tirto.id - Tim kuasa hukum terdakwa Baiq Nuril Maknun mengaku telah menerima pemberitahuan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menunda eksekusi penahanan kliennya. Kabar penangguhan itu diterima tim kuasa hukum Baiq Nuril melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Mukri.
“Jadi eksekusi hukuman pidana klien kami ditangguhkan sampai dengan adanya putusan Peninjauan Kembali (PK),” kata kuasa hukum Baiq Nuril, Aziz Fauzi, kepada Tirto pada Selasa (20/11/2018).
Namun, tim kuasa hukum Baiq Nuril tetap berupaya untuk memenuhi berkas Peninjauan Kembali. Aziz mengatakan, kendala yang mereka hadapi adalah salinan resmi putusan Mahkamah Agung (MA) yang belum bisa diakses.
Aziz juga mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo yang membuka peluang memberikan grasi kepada Baiq Nuril. Pemberian grasi itu dijanjikan Jokowi apabila upaya hukum Peninjauan Kembali yang diajukan Baiq Nuril ditolak oleh MA.
Namun, Aziz mengatakan tim kuasa hukum tidak sependapat dengan rencana Jokowi itu. Pasalnya, Jokowi bisa mengeluarkan amnesti, ketimbang grasi.
“Kami beda pandangan, karena grasi hanya untuk pelaku tindak pidana yang memang bersalah. Jadi kami mohon pengampunan dan mengaku salah. Bu Nuril sendiri [dinyatakan] tidak bersalah pada pengadilan tingkat pertama,” ujar Aziz.
Tak hanya berdasarkan pertimbangan tersebut, Aziz juga menyebutkan pemberian grasi itu tidak tepat. Sebab, grasi diberikan kepada tindak pidana dengan hukuman minimal 2 tahun. Sedangkan Baiq Nuril hanya dikenakan masa hukuman selama 6 bulan.
“Kami tidak sependapat sehingga kami terus mengupayakan amnesti. Karena untuk amnesti ini tidak mesti ada pengajuan permohonan dari terpidana aktif. Amnesti bisa [diberikan] tanpa adanya permintaan, selama yang diberikan itu menyangkut kepentingan negara,” jelas Aziz.
Aziz turut mengklaim, kasus Baiq Nuril ini sudah menjadi kepentingan negara, di samping skalanya yang sudah mencapai di tingkat nasional. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, Aziz menilai pemerintah sudah semestinya berkomitmen untuk menjaga harkat dan martabat perempuan.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Alexander Haryanto