tirto.id - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyatakan pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 043 rute Denpasar-Jakarta dan JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang laik mengudara. Pernyataan ini merevisi laporan awal (preliminary report) jatuhnya Lion Air JT-610 yang dirilis KNKT, Rabu (28/11/2018) siang.
Dalam laporan yang dirilis Rabu, KNKT menyebutkan sensor Angle of Attack (AoA) pesawat bermasalah sejak penerbangan sebelumnya dengan rute Denpasar-Jakarta, 28 Oktober 2018.
Sehari kemudian, Kamis (29/11/2018), muncul rilis yang ditandatangani Ketua Sub Komite Investigasi KNKT Nurcahyo Utomo. Isinya KNKT mengklarifikasi pernyataan ketidaklaikan pesawat Lion Air yang jatuh di perairan Tanjung Karawang itu menjadi laik mengudara.
"Pesawat Lion Air Boeing B 737-8 Max registrasi PK-LQP dalam kondisi laik terbang saat berangkat dari Denpasar Bali dengan nomor penerbangan JT 043, maupun pada saat berangkat dari Jakarta dengan nomor penerbangan JT 610," kata Nurcahyo seperti dikutip Antara.
Nurcahyo menjelaskan berdasarkan peraturan di Indonesia, pesawat dinyatakan laik terbang jika Aircraft Flight Maintenance Log (AFML) telah ditandatangani engineer (releaseman).
"Setelah pesawat mendarat, pilot melaporkan adanya gangguan pada pesawat, engineer telah melakukan perbaikan dan pengujian. Setelah hasil pengujian menunjukkan hasil baik, maka AFML ditandatangani releaseman dan pesawat dinyatakan laik terbang,” kata Nurcahyo.
Nurcahyo menuturkan salah satu kondisi yang menyebabkan kelaikudaraan (airworthiness) berakhir jika pesawat mengalami gangguan saat terbang. "Keputusan untuk melanjutkan terbang atau segera mendarat ada di tangan pilot in command atau kapten," kata dia.
Menanggapi itu, Instruktur Penerbangan Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI), Aminarno Budi Pradana mengatakan perubahan pernyataan KNKT kemungkinan karena ketidaktelitian dalam mengolah data.
"Mungkin kurang teliti dalam menganalisis data. Dalam prinsip keselamatan, harus dianalisis dengan benar dan dari semua sumber data seperti blackbox, cockpitvoicerecorder (CVR), logbook, investigasi oral terhadap petugas, lalu bisa diambil kesimpulan," kata Aminarno kepada reporter Tirto.
Jika data sudah terkumpul dan dianalisis dengan melibatkan pihak terkait, Aminarno menyebut, tidak akan ada pihak yang merasa dipojokkan atau disalahkan saat data itu diekspos. Sebab, kata dia, bila terdapat fakta yang tidak sama dengan pernyataan, maka dapat menjadi bumerang.
Aminarno menegaskan tidak ada data penerbangan yang bisa disembunyikan, semua bisa diungkap. Jika ada indikasi rekayasa, cepat atau lambat akan ketahuan.
"Adanya sumber data, maka data itu tidak bisa dihapus, tidak bisa direkayasa, tidak bisa diubah. Semua dapat jelas terbaca," katanya.
Dalam konteks ini, Aminarno kembali menyatakan kemungkinan KNKT terburu-buru mengekspos hasil laporan sementara, sehingga sehari kemudian mereka mengklarifikasinya.
"Mungkin data yang terkumpul belum lengkap atau ada data yang tercecer, kemudian mengambil kesimpulan," kata Aminarno.
Lion Air Protes
Salah satu isi laporan yang dirilis KNKT pada Rabu lalu, sebetulnya sudah sering beredar dalam sebulan terakhir. Namun untuk kali ini lebih kuat karena sudah diverifikasi, seperti terkait kerusakan pada sensor AoA.
Laporan ini menyebut AoA pesawat bermasalah sejak penerbangan rute Denpasar-Jakarta, 28 Oktober 2018 malam. Nurcahyo mengatakan seharusnya Lion Air tak meneruskan penerbangan sejak awal.
"[...] dengan kondisi adanya kerusakan sensor Angle of Attack seperti itu harusnya pesawat kembali ke bandara asal, bukan meneruskan penerbangan," kata Nurcahyo seperti dikutip Antara, 28 November 2018.
Berdasarkan Flight Data Recorder (FDR), sebelum hingga selama penerbangan dari Denpasar ke Jakarta itu terjadi stick shaker atau kontrol di kokpit yang bergetar. Pada ketinggian 400 kaki, kecepatan pesawat jadi berubah-ubah. Hidung pesawat pun turun secara otomatis sebelum diatur kembali oleh pilot.
Temuan KNKT selanjutnya terkait jumlah pramugari. "Berdasarkan weight and balance data, pesawat ini diawaki dua pilot, lima pramugari, dan 181 penumpang (178 dewasa, satu anak dan dua bayi)," kata Nurcahyo.
Sedangkan menurut data voyage report atau data kru yang disampaikan Lion Air, jumlah pramugari ada enam orang.
Karena itu, KNKT mengeluarkan dua safety recommendations untuk Lion Air. Pertama, agar Lion Air menekankan kembali implementasi operasi manual yang mereka miliki guna memperbaiki budaya keselamatan dan pilot dapat bertindak melanjutkan atau tidak melanjutkan penerbangan.
Kedua, ihwal dokumen penerbangan. Isi dokumen harus sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya, seperti jumlah pramugari.
Namun demikian, Presiden Direktur Lion Air Edward Sirait mengklarifikasi pernyataan soal ketidaklaikan terbang. "Pernyataan tidak laik terbang, itu tidak benar. Pesawat ini laik terbang," kata dia, di kantornya, Rabu (28/11/2018).
Jika paparan KNKT terbukti salah, kata Edward, Lion Air akan menempuh jalur hukum. "Tapi kami akan meminta klarifikasi tertulis lebih dahulu," kata dia.
Edward juga menanggapi ihwal jumlah pramugari dalam penerbangan yang disebut KNKT tidak sesuai. Edward mengatakan jumlah kru kabin aktif ialah lima orang, satu orang lainnya instruktur.
"Instruktur itu disamakan dengan kru aktif. Kami akan investigasi ini," kata Edward.
Namun sebelum Lion Air membawa masalah ini ke ranah hukum, KNKT mengklarifikasi pesawat Lion Air PK-LQP laik terbang, baik untuk nomor penerbangan JT 043 rute Denpasar-Jakarta maupun JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz