tirto.id - Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) menemukan 67 kasus pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam masa kampanye Pemilu 2019. Sebanyak 51 kasus di antaranya terjadi di media sosial (medsos).
Pelanggaran netralitas ASN di Medsos itu bisa berupa unggahan gambar atau foto hingga memberi respons dan komentar terkait dengan kampanye peserta pemilu.
Koordinator Program Pattiro DKI Jakarta, Nurjanah menilai kasus pelanggaran netralitas ASN di medsos tidak terjadi karena ketidaktahuan pada peraturan maupun ketentuan kode etik.
"[...] Ini mengacu dari regulasi, surat edaran yang dikeluarkan Kemenpan-RB tahun 2014, yang juga menjadi rujukan kami perihal aktivitas ASN di media sosial seperti mengungah, like, komentar," kata dia di kantor Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Jakarta, Selasa (16/4/2019).
"Tentunya para ASN tersebut paham [regulasi]," tambah dia.
Menurut dia, kasus pelanggaran netralitas ASN di medsos tinggi karena belum ada panduan untuk para aparatur sipil negara dalam menggunakan media sosial. Panduan itu semestinya ada dalam kode etik atau kode perilaku ASN.
"Kami kira, KASN atau Badan Kepegawaian Negara perlu menerbitkan panduan mengenai
penggunaan media sosial terkait kode etik ASN atau memasukkan klausul terkait media sosial ini dalam kode perilaku ASN," ujar Nurjanah.
Pattiro menemukan 67 kasus pelanggaran netralitas ASN saat melakukan pemantauan sejak Maret hingga 14 April 2019. Pemantauan itu dilakukan di Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya.
Bentuk-bentuk pelanggaran netralitas ASN itu adalah menghadiri deklarasi dukungan ke peserta pemilu (6 kasus), terlibat kampanye atau menggelar kegiatan yang menunjukkan keberpihakan (4 kasus) dan memobilisasi orang lain agar mendukung kandidat tertentu (2 kasus).
Selain itu, memberikan fasilitas kampanye ke peserta pemilu (1 kasus), memasang alat peraga kampanye (1 kasus), menjadi pembicara/narasumber/peserta di kegiatan kandidat (2 kasus).
Terakhir, mengunggah foto atau beraktivitas di media sosial yang menunjukkan dukungan ke peserta pemilu (51 kasus).
Sementara itu Asisten Komisioner Bidang Promosi dan Advokasi KASN, Nurhasni membenarkan kasus pelanggaran netralitas ASN seringkali bukan karena ketidaktahuan terhadap aturan.
"Kami punya hasil penyelidikan, kenapa ASN itu tidak netral. Pada umumnya atau 43 persen karena untuk mempertahankan jabatan, 12,1 persen yang tidak paham regulasi, 15 persen hubungan primordial," ujar dia.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Addi M Idhom