tirto.id - Beberapa hari lalu, Menteri Luar Negeri Korea Utara Ri Yong Ho menyatakan bahwa Amerika Serikat mendeklarasikan perang terhadap negaranya. Pernyataan itu langsung menjadi perbincangan publik dan memunculkan berbagai pertanyaan apakah ucapan itu akan diwujudkan ke dalam tindakan nyata: jika pecah perang, siapa yang akan menang?
Menurut para ahli, pengembangan rudal nuklir Korea Utara yang dapat mencapai Amerika Serikat serta dugaan pengembangan bom hidrogen oleh Kim Jong Un akan menjadi masalah besar bagi Paman Sam. Dalam berbagai pemberitaan media, Korea Utara tampak cukup percaya diri dapat menghancurkan AS dengan menggunakan rudal-rudal tersebut.
“Menggabungkan hulu ledak nuklir dengan teknologi balistik di tangan pemimpin seperti Kim Jong-un seperti resep untuk sebuah bencana,” kata Perwira Amerika Serikat Harry Harris.
Jika perang benar terjadi, ilmuwan David Wright dan Analis roket Markus Schiller dari AT Analytics di Jerman berasumsi bahwa Korea Utara juga akan menyerang sekutu Amerika Serikat di Asia. Korea Selatan yang paling dekat misalnya. Apabila menggunakan rudal, maka diperkirakan hanya butuh 6 menit untuk menghancurkan sasaran di Korea Selatan.
Baca juga:Bagaimana Seharusnya Amerika Mendeklarasikan Perang?
Sasaran Korut di Korea Selatan kemungkinan besar adalah Busan yang menjadi pelabuhan bagi Angkatan Laut Amerika Serikat. Yang juga mungkin diserang adalah Jepang, sekutu AS lainnya. Menurut hitung-hitungan yang ada, rudal Korut membutuhkan 10 hingga 11 menit untuk mencium daratan Tokyo. Adapun rudal antarbenua (ICBM) Korut akan membutuhkan 30 hingga 40 menit untuk menjangkau New York atau Washington. Donald Trump hanya akan punya 10 menit untuk memutuskan apakah akan melakukan serangan balasan ke Korut.
Namun, beberapa analis merasa pesimistis atas kekuatan militer Korea Utara. Mereka berpendapat jika rudal Korea Utara belum mampu menjangkau Amerika Serikat. Komandan Korps Marinir AS Joseph Dunford berasumsi jika terjadi perang, militer AS siap menangkal serangan Korut, termasuk menghalau rudal antarbenuanya.
Soal menang-kalah tentu, kekuatan militer suatu negara selalu menjadi indikator penting perang. Namun, bagaimana cara menentukan apakah sebuah negara memiliki militer yang kuat?
Global Fire Power menurunkan laporan peringkat negara dengan militer terkuat di dunia. Amerika Serikat menempati urutan pertama. Kemudian disusul Rusia, Cina, India dan Perancis di posisi kelima. Dalam penjelasannya, penetapan urutan kekuatan militer ini tak hanya berpatokan pada jumlah persenjataan atau besaran pengeluaran pertahanan.
Ada anggapan umum bahwa anggaran pertahanan yang besar otomatis menunjukkan sebuah kekuatan militer sebuah negara. Asumsinya, anggaran pertahanan dialokasikan untuk peningkatan kapasitas militer dari segi armada tempur hingga teknologi senjata. Padahal tak selamanya demikian.
Arab Saudi misalnya. Anggaran pertahanan Saudi menempati urutan ke-3 dunia. Namun, untuk kekuatan militer secara umum masih jauh di bawah Pakistan, Mesir hingga musuh bebuyutannya, Iran.
Baca juga: Ancaman Bentrok Militer AS, Cina dan Rusia di Konflik Korea
Padahal setiap tahun Arab Saudi menganggarkan 56,7 miliar dolar AS untuk pertahanan. Pakistan hanya mengeluarkan 7 miliar dolar AS, tetapi menduduki urutan ke-13 sebagai negara dengan militer terkuat di dunia. Bahkan Mesir hanya mengeluarkan 4,3 miliar namun berada di posisi ke-10 sedangkan Arab Saudi berada jauh di bawah di urutan ke-24.
Contoh lainnya, untuk kekuatan angkatan laut misalnya, Korut unggul di angkatan laut. Namun secara umum Korut hanya menduduki urutan ke-23. Sedangkan Turki yang berada di urutan ke-13 untuk kekuatan angkatan laut, secara umum memimpin di posisi 8 sebagai negara dengan militer terkuat di dunia.
Laporan Global Fire Power mengungkapkan bahwa untuk menjadi negara yang kuat harus memiliki beragam aset tak hanya senjata dan tentara. Namun juga menyangkut populasi, letak geografi, sumber daya alam besar hingga fleksibilitas logistik. Semakin beragam aset yang dimiliki maka akan semakin memperkuat negara tersebut.
Jumlah penduduk dimasukkan sebagai salah satu indikator utama kekuatan militer. Penduduk bisa ditempatkan sebagai i tentara atau pekerja untuk industri militer seperti pembuatan peluru, bom, seragam dan peralatan khusus militer. Strategi ini sudah diterapkan Cina, India dan Amerika Serikat.
Gerry E. Hendershot dalam tulisannya “Population Size, Military Power and Antinatal Policy” mengungkapkan hal senada. Personel militer diambil dari kelompok usia tertentu. Negara dengan jumlah penduduk besar akan dengan mudah mendapatkan calon angkatan militer dibandingkan negara berpopulasi kecil.
Aset lainnya adalah sumber daya alam minyak. Perhitungan kekuatan minyak ini ditakar dari besaran produksi minyak yang diimbangi konsumsi namun tetap mempertimbangkan cadangan minyak yang dimiliki. Minyak adalah aset penting bagi negara karena sangat dibutuhkan untuk kendaraan dan industri militer.
Selain itu, faktor geografis juga menjadi aset bagi negara untuk menjadi yang terdepan dalam militer. Laporan Global Fire Power mengungkapkan negara yang hanya memiliki wilayah daratan akan mengurangi keragaman aset: angkatan laut dipastikan tidak ada. Selain itu, topografi setiap negara juga sangat penting sebagai aset negara dalam menahan laju serangan musuh.
Baca juga:Uang yang Dibakar Kim Jong-un Demi Uji Coba Rudal Balistik
Misalnya Jerman mengalami kesulitan saat ingin menyerbu Perancis pada 1916. Perancis dilindungi benteng alam, yaitu tebing tinggi yang menghadap ke arah timur. Jerman harus berusaha keras sehingga kehilangan 300.000 personelnya untuk merebut Verdun di timur Perancis.
Yang terakhir soal logistik. Mobilitas logistik yang mudah menjadi salah satu aspek penting bagi sebuah kekuatan militer. Sarana pendukung seperti jalan hingga bandara bermain di sini.
“Jika Anda benar ingin berperang, Anda harus melakukan banyak hal—terutama mempersiapkan logistik, komunikasi dan mobilisasi pasukan cadangan....,” ujar mantan direktur intelijen Amerika Serikat di Pasifik Dennis Blair menanggapi deklarasi perang Amerika Serikat dan Korea Utara.
Lalu mengapa Amerika Serikat disebut-sebut sebagai negara dengan militer terkuat di dunia? Pertama, wilayah udara Amerika Serikat dijaga oleh 13 ribu pesawat tempur, belum termasuk helikopter. Wilayah darat dijaga oleh 41 ribu tank lapis baja, dan itu belum termasuk tank tempur. Perairan AS dijaga oleh 415 kapal dan 63 kapal penghancur.
Alasan kedua, setiap tahun Amerika Serikat mengalokasikan 587 miliar dolar AS untuk anggaran pertahanan.
Ketiga, Amerika Serikat adalah salah satu negara dengan populasi terbesar di dunia. Dari 323 juta penduduk, sekitar 120 juta dinyatakan sehat dan bisa dilibatkan untuk pertahanan negara.
Keempat, AS terbukti memiliki cadangan minyak 36 miliar barel yang berguna untuk operasional militer.
Kelima, letak geografis AS diapit Samudra Pasifik dan Atlantik, serta berbatasan darat hanya dengan Kanada dan Meksiko.
Terakhir, hampir semua wilayah Amerika Serikat terhubung oleh jalan raya sepanjang 6 juta km dan dilengkapi 13.513 bandara.
Mengapa bukan Rusia, Cina atau Korea Utara? Dari segi populasi, warga Rusia yang siap secara fisik hanya 47 juta orang. Pesawat tempur Rusia hanya seperempat dari milik AS, begitu pun armada lautnya. Cina masih sulit dalam fleksibilitas logistik. Dengan luas wilayah 9 juta km persegi Cina hanya memiliki 507 bandara dan 86 ribu km jalur kereta, dibandingkan AS yang memiliki wilayah luas wilayah yang hampir sama dengan fasilitas jalan dan bandara yang lebih memadai.
Sedangkan Korea Utara hanya memimpin di angkatan laut. Selebihnya dari segi populasi, angkatan darat dan udara, masih jauh di bawah AS. Korea Utara juga tak memiliki cadangan minyak. Sesuatu yang akan menyulitkan Kim Jong-un mengoperasikan armada militernya.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Windu Jusuf