Menuju konten utama

Kenapa Chairul Tanjung Masih Pakai Nama Carrefour di Transmart?

Genap lima tahun Chairul Tanjung mencaplok 100 persen saham Carrefour Indonesia, tapi nama ritel asal Perancis ini masih bertengger di gerai-gerai miliknya. Kenapa?

Kenapa Chairul Tanjung Masih Pakai Nama Carrefour di Transmart?
Transmart Carrefour. FOTO/carrefour.co.id

tirto.id - “Carrefour ini bukan kami yang mencari, tapi mereka yang datang kepada saya.”

Semua itu berawal saat tujuh tahun silam, Carrefour memakai jasa konsultan untuk mencari mitra bisnis potensial di Indonesia. Dua puluh nama perusahaan papan atas Indonesia termasuk CT Corp milik pengusaha Chairul Tanjung yang saat itu masih bernama Para Group turut masuk dalam daftar.

Setelah diperas jadi 10, nama Para Group masih bertengger. Sepuluh nama itu kemudian disaring lagi menjadi lima, dan disaring lagi jadi dua. Para Group keluar sebagai pemenangnya. Pihak Carrefour menurut Chairul Tanjung, mendatanginya dan menawarkan penjualan saham.

“Kalau ditawari 100 persen kepemilikan saham, saat itu (saya) sudah siap,” kata pria yang sering disapa CT ini dalam buku karya Tjahja Gunawan Diredja, Chairul Tanjung Si Anak Singkong (2012:316).

Kesepakatan akhirnya dicapai, tapi tidak untuk 100 persen. CT masih harus memendam hasrat besarnya. MoU pembelian Carrefour Indonesia diteken 12 Maret 2010 di Perancis. Menurut CT, proses negosiasi dan transaksi terbilang singkat, tak lebih dari tiga bulan.

Pada 16 April 2010, dalam sebuah acara megah di gedung Menara Bank Mega, bertajuk "Landmark Strategic Acquisition" CT mengumumkan menguasai 40 persen kepemilikan saham di PT Carrefour Indonesia senilai $300 juta yang selanjutnya menjadi PT Trans RetailIndonesia. CT mendapat gelontoran utang dari konsorsium bank-bank asing, antar lain Credit Suisse dan Citi Bank.

Sebenarnya berpikir untuk mengambil Carrefour itu tidak ada. Sebelumnya saya tidak pernah merencanakan secara khusus untuk membeli perusahaan ritel besar ini,”

Usai akuisisi itu, rumor tak sedap muncul, yang kemudian dibantah oleh CT sendiri. CT dianggap hanya menjadi tameng dari Carrefour yang saat itu sedang terbelit kasus dugaan menjalankan usaha tak sehat di bisnis ritel. ”Kalau menjadi tameng, mungkin saya hanya diberi 10 persen saham saja.”

Berselang hanya dua tahun lebih enam bulan, CT akhirnya menunaikan mimpinya mencaplok seluruh saham Carrefour Indonesia. Pada 19 November 2012 Trans Retail menggenapkan akuisisi 100 persen saham Carrefour Indonesia dengan membeli sisa 60 persen saham senilai $750 juta.

Saat itu disebut-sebut sebagai akuisisi terbesar bidang ritel di Indonesia. Harga yang pantas untuk sebuah perusahaan dengan omzet Rp13,75 triliun di 2011.

Kini, lima tahun sudah berlalu, saham Carrefour di Indonesia memang sudah berpindah 100 persen ke tangan ke orang terkaya ke-7 di Indonesia dalam daftar Forbes 2017 ini.

Glorofikasi di awal akuisisi “Carrefour kini dimiliki orang Indonesia” mencuat, tapi tidak untuk nama besar Carrefour itu sendiri. Nama Carrefour tetap berkibar di sudut-sudut kota-kota hingga kini.

Orang bertanya-tanya dan barangkali bingung soal ragam nama ritel milik CT ini. Ada yang benar-benar bulat masih pakai nama “Carrefour” tanpa mengubah nama sedikitpun, jumlahnya ada 69 gerai. Di luar itu ada nama Transmart Carrefour sebanyak 26 gerai. Ada juga Groserindo Carrefour hanya 2 gerai yang berkonsep toko grosir. Semenjak muncul medio 2014, Groserindo Carrefour tak mengalami perkembangan signifikan.

Terakhir adaTransmart mencakup 8 gerai yang tak menjumput nama Carrefour sama sekali.Ada apa di balik strategi ini?

Saat akuisisi 100 persen saham Carrefour 2012 lalu, ada kesepakatan bahwa Trans Ritel masih bisa memakai nama Carrefour selama lima tahun. Artinya, di ujung 2017, nama Carrefour harusnya sudah tak ada lagi.

Pada 29 September tahun lalu di Gedung Aldevco, Jakarta, Tirto mengkonfirmasi ihwal ini ke CT, apakah lisensi nama Carrefour akan berakhir tahun ini, CT langsung membantahnya.

"Nggak. Itu tanya ke CEO Transmart, jangan ke saya,” kilah CT.

Tirto juga sempat mengrimkan dua kali surel kepada media relations representative of carrefour group head office yang bermarkas di Perancis, tapi tak mendapat respons.

Infografik di balik carrefour ada transmart

Belum Bisa Lepas dari Nama Besar Carrefour

CT memang identik sebagai pengusaha yang ekspansif dengan tiga pilar utama bisnis Mega Corp, Trans Corp, dan CT Global Resources. Saat pengusaha lain mulai sibuk tutup buku di ujung tahun dan ritel yang sedang lesu, CT malah sibuk meresmikan beberapa gerai Transmart Carrefour dan Transmart. Pada 8 Desember misalnya, dua gerai serempak diresmikan yaitu Transmart Carrefour Pasaraya Blok M, Jakarta dan Transmart Telogorejo Semarang, Jawa Tengah.

Dua nama yang berbeda yang diresmikan secara bersamaan kembali memunculkan pertanyaan, apakah label Carrefour masih akan tetap menempel pada gerai-gerai milik CT beberapa tahun mendatang?

Selain gerai Transmart Carrefour Pasaraya, gerai serupa juga berdiri di Palembang, Manado, Lampung, Cirebon, Bintaro Tangsel. Selebihnya hanya gerai Telogorejo, Sukoharjo, dan Sidoarjo yang sudah “murni” pakai Transmart tanpa embel-embel Carrefour.

Corporate Communications General Manager PT Trans Retail Indonesia Satria Hamid, punya alasan ihwal ini. Ia beralibi ini bagian dari transformasi dari Carrefour menjadi Transmart semenjak akuisisi 100 persen lima tahun lalu, dan bagian perjanjian kedua pihak. Semenjak itu, gerai-gerai baru perseroan sudah memakai Transmart, yang mendapat sentuhan inovasi konsep 4 in 1: berbelanja, bersantap, bermain, dan menonton.

“Soal masih ada nama Carrefour, kita membayar franchise kepada mereka,” kata Satria kepada Tirto di gerai Transmart Carrefour Pasaraya Blok M.

Kerja sama franchise penggunaan nama Carrefour berlaku sejak awal 2013 dan berakhir pada 2018. Trans Retail masih punya hak untuk memperpanjang lagi sejak 2018 hingga lima tahun ke depan hingga 2022. “Kita akan pakai hak perpanjang itu (selama 5 tahun lagi). Setelah itu mungkin kita akan duduk bareng lagi.”

Selama masih masa lisensi, Trans Retail melakukan transformasi dengan beberapa pendekatan, antara lain mengubah nama Carrefour menjadi Transmart. Saat kali pertama diakuisisi CT, gerai Carrefour pada 2010 berjumlah 79 toko, kini yang memakai murni nama Carrefour hanya 69 toko saja.

Strategi mengubah nama secara frontal semacam ini memang masih terbatas seperti di Cirebon, Medan, dan Solo. Trans Retail lebih memakai strategi memakai nama Transmart Carrefour atau Transmart saat membuka toko baru di sebuah kota.

“Untuk Transmart yang murni, kita melihat di masyarakat tersebut memang segmentasinya sudah menginginkan kehadiran Transmart ada di situ,” kilah Satria.

Namun, Satria menepis anggapan bahwa penggunaan nama Carrefour pada Transmart sebagai bentuk ketidakpercayaan diri Trans Retail. Di Jakarta misalnya, toko-toko Carrefour masih belum mendapat sentuhan perubahan nama.

“Bukan tak confidence, karena nama toko sebelumnya Carrefour. Kenapa ada toko Carrefour? kan nama tokonya Carrefour seperti di Duta Merlin, Cempaka Mas, itu toko Carrefour, nanti semua berangsur-angsur menjadi Transmart,” katanya.

Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali melihat strategi CT melalui Trans Retail, bagian dari strategi co-branding dalam dunia bisnis. Strategi agar merek yang sudah kuat bisa mengungkit nama merek baru yang akan dipakai. Positifnya, pemilik merek yang kuat terutama merek global akan menjaga nama baik mereknya agar tak dirugikan dengan mitranya.

Ia menilai CT Corp yang merupakan korporasi besar dengan multi bisnis yang sebelumnya tak berpengalaman di bisnis retail, memang tak bisa begitu saja lepas dari Carrefour. Co-branding tak hanya soal menempel merek sebagai konsekuensi dari lahirnya merek baru yang belum kuat, tapi jauh lebih dari itu.

Jadi bukan hanya soal brand, ada supply chain management, ini lebih rumit lagi, soal penataan gudang, agar lebih efisien. Jangan sampai barang laku tapi tak ada uangnya,” kata Rhenald kepada Tirto.

Rhenald tak keliru, hingga saat ini jajaran teras atas Trans Retail masih memperdayakan pekerja asing eks Carrefour sebelumnya. Ini menegaskan seperti yang pernah diucapkan CT saat akuisisi tahap pertama 2010 silam, akuisisi itu adalah proses belajar CT yang sebelumnya tak punya pengalaman di bisnis retail. Proses belajar ini harus ditebus dengan sulitnya melepas nama besar Carrefour. Sampai kapan?

Baca juga artikel terkait RETAIL atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Marketing
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti