tirto.id - Wacana pemerintah untuk menaikkan tarif ojek online diprediksi bisa mengerek inflasi nasional sebesar 1 persen. Hal itu disampaikan oleh Ekonom Universitas Indonesia Fhitra Faisal usai paparan hasil survei persepsi konsumen terhadap ojek online di Indonesia, di Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (11/2/2019).
"Kalau kita bicara tentang transportasi ya dampaknya ke industri lain baik yang langsung maupun tidak langsung. Sehingga, prediksi saya, kenaikan 100 persen ini akan terkonversi dengan rata-rata inflasi. Kenaikannya bisa sampai 1 persen dari kondisi sekarang," ujarnya.
Artinya kata Faisal, jika pemerintah menargetkan inflasi sebesar 3,5 persen, maka angka tersebut dapat meleset ke angka 4,5 persen.
"Memang, ada masa transisinya dan baru bisa terasa beberapa bulan. Kalau bedasarkan kajian yang pernah saya lakukan itu paling tidak 3-4 bulan second round effect-nya," tuturnya.
Hasil riset yang dilakukan oleh lembaga Reasearch Institute for Socio-Economic Development (RISED) menunjukkan, permintaan konsumen akan turun drastis jika kenaikan tarif dilakukan pemerintah.
Ketua Tim Peneliti RISED Rumayya Batubara dalam paparan menyampaikan, hal tersebut lantaran konsumen ojek onlie sangat sensitif terhadap segala kemungkinan peningkatan tarif.
"Kenaikan tarif ojek online berpotensi menurunkan permintaan konsumen hingga 71,12 persen," kata Rumayya.
Hasil survei juga menyebutkan bahwa 45,83 persen responden menyatakan tarif ojek online yang ada saat ini sudah sesuai. Bahkan 28 persen responden lainnya mengaku bahwa tarif ojek online saat ini sudah mahal dan sangat mahal.
Jika kenaikan terjadi, sebanyak 48,13 persen responden mengaku hanya mau mengeluarkan biaya tambahan kurang dari Rp5.000/hari. Ada pula 23 persen responden yang tidak ingin mengeluarkan biaya tambahan sama sekali.
Dengan jarak tempuh rata-rata konsumen sejauh 8,8 km/hari, kenaikan tarif dari Rp2.200/km ke Rp3.100/km (atau sebesar Rp 900/km), kata Rumaya maka ongkos konsumen bertambah sebesar Rp7.920/hari.
"Bertambahnya pengeluaran sebesar itu akan ditolak oleh kelompok konsumen yang tidak mau mengeluarkan biaya tambahan sama sekali, dan yang hanya ingin mengeluarkan biaya tambahan kurang dari Rp5.000/hari. Total persentasenya mencapai 71,12 persen," turur Rumayya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Irwan Syambudi