Menuju konten utama

Kemelut Pilot Versus Manajemen Lion Air

Pilot Lion Air dan manajemen berseteru. Kontrak kerja yang sedemikian merugikan dianggap sebagai pemicunya. Lion berdalih, kontrak itu sudah disetujui oleh pilot yang bersangkutan.

Kemelut Pilot Versus Manajemen Lion Air
Lion Air [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Lion Air memecat sejumlah pilotnya dan melaporkan ke Bareskrim Mabes Polri. Para pilot yang dipecat itu merupakan bagian dari pilot-pilot yang mogok beberapa waktu lalu. Sementara para pilot yang kini masih bertahan, sebenarnya dalam kondisi yang tidak tenang dengan situasi ini.

“Siapa sih yang enggak mau keluar dari Lion. Saya juga mau tapi kalau keluar kan ada penalti yang harus di bayar,” ujar AN salah seorang sumber tirto.id dari dalam internal Lion Air.

Diapun menjelaskan jika masing-masing pilot memiliki kontrak kerja tertuang dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertetu berbeda-beda. Dalam kontrak itu juga ada penalti jika pilot mengundurkan diri atau dipecat oleh perusahaan.

“Ada yang ratusan juta sampai miliaran,” kata AN.

Menurut AN, ada dua jenis kontrak untuk para pilot. Untuk kontrak pilot yang disekolahkan oleh Lion Air masa kerjanya mencapai 18 tahun hingga 20 tahun. Sedangkan untuk pilot yang memang tidak disekolahkan oleh Lion Air, kontraknya mulai dari 5 tahun, 15 tahun hingga 18 tahun. Pendapatannya pun berbeda. Kata AN, Pilot yang disekolahkan oleh Lion Air memperoleh gaji lebih kecil dibanding dengan pilot yang memang saat melamar sudah memiliki sertifikasi.

Kontrak kerja dengan penalti ini juga berlaku bagi pilot-pilot dari luar negeri yang bekerja untuk Lion Air. Menurut AN, setiap pilot dia sebut ekspatriat itu harus membayar Rp 250 juta ketika masuk melamar sebagai pilot di Lion Air. Uang itu merupakan biaya standardisasi. Dalam kontrak kerja pun sama, bagi ekspatriat ada penalti juga yang harus dibayarkan ketika mereka mengundurkan diri termasuk juga jika berakhir masa kerja.

“Kebanyakan pilot bule ini melarikan diri. Lion Air juga tidak bisa proses hukum karena sudah keluar dari Indonesia,” kata AN.

Buat para pilot-pilot dari luar negeri ini, memang memiliki gaji lebih besar dibanding dengan pilot local. Gajinya kata AN sekitar 12.000 dolar. Gaji itu sudah meliputi tunjangan dan lain-lain. Sementara kata AN, gaji pilot lokal hanya setengahnya yaitu sebesar 6.000 dolar. Karena kesenjangan gaji pilot ini juga menurut dia menjadi salah satu pemicu kenapa kemudian pilot Lion Air melakukan demonstrasi.

“Saya juga tidak bisa menyalahkan, tetapi memang ekspatriat gajinya seperti itu,” ujarnya.

Kesenjangan gaji itu menurut AN juga ditambah beban kerja yang menurutnya tidak sesuai. Lion Air disebut memeras tenaga mereka dan banyak melanggar aturan. Contohnya ketika mereka sedang libur, karena jadwal slot rute penerbangan Lion Air yang padat dan jumlah pilot yang diakui belum cukup membuat para pilot-pilot ini harus masuk dan mengoperasikan pesawat. Apalagi Lion Air juga kerap membuka jam penerbangan baru ketika jumlah penumpang melebihi kursi yang disediakan. Hal ini juga yang kemudian, membuat para pilot itu rela terbang atas dalih loyalitas kepada kantor.

Karena sering terbang dengan jam yang melebihi ini juga, para pilot pernah mendapat teguran dari Kementerian Perhubungan. Jika sudah begini, pihak Lion Air melepas tanggung jawab. “Kalau memang diskors tidak boleh terbang selama 3 bulan, ya mereka para pilot hanya terima gaji saja,” ujar AN.

AN pun hanya tertawa ketika buntut pemecatan 14 pilot Lion Air pada 3 Agustus lalu justru ditanggapi oleh pihak perusahaan seolah menyerang balik para karyawan. Dalam pernyataannya, Lion Air justru mempertanyakan permasalahan para pilot yang justru mengungkit kesalahan perusahaan dengan betah kerja selama delapan sampai 10 tahun.

Sebetulnya, menurut AN, setiap maskapai penerbangan memang memiliki peraturan yang berbeda. Misal jika di Lion sekolah dibayar oleh pihak perusahaan dan setelah keluar kemudian pilot ikut mengganti biaya itu. Namun, ada juga maskapai yang memang menyekolahkan pilotnya, namun mereka yang membayar. “Kita yang membawa rating kita, kita yang bayar, nanti sama airlines disekolahkan. Setelah selesai kontrak itu uangnya dikembalikan. Nah, kalau di Indonesia kebanyakan airlines-nya yang bayar,” kata AN.

Direktur Umum Lion Air Edward Sirait saat dikonfirmasi mengatakan, terkait demonstrasi pilot pada bulan Mei lalu dianggap oleh perusahaan sebagai bentuk sabotase. Dia pun menjawab pertanyaan mengenai kontrak para pilot yang belakangan dianggap menyalahi Undang Undang Ketenagakerjaan karena adanya penalti berjumlah miliaran. Menurut dia, apa yang dilakukan oleh Lion Air sudah mengikuti perundang-undangan yang ada. Termasuk juga kontrak tersebut ditandatangani tanpa adanya paksaan dari pihak perusahaan.

"Sudahlah, kami kan ini lembaga, mereka kan perorangan, bisa baca, bukan buta, trus apa perikatan itu bisa semau kami? Kan enggak juga. Ketika itu kan diberi kesempatan baca, dan mereka selalu duluan tanda tangan baru kami tanda tangan,” ujar Edward dalam perbincangannya dengan tirto.id.

Staf Khusus Menteri Perhubungan RI, Dewa Made J. Sastrawan, saat dikonfirmasi mengenai polemik Lion Air dengan 14 orang pilot yang dipecat tidak banyak memberikan komentar. Menurut dia, Kementerian Perhubungan masih menunggu perkembangan selanjutnya termasuk juga pemaksaan dilakukan Lion Air kepada para pilot sehingga melebihi jam terbang seperti diatur oleh Direktorat Kelaikan Hubungan Udara.

“Sekarang itu, baru pernyataan mereka yang ditunjukkan kepada manajemen. Kondisi nyata adalah situasi pekerja dan mempekerjakan sehingga kita belum bisa kasih komentar,” ujar Dewa Made saat ditemui tirto.id di kantornya, Kamis (11/8/2016).

Baca juga artikel terkait LION AIR atau tulisan lainnya dari Arbi Sumandoyo

tirto.id - Bisnis
Reporter: Aditya Widya Putri & Reja Hidayat
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti