tirto.id - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB) Syafruddin merespons tingginya pelanggaran netralitas yang dilakukan Aparatur Sipil Negara (ASN) di media sosial dengan cara mengkaji ulang regulasi yang ada.
"Perlu kami pertajam lagi aturan-aturannya, karena ini zaman digital, tentu sudah berubah," ujarnya kepada Tirto di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis (18/4/2019).
Menurutnya, aturan yang ada saat ini masih bersifat konvensional. Pada Mei 2018 silam, KemenPANRB mengeluarkan surat edaran yang menekankan bahwa ASN agar lebih bijaksana dalam menggunakan media sosial, hal tersebut terkait maraknya hoaks yang terjadi pada saat itu, namun tidak terkait netralitas politik.
"Perbaikan regulari atau [surat] edaran untuk supaya ASN kita tidak terjerumus dalam euforia sosmed. Ini harus disikapi," tuturnya.
Namun, ia enggan membicarakan perihal detail perubahaan ataupun pengkajian ulang terhadap regulasi yang telah ada sebelumnya itu. Ia juga menolak bahwa pengkajian tersebut untuk mendorong para ASN mendaftarkan akun media sosialnya.
"Saya tidak mau bicara soal teknisnya dulu. Jangan bicara hal yang teknis," ucapnya.
Merujuk dari data yang dikeluarkan oleh Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro), ditemukan 67 kasus pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam masa kampanye Pemilu 2019.
Sebanyak 51 kasus di antaranya terjadi di media sosial (medsos). Pelanggaran netralitas ASN di Medsos itu bisa berupa unggahan gambar atau foto hingga memberi respons dan komentar terkait dengan kampanye peserta pemilu.
Syafruddin sendiri memang mengakui bahwa ke depannya tantangan revolusi digital ini lebih mengkhawatirkan ketimbang revolusi industri yang sebelumnya terjadi.
"Menurut peneliti dari Jerman dikatakan lebih dahsyat dari revolusi industri pertama. Harus hati-hati sebagai anak bangsa," pungkasnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno