Menuju konten utama

Santuni Korban Jet 737 Max: Strategi Boeing Lepas dari Jerat Hukum?

Rencana pemberian santunan ini muncul menjelang mediasi yang akan dilakukan di Amerika Serikat pada 17 Juli 2019.

Santuni Korban Jet 737 Max: Strategi Boeing Lepas dari Jerat Hukum?
Seorang pekerja berjalan di samping pesawat Boeing 737 MAX 8 yang diparkir di Boeing Field, Kamis, 14 Maret 2019, di Seattle. AP / Ted S. Warren

tirto.id - Boeing Co berencana memberikan santunan kepada keluarga korban kecelakaan pesawat Boeing 737 Max, yang salah satunya digunakan Lion Air JT 610 yang jatuh pada 29 Oktober 2018. Santunan itu bernilai 100 juta dolar AS atau setara Rp1,4 triliun (kurs 14.127,50) kepada keluarga korban di Indonesia dan Ethiopia.

“Kami berharap bantuan awal ini dapat membantu memberi mereka kenyamanan,” kata CEO Boeing Dennis Muilenburg, Rabu (3/7/2019).

Sejauh ini, pihak Boeing tak menjelaskan secara detail besaran yang akan dibagikan kepada keluarga korban. Mereka hanya akan memberikan santunan ini melalui perantara pemerintah dan organisasi nirlaba setempat.

Rencana ini pun ditanggapi para keluarga korban. Latief Nurbaya (57), salah satu keluarga korban Muhammad Lutfi Nurramdhani, mengaku heran lantaran pemerintah atau organisasi nirlaba tak ada sangkut pautnya dengan kecelakaan ini.

“Yang punya hak keluarga korban. Kenapa harus pakai jalur kemana-mana,” ujarnya kepada reporter Tirto, Kamis (4/7/2019).

Latief mengaku sudah tahu kabar tentang rencana pemberian santunan itu sejak dua pekan silam. Informasi itu didapatnya dari pengacara yang kini sedang menangani gugatan para keluarga korban terhadap Boeing.

Menurut Latief, informasi dari Boeing itu belum jelas mekanismenya. Ia pun menyerahkan kasus ini kepada pengacara mereka yang sedang menggugat Boeing.

“Kami lihat saja detail rencana mereka, kan, belum clear juga. Nominal segitu dalam bentuk apa, ke siapa, siapa yang mengelola,” ujarnya.

Nia Fahrida Kurniawati (33) istri dari co-pilot Lion air JT-610 Harvino juga mempertanyakan rencana ini. Ia pesimistis dengan informasi tersebut, sehingga biasa saja menanggapi kabar tersebut.

“Belum pasti. Saya masih menunggu kepastiannya dulu,” kata Nia kepada reporter Tirto, Kamis.

Meski begitu, Nia heran dengan rencana Boeing yang akan melibatkan pemerintah atau organisasi nirlaba sebagai perantara pemberian santunan. Tak hanya itu, kata Nia, nominal 1oo juta dolar AS pun apakah untuk keseluruhan korban atau untuk satu keluarga korban. Sebab, korban Boeing 737 Max juga ada di Ethiopia.

“Kami punya lawyer masing-masing, mereka juga belum kasih kabar apa-apa kecuali mediasinya bulan ini,” ujarnya.

Sebatas Pencitraan?

Koordinator Keluarga Korban JT-610, Anton Sahadi justru memandang rencana Boeing ini sebatas cara menjaga citra mereka. Ia menduga langkah ini diambil Boeing lantaran Boeing saat ini sedang menghadapi masalah hukum di Amerika Serikat.

“Dengan situasi mereka yang tidak menentu dan sahamnya anjlok, [isu santunan] ini supaya company mereka bersih terkait kasus di Ethiopia dan Indonesia. Itu strategi mereka saja,” ucap Anton kepada reporter Tirto, Kamis.

Menurut Anton, proses hukum terhadap Boeing akan tetap mereka lanjutkan meski mereka menerima itikad baik Boeing ini. Ia beralasan, jika gugatan dicabut maka para pihak yang terlibat tak punya efek jera.

“Lion Air pun berkelit terus,” ujarnya.

Terkait pelibatan pemerintah dan organisasi nirlaba, Anton tak mau mempersoalkan jika hal itu memang sesuai aturan di Amerika Serikat. Hanya saja, kata dia, perlu dilakukan pengawasan ketat kepada pemerintah dan lembaga nirlaba yang diberi tugas mengucurkan santunan supaya sampai ke tangan keluarga korban.

Sementara itu, Harry Ponto selaku kuasa hukum keluarga korban Lion Air JT-610 juga meragukan rencana pemberian santunan ini. Ia merasa Boeing tidak pernah berkoordinasi terkait hal tersebut.

“Kami juga mempertanyakan apa maksudnya ini. Apakah ini taktik saja, untuk membuat keluarga menjadi bingung,” kata Harry kepada reporter Tirto.

Menurut Harry, pernyataan tersebut muncul menjelang mediasi secara ligitasi akan mereka lakukan di Amerika Serikat pada 17 Juli 2019. Namun, Harry menggarisbawahi pernyataan ini di luar konteks mediasi. Ia pun mengaku tak paham dengan jumlah nominal dalam santunan itu apakah untuk Ethiopia dan Indonesia, Atau masing-masing.

“Kami lihat nanti mediasinya. Kalau seperti ini, kan, sepihak,” ucap Harry.

Lion Air dan Kemenhub Bungkam

Corporate Communications Strategic Lion Air Danang Mandala Prihantoro enggan mengomentari rencana Boeing menyantuni korban kecelakaan Lion Air JT-610.

“Kalau itu dari pihak tertentu, boleh dikonfirmasi ke yang bersangkutan [Boeing],” ujar Danang kepada reporter Tirto.

Pemberian santunan yang nantinya diperantarai pemerintah ini ternyata dikabarkan belum diinformasikan Boeing kepada Pemerintah Indonesia. Namun, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Polana Banguningsih Pramesti menolak berkomentar saat dihubungi reporter Tirto.

Baca juga artikel terkait KECELAKAAN LION AIR atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Mufti Sholih