tirto.id - Anike Mohi (21), istri dari Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Agus Kossay, mengaku baru mengetahui pemindahan suaminya dari Polda Papua barat ke Polda Kalimantan Timur.
Hal itu ia sadari ketika menjenguk suaminya di Rutan Mako Brimob Papua kemarin (4/10/2019) siang. "Tapi saya tidak menemukan dia di sana," ucap Anike ketika dihubungi Tirto, Sabtu (5/10/2019).
Anike menyebut bahwa kepolisian tak pernah memberitahunya maupun kuasa hukum ihwal 'pengiriman' Agus Kossay ke luar Papua itu. Anike mengaku mengetahui kabar pemindahan suaminya justru dari media.
"Segera dikembalikan ke Tanah Air (Papua). Kami tidak tahu di sana mereka makan atau tidak. Karena kami sebagai keluarga, sangat panik mereka sakit. Kami tidak bisa lihat, di sana tidak ada keluarga," kata Anike.
Selama penahanan di Rutan Mako Brimob, Anike tiga kali bertemu dengan Agus. Pertemuan terakhir Anike dan suaminya terjadi pada Rabu (2/10/2019) lalu. Polisi hanya memberikan waktu 20 menit kepada Anike untuk bertatap muka dengan suaminya, namun tak adap pemberitahuan sama sekali soal pemindahan Agus.
Saat itu, polisi meminta pembicaraan mereka dilakukan menggunakan bahasa Indonesia."Tidak boleh berbahasa ibu," kata Anike.
Novita Itlay (23) juga bernasib serupa dengan Anike. Adik kandung Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Mimika, Steven Itlay, itu tak dapat menemui kakaknya saat mengunjungi polda Papua, Kemarin, sekitar pukul 11.00 WITA.
"Saat kami masuk ke ruang tahanan, polisi yang bertugas bilang kalau Kamis kemarin mereka (Steven) dipindahkan ke Mako Brimob," kata Novita kepada Tirto.
Dalam perjalanan ke Mako Brimob, kabar pemindahan kakaknya ke Kalimantan Timur itu baru ia terima dari kuasa hukum. "Tujuh tahanan termasuk kakak saya sudah diberangkatkan ke Kalimantan. Tidak ada yang tahu," imbuh dia.
Sekretaris Umum II Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Albert Mungguar, menyampaikan bahwa kepolisian harus segera memulangkan Agus, Steven serta lima tahanan lainnya ke Papua.
Jika hal tersebut tak dilakukan, kata dia, maka banyak masyarakat yang akan kembali turun ke jalan.
"Apa dasar hukumnya (pemindahan tahanan), keluarga tidak dapat surat (pemberitahuan). Negara sudah keliru, dalam hal ini penyidik," ucapnya ketika dihubungi Tirto, Sabtu (5/10/2019).
Ia juga menyampaikan bahwa masyarakat memberikan waktu kepada kepolisian untuk mengembalikan para tahanan tersebut selama satu pekan. "Jika tidak, rakyat Papua akan turun ke jalan-jalan," imbuh Albert.
Selain Agus dan Steven, tahanan yang dipindahkan antara lain Ketua II Legislatif ULMWP Buchtar Tabuni, Fery Kombo, Alexander Gobay, Hengki Hilapok, dan Irwanus Uropmabin.
Menurut Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua, ketujuh orang tersebut status tersangka tujuh orang tersebut belum P-21. Karena itu, tindakan penyidik Polda Papua dapat dinilai bertentangan dengan Pasal 85 KUHAP.
Apalagi belum ada pengusulan dari ketua Pengadilan Negeri Klas IA Jayapura atau kepala Kejaksaan Negeri Jayapura kepada Mahkamah Agung (MA).
Mereka juga mendesak agar MA untuk menegur Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw dan Ditreskrimum Polda Papua agar tak menyalahgunakan Pasal 85 KUHAP.
Selain itu, Tito diminta menghentikan penyalahgunaan kewenangan sebagaimana diatur Pasal 6 huruf q PP Nomor 2 Tahun 2003, serta menghargai tugas pokok penegakan hukum sesuai Pasal 13 huruf b, UU Nomor 2 Tahun 2002.
Saat ditanya terkait pemindahan tujuh tahanan itu, Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Ahmad Mustofa Kamal hanya menjawab singkat. Ia enggan menjelaskan alasan pemindahan tersebut.
"Dititipkan," kata Kamal kepada reporter Tirto, Jumat (4/10/2019).
Sedangkan Kabid Humas Polda Kalimantan Timur Kombes Pol Ade Yaya Suryana, tak mau menjawab ihwal kepindahan tahanan.
"Silakan konfirmasi ke Mabes, karena kewenangan ada di Mabes," ujar dia kepada reporter Tirto.
Jawaban hampir serupa juga diterima Tirto sat menanyakan pemindahan tersebut ke Mabes Polri.
Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo malah mengaku dirinya belum mengetahui hal tersebut. "Belum ada info," katanya.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Hendra Friana