tirto.id - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) keberatan dengan wacana kenaikan harga gas yang diproduksi Perusahaan Gas Negara (PGN).
Kenaikan itu dikhawatirkan dapat memicu pembengkakan ongkos produksi industri karena komponen energi memiliki porsi 20-30 persen dari struktur biaya suatu perusahaan.
“Kita menginginkan tidak ada kenaikan. Itu kan, faktor yang sangat sensitif, rata-rata kalau enggak ke gas, ke bahan bakar itu sekitar 20-30 persen dari struktur biayanya," ucap Sekretaris Jenderal Kemenperin, Achmad Sigit Dwiwahjono kepada wartawan saat ditemui di Hotel Mercure Padang Selasa (8/10/2019).
Rencana kenaikan harga gas ini awalnya diutarakan oleh Dirut PGN Gigih Prakoso Senin, 26 Agustus lalu. PT PGN melakukan survei penyesuaian harga lantaran sudah 7 tahun tak mengalami perubahan.
Rencana kenaikan itu rencananya dapat dimulai per 1 Oktober 2019, tetapi ditunda sampai waktu yang belum ditentukan.
Sigit mengatakan, kenaikan harga juga akan membebani industri terutama yang bergantung pada komoditas itu sebagai bahan baku. Industri Petrokimia, misalnya, 70 persen bahan bakunya adalah gas.
Ia justru berharap harga gas PGN bisa turun agar bisa menjadi stimulus buat industri. Kalau pun ada penyesuaian, besarannya perlu diperhitungkan dengan baik karena memiliki dampak cukup besar pada pertumbuhan industri yang memanfaatkan gas.
“Satu dolar pengurangan harga gas, pemerintah diuntungkan 20 miliar dolar AS dari multiplier effect dari sektor pertumbuhan industri yang memanfaatkan gas,” terang Sigit.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana