Menuju konten utama

KNKT Temukan 9 Faktor Jatuhnya Pesawat Lion Air PK-LQP Oktober 2018

Hasil investigasi KNKT menguak sembilan faktor yang membuat pesawat dengan penerbangan Jakarta Pangkal Pinang itu jatuh.

KNKT Temukan 9 Faktor Jatuhnya Pesawat Lion Air PK-LQP Oktober 2018
Puing pesawat Lion Air PK-LQP JT-610 di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (5/11/2018). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.

tirto.id -

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyelesaikan investigasi atas jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP pada Oktober 2018. Hasil investigasi tersebut menguak sembilan faktor yang membuat pesawat dengan penerbangan Jakarta Pangkal Pinang itu jatuh.

Ketua Sub Komite Investigasi Penerbangan Nurcahyo Utomo mengatakan, sembilan faktor tersebut saling berkaitan sebagai penyebab jatuhnya Lion Air JT 610.

"Jadi sembilan yang kami temukan adalah sembilan hal yang terjadi hari itu, yang mengakibatkan kecelakaan. Apabila salah satu dari sembilan ini tidak terjadi, mungkin kecelakaan tidak terjadi. Sembilan ini saling berkaitan," ujarnya dalam konfrensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (25/8/2019).

Berdasarkan berkas hasil identifikasi KNKT yang diterima Tirto, sembilan penyebab jatuhnya pesawat Boeing 737-8 (MAX) registrasi PK-LQP yang dioperasikan Lion Air sebagai berikut:

Pertama, reaksi pilot yang dibuat pada saat proses desain dan sertifikasi pesawat Boeing 737-8 (MAX) ternyata tidak tepat.

Kedua, mengacu asumsi yang telah dibuat, atas reaksi pilot dan kurang lengkapnya kajian terkait efek-efek yang dapat terjadi di cockpit, sensor tunggal yang diandalkan untuk MCAS dianggap cukup dan memenuhi ketentuan sertifikasi.
Ketiga, desain MCAS yang mengandalkan satu sensor rentan terhadap kesalahan.
Keempat, pilot mengalami kesulitan melakukan respons yang tepat terhadap pergerakan MCAS yang tidak seharusnya karena tidak ada petunjuk dalam buku panduan dan pelatihan.
Kelima, indikator AOA DISAGREE tidak tersedia di pesawat Boeing 737-8 (MAX) PK-LQP, berakibat informasi ini tidak muncul pada saat penerbangan dengan penunjukan sudut AOA yang berbeda antara kiri dan kanan, sehingga perbedaan ini tidak dapat dicatatkan oleh pilot dan teknisi tidak dapat mengidentifikasi kerusakan AOA sensor
Keenam, dari alasan mengapa Pesawat lion tersebut yaitu AOA sensor pengganti mengalami kesalahan kalibrasi yang tidak terdeteksi pada saat perbaikan sebelumnya.
Ketujuh, investigasi tidak dapat menentukan pengujian AOA sensor setelah terpasang pada pesawat yang mengalami kecelakaan dilakukan dengan benar, sehingga kesalahan kalibrasi tidak terdeteksi.
Kedelapan, informasi mengenai stick shaker dan penggunaan prosedur non-normal Runaway Stabilizer pada penerbangan sebelumnya tidak tercatat pada buku catatan penerbangan dan perawatan pesawat mengakibatkan baik pilot maupun teknisi tidak dapat mengambil tindakan yang tepat.
Kesembilan, beberapa peringatan, berulangnya aktifasi MCAS dan padatnya komunikasi dengan ATC tidak terkelola dengan efektif.

Hal ini diakibatkan oleh situasi-kondisi yang sulit dan kemampuan mengendalikan pesawat, pelaksanaan prosedur non-normal, dan komunikasi antar pilot, berdampak pada ketidak-efektifan koordinasi antar pilot dan pengelolaan beban kerja. Kondisi ini telah teridentifikasi pada saat pelatihan dan muncul kembali pada penerbangan ini.

Baca juga artikel terkait KECELAKAAN LION AIR atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Hendra Friana