tirto.id - Kementerian Keuangan menargetkan omnibus law sektor keuangan Indonesia mulai dibahas bersama DPR RI pada 2021. Kemenkeu bakal merampungkan rancangan beleid ini pada 2020.
“Secara jadwal, 2021 harusnya sudah kami bahas dengan DPR. Targetnya 2020 kami siapkan naskah akademiknya dan rancangannya. Kami akan bahas dengan DPR DI 2021,” ucap Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam doorstop virtual, Kamis (1/10/2020).
Maksud dari omnibus law yang disebut Febrio adalah mekanisme mengubah beberapa UU melalui pembentukan satu UU baru. Mekanisme ini dipandang lebih efisien karena dapat mengesahkan ketentuan baru tanpa harus membahas tiap revisi UU secara satu per satu.
Febrio menjelaskan omnibus law ini diperlukan karena sektor keuangan Indonesia tergolong dangkal. Ia bilang porsinya terhadap PDB merupakan salah satu yang terkecil di Asia.
Ia mencontohkan total aset perbankan RI hanya berada di kisaran 60 persen dari PDB. Namun Malaysia memiliki lebih dari 100 persen dari PDB.
Industri Keuangan Non Bank (IKNB) juga sama. Febrio bilang aset dana pensiun RI hanya mencapai 5 persen PDB. Namun Malaysia mampu mencapai 60 persen PDB.
Asuransi juga sama. Penetrasi asuransi di RI baru setara 2,2 persen dari PDB. Malaysia sudah mampu lebih dari 4,5 persen PDB.
Febrio mengatakan dangkalnya sektor keuangan RI ini sempat berdampak pada tingginya kepemilikan asing pada surat berharga pemerintah. Ia bilang kepemilikan asing sempat menyentuh 40 persen padahal idealnya mayoritas surat berharga negara dimiliki investor domestik.
“Dulu 40 persen dipegang asing domestik enggak beli. Nabungnya enggak cukup. Yang harus beli sektor keuangan asuransi dana pensiun yang masih sangat kecil,” ucap Febrio.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan