tirto.id - Pencairan santunan bagi keluarga korban kecelakaan Lion Air JT-610 masih ditunda. Menurut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, kendalanya berkisar pada legalitas penerima ganti rugi, yaitu ahli waris.
"Kami mengacu lagi pada maskapai penerbangan, tapi ada ketentuan yang harus dipenuhi semacam [ahli] waris. Kalau [ahli] waris belum selesai ya bisa menimbulkan komplikasi," ucap Budi Karya di Hotel Fairmont pada Rabu (28/11/2018).
Pernyataan Budi itu merespons pertanyaan mengenai sikap kementeriannya terhadap mundurnya target pembayaran santunan yang semula dijadwalkan pada Selasa (27/11/2018) lalu. Budi menjamin penyaluran santunan akan diselesaikan secepatnya.
"Saya yakin proses ini sistematis dan cepat," ucap Budi.
Selain itu, Budi menuturkan hingga kini proses penyelesaian ganti rugi kepada keluarga korban Lion Air telah berjalan. Ia menyebutkan hingga Senin (26/11/2018), Jasa Raharja yang telah menyelesaikan pencairan santunan bagi 100 ahli waris. Pencairan asuransi yang menjadi tanggung jawab Lion Air juga telah dilakukan sejak Selasa (27/11/2018).
Akan tetapi, Budi tidak berkomentar banyak mengenai asuransi internasional yang dimiliki maskapai penerbangan. Ia hanya menyebutkan asuransi di tingkat global itu memiliki syarat-syarat tertentu yang juga harus dipenuhi untuk mencairkannya.
Lion Air bertanggung jawab untuk pemberian kompensasi pada keluarga korban kecelakaan pesawat. Praktisi hukum aviasi dari firma hukum Legisperitus menilai, kompensasi atau ganti rugi atas kecelakaan merupakan tanggung jawab perusahaan angkutan udara serta produsen pesawat.
Tanggung jawab Lion Air dalam hal ini bersifat mutlak dan seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) nomor 77 tahun 2011 tentang Tanggungjawab Angkutan Udara.
Beleid tersebut menetapkan ganti rugi sebesar Rp1,25 miliar per penumpang. "Apabila ada kesalahan atau kelalaian maka pengangkut bertanggungjawab atas kerugian yang timbul dan tidak dapat mempergunakan Undang-undang Penerbangan untuk membatasi tanggung jawab," tulis advokat Legisperitus dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto.
Selain ganti rugi, Permenhub 77/2011 juga memastikan bahwa ahli waris juga dapat mengajukan gugatan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti rugi yang lebih besar dan jumlahnya tidak dibatasi. Hal ini diperkuat dalam pasal 23 Beleid yang sama serta Pasal 180 Undang-undang Penerbangan.
Selain itu, Boeing sebagai produsen pesawat Lion Air JT610 juga tak bisa lepas tangan. Legisperitus berpendapat, hukum aviasi Amerika Serikat menganut konsep pertanggungjawaban mutlak (strict liability) dan tidak membatasi besaran ganti rugi.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dipna Videlia Putsanra