tirto.id - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mewanti-wanti dampak kenaikan cukai rokok terhadap sejumlah komponen inflasi.
Memang, kata dia, dampak kenaikan cukai sebanyak 23 persen sekaligus harga jual eceran (HJE) sebanyak 35 persen itu belum bisa diprediksi. Namun, dampaknya bisa mendorong inflasi menjadi lebih tinggi.
“Ada (pengaruh ke inflasi). Tapi mudah-mudahan enggak besar,” ucap Suhariyanto di kantornya Senin (16/9/2019).
Menurut data BPS rokok jenis kretek dan lainnya memiliki andil yang tidak sedikit dalam inflasi. Data per Maret 2019 menunjukan kelompok pengeluaran makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau memliki andil terbesar pada bulan itu dengan angka 0,04 persen.
Angka ini mengalahkan pengeluaran bagi perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar dengan andil 0,03 persen. Penyebab rokok dan bahan makanan memiliki andil terbesar adalah kenaikan harga yang sempat terjadi dengan kisaran 0,21 persen.
Kontribusi rokok sendiri pun bisa mencapai 0,01 persen. Rokok dalam perhitungan inflasi masuk golongan administered yang berarti harganya ditentukan oleh pihak tertentu seperti pemerintah ketimbang melalui mekanisme pasar.
Keputusan menaikkan cukai tembakau sebanyak 23 persen ini diumumkan usai rapat terbatas di istana negara Jumat (13/9/2019). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan kenaikan cukai ini sudah memperhitungkan nasib produsen dan pekerja di sektor tembakau. Ia pun akan segera menuangkan ketentuan ini dalam Permenkeu atau PMK.
"Kenaikan average atau rata-rata secara total 23 persen untuk tarif cukai dan 35 persen dari harga jual, akan kami tuangkan dalam peraturan menteri keuangan yang akan kita berlakukan sesuai dengan keputusan Bapak Presiden 1 Januari 2020," ucap Sri Mulyani.
Ketua Bidang Media Center Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Hananto Wibisono juga memperingatkan bahwa kenaikan ini akan mengganggu daya beli masyarakat. Ia memprediksi situasi ini akan berujung pada inflasi yang nantinya bisa mengganggu asumsi pertumbuhan ekonomi.
“Kenaikan cukai hasil tembakau yang terlalu jauh dari angka inflasi dan asumsi pertumbuhan ekonomi, tentunya akan berakibat pada industri hasil tembaku sebagai industri yang menyerap tenaga kerja, pendapatan negara, penyerapan bahan baku dan maraknya rokok ilegal,” ucap Hananto dalam keterangan tertulis Minggu (15/9/2019).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana