Menuju konten utama

Kendaraan Bermotor Dianggap Jadi Biang Kerok Polusi Jakarta

Parameter pencemar sulfat (SOx) terbesar dari kendaraan bermotor 72 persen, industri 27 persen, domestik 1 persen.

Kendaraan Bermotor Dianggap Jadi Biang Kerok Polusi Jakarta
Kendaraan bermotor melintasi persimpangan Harmoni, Jakarta Pusat, ANTARA FOTO/Fanny Octavianus/mes/14.

tirto.id - Kendaraan bermotor yang memenuhi jalanan DKI Jakarta dianggap sebagai penyebab atau biang kerok dari parahnya polusi udara di ibu kota. Penyedia data polusi kota-kota besar dunia, AirVisual menunjukkan Jakarta masuk dalam empat kota dengan pencemaran udara terburuk di dunia.

Direktur Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin, atau yang akrab disapa Puput juga mengatakan kendaraan bermotor memang menjadi biang kerok polusi di Jakarta berdasar data ia miliki.

Data yang KPBB miliki menyebut pencemar 2,5 mikron (PM 2,5) terbesar dari kendaraan bermotor 57 persen, industri 25 persen, road dust delapan persen, domestik tiga persen, pembakaran sampah dua persen, proses kontruksi lima persen.

Lalu, untuk parameter pencemar 10 mikron (PM 10) terbesar dari kendaraan bermotor 47 persen, industri 22 persen, road dust 11 persen, domestik 11 persen, pembakaran sampah lima persen, proses konstriksi empat persen.

Parameter pencemar sulfat (SOx) terbesar dari kendaraan bermotor 72 persen, industri 27 persen, domestik satu persen.

Parameter pencemar nitrogen (NOx) terbesar dari kendaraan bermotor 85 persen, industri 13 persen, domestik satu persen, pembakaran sampah satu persen. Terakhir, parameter pencemar karbonat (CO) terbesar berasal dari kendaraan bermotor 84 persen, domestik 12 persen, dan industri empat persen.

"Fakta di atas menunjukan sumber utama berbagai parameter pencemaran udara di DKI Jakarta, (PM 2.5, PM 10, SO2, NO2, dan CO) adalah kendaraan bermotor," ujar Puput dalam acara diskusi di Kantor KPBB, Sarinah, Jakarta Pusat, Rabu (24/7/2019) sore.

Berkaitan dengan hal tersebut, Puput menyebut pemerintah masih mengabaikan peraturan yang mengatur soal ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan. Peraturan yang dimaksud adalah Undang-undang Lalu lintas angkutan jalan rata Nomor 22 tahun 2009 pasal 210.

Ketua Koalisi Pejalan Kaki, Alfred Sitorus, meminta agar kepolisian lebih tegas dalam menegakkan peraturan tersebut. Ia meminta agar kendaraan yang tidak sesuai dengan standar emisi dan menimbulkan kebisingan harus ditilang.

"Tapi sayangnya pihak kepolisian ini lalai ya menjalankan tugasnya mengurangi polusi udara. Padahal bisa saja mereka merazia kendaraan yang bising," kata Alfred.

Baca juga artikel terkait POLUSI UDARA atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Nur Hidayah Perwitasari