Menuju konten utama

Kemenkes Jamin Identitas Pelapor Perundungan PPDS Dirahasiakan

Kemenkes jamin identitas pengadu atau pengungkap kasus perundungan di lingkup program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dirahasiakan.

Kemenkes Jamin Identitas Pelapor Perundungan PPDS Dirahasiakan
Ilustrasi Bentrok. foto/Istockphoto

tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menegaskan akan menjamin identitas pengadu atau pengungkap kasus perundungan atau bullying di lingkup program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).

Sarana pelaporan kasus perundungan bisa diakses melalui website https://perundungan.kemkes.go.id/ dan melalui nomor telepon 081299799777. Kedua sarana pelaporan tersebut sudah bisa diakses mulai hari ini.

“Iya identitas terjamin kalau mengirimkan identitas. Kalau anonim juga bisa mengirimkan pengaduan,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, dihubungi reporter Tirto, Jumat (21/7/2023).

Seperti diketahui, Kemenkes melalui Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin baru saja mengeluarkan Instruksi Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.01/MENKES/1512/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Perundungan Terhadap Peserta Didik Pada Rumah Sakit Pendidikan di Lingkungan Kemenkes.

Adapun Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenkes Murti Utami menuturkan, pengadu atau korban yang melapor akan dijamin kasusnya akan ditindaklanjuti.

“Kami jamin kerahasiaan namanya, kemudian kami ingin pastikan bahwa pengadu akan mendapat hak atau penyelesaian jadi tidak akan diganggu di kemudian hari,” kata Murti di Kantor Kemenkes, Kamis (20/7/2023).

Murti menambahkan, pengaduan akan ditelusuri oleh pihaknya melalui proses verifikasi. Jika terbukti adanya pelanggaran seperti yang diadukan, akan ada sanksi menanti pelaku perundungan.

“Nanti sanksi ini kami akan memberikan rekomendasi kepada Pak Dirjen Yankes, nanti penetapan dan pelaksanaan sanksi akan dilaksanakan oleh Pak Dirjen Yankes dengan jajaran,” sambung Murti.

Di sisi lain, Menkes Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa korban akan mendapatkan pendampingan psikologis dan hukum.

“Jadi kalau misalnya dia lapor diganggu-ganggu, nggak dikasih praktek nggak dikasih pasien, yang mengganggu dia juga dihukum. Benar-benar dilindungi yang bersangkutan sampai dia lulus ga boleh diganggu secara ofensif,” kata Budi dalam kesempatan yang sama.

Ia menyatakan, pelacakan akan lebih cepat bila sudah menyertakan nama dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) pelapor.

”Kalau dia kasih NIK, kita lacaknya lebih cepat. Tapi kalau toh dia ketakutan, masih tidak berani, enggak apa-apa. Kita kasih fungsi anonim. Cuma kalau anonim ya kita lebih lama prosesnya karena mesti cari,” terang Budi.

Ada tiga tingkatan yang bisa dilakukan Kemenkes, yaitu sanksi ringan, sedang, dan berat. Sanksi ringan berupa teguran tertulis kepada pelaku perundungan, baik kepada pengajar, senior, atau direktur rumah sakit.

Sementara sanksi sedang berupa skors selama 3 bulan.

Adapun sanksi berat tergantung dari siapa perundungnya. Jika pelaku adalah tenaga pendidik atau pegawai, maka Kemenkes akan menurunkan pangkatnya satu tingkat selama 12 bulan. Bisa juga berupa pemberhentian dari posisi yang dikerjakan.

“Kita bebaskan dari jabatan dan statusnya sebagai pengajar. Tapi kalau bukan sebagai pegawai Kemenkes, ya sudah kita minta enggak usah ngajar di RS kami, ngajar di RS lain saja. Karena kita ingin menciptakan lingkungan yang bebas bullying,” tutur Budi.

Baca juga artikel terkait ANAK JADI KORBAN BULLYING atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Reja Hidayat