tirto.id - Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief menyebut bahwa usulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1444 H/2023 belum final dan masih akan dibahas bersama Komisi VIII DPR.
"Usulan pemerintah terkait BPIH 1444 H itu belum final, karena terbuka untuk dibahas bersama Komisi VIII DPR. Semoga kita bisa mendapatkan rumusan yang paling pas terkait biaya haji tahun ini," ujar Hilman dalam keterangannya, dikutip dari laman resmi Kemenag, Minggu (22/1/2023).
Selain itu, Hilman juga menjelaskan alasan pemerintah mengusulkan kenaikan BPIH 2023 hingga Rp69 juta.
Hal itu terjadi, kata Hilman, karena perubahan skema persentase komponen BPIH dan Nilai Manfaat. Ia menyebut bahwa pemerintah mengajukan skema yang lebih berkeadilan dengan komposisi 70 persen Bipih dan 30 persen nilai manfaat.
"Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantre keberangkatan, tidak tergerus habis," terang Hilman.
Menurutnya, pemanfaatan dana nilai manfaat sejak 2010 sampai dengan 2022 terus mengalami peningkatan. Pada 2010, nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal yang diberikan ke jemaah hanya Rp4,45 juta. Sementara Bipih yang harus dibayar jemaah sebesar Rp30,05 juta. Komposisi nilai manfaat hanya 13 persen, sementara Bipih 87 persen.
Jika komposisi Bipih dan Nilai Manfaat masih tidak proporsional, maka nilai manfaat akan cepat tergerus dan tidak sehat untuk pembiayaan haji jangka panjang.
"Jika komposisi Bipih (41%) dan NM (59%), dipertahankan, diperkirakan nilai manfaat cepat habis. Padahal jemaah yang menunggu 5-10 tahun akan datang juga berhak atas nilai manfaat," tandasnya.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Maya Saputri