dengan pemberian utang 1,882 miliar dolar AS.
Sementara itu, dalam soal kontribusi negara-negara kreditur utang, Cina pun baru berada dalam peringkat keenam untuk utang pemerintah, dan posisi ketiga untuk utang sektor swasta Indonesia
Cina kini merupakan salah satu kekuatan ekonomi dunia. Jejaring keuangan maupun infrastrukturnya semakin menjangkau dunia. Indonesia termasuk negara yang menjadi salah satu tujuan investasi Cina. Indonesia sendiri kini sedang membutuhkan banyak investasi baik dalam negeri maupun asing, untuk meningkatkan pembangunannya. Presiden Joko Widodo juga telah melakukan serangkaian kunjungan untuk menggaet investasi asing. Termasuk yang dilakukan baru-baru ini, Presiden Joko Widodo yang menemui Presiden Cina, Xi Jinping.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Jokowi menegaskan keinginannya untuk memanfaatkan konferensi tinggi Belt and Road Forum untuk menciptakan momentum segar, terutama untuk kerja sama RRT-Indonesia dalam rangka One Belt One Road (OBOR).
“Saya meyakini jika inisiatif Belt and Road akan lebih memperkokoh hubungan ekonomi antar kedua negara, terutama karena Indonesia memiliki fokus pada pembangunan infrastruktur, konektivitas dan poros maritim,” kata Presiden.
Presiden Jokowi juga mengundang secara khusus pemerintah Presiden Xi untuk bekerja sama dengan pemerintah Indonesia di tiga mega proyek.
Ketiga mega proyek yang ditawarkan itu adalah proyek koridor ekonomi terintegrasi, konektivitas, industri, dan pariwisata di Sumatera Utara antara lain fasilitas Pelabuhan Kuala Tanjung dan akses jalan dari Kota Medan hingga Sibolga; kesempatan investasi di Sulawesi Utara yang akan meningkatkan infrastruktur di Bitung-Manado-Gorontalo melalui akses jalan, jalur kereta api dan pelabuhan serta bandara; dan investasi proyek energi dan pembangkit listrik di Provinsi Kalimantan Utara.
Penulis: Frendy Kurniawan
Editor: Suhendra