tirto.id - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai tingkat kepatuhan wajib pajak (WP) sektor komoditas di Indonesia selama ini masih rendah. Menurut dia, hal ini menjadi masalah yang mesti dibereskan oleh pemerintahan baru hasil Pilpres 2019.
“Kepatuhan pajak di sektor komoditas memang rendah. Tapi lebih ke formal ya. Banyak yang terdaftar tapi enggak lapor. Kalau istilah KPK enggak clean and clear,” ucap Yustinus saat dihubungi reporter Tirto pada Jumat (12/4).
Menurut data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kepatuhan wajib pajak dari sektor pertambangan minerba pada 2015 masih memprihatinkan. Sebab, hanya 2.577 wajib pajak yang melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan. Sedangkan 3.264 wajib pajak di sektor ini tidak melaporkan SPT. Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2016.
Yustinus mengingatkan berlarutnya masalah perpajakan di sektor komoditas dapat berpengaruh buruk pada capaian devisa Indonesia.
“Ini perlu kita antisipasi. Memang beberapa kali KPK melakukan kajian kan, cukup signifikan devisanya. Antara skema kepatuhan dan terutama royalty,” ucap Yustinus.
Selain itu, dia menambahkan, kandidat yang terpilih di Pilpres 2019 perlu berupaya menyelesaikan persoalan industrialisasi di Indonesia.
“Kita masih bergantung pada migas dan SDA [Sumber Daya Alam]," ujar dia.
"Tantangannya, masing-masing kandidat [harus] punya skenario untuk industrialisasi. Bagaimana membangun industri unggulan kita, misal di tekstil dan pengolahan,” tambah Yustinus.
Topik yang berhubungan dengan kebijakan ekonomi, termasuk keuangan dan industri, akan menjadi pembahasan dalam Debat Pilpres 2019 Ke-5 yang digelar pada Sabtu besok (13/4/2019).
Debat capres-cawapres terakhir ini akan membahas tema perdagangan, industri, kesejahteraan sosial, ekonomi, keuangan dan investasi.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Addi M Idhom