tirto.id - Baiq Nuril sudah divonis. Ia bahkan telah diminta menghadap Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejaksaan Negeri Mataram pada Rabu (21/11/1018) mendatang meski salinan putusan belum diterima kuasa hukumnya.
Sementara Nuril tengah menghadapi ancaman penjara atas apa yang tidak ia lakukan, si pelaku masih bebas di luar sana.
Kasus yang menjerat Nuril bermula saat dia merekam percakapan telepon dari Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram yang bernama Muslim. Dalam percakapan itu, Muslim diduga melecehkan Nuril secara verbal.
Rekaman yang tersebar kemudian membuat Muslim melaporkan Nuril ke kepolisian atas tuduhan melanggar Pasal 27 Ayat (1) UU ITE.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Kota Mataram membebaskan Nuril dari sangkaan, tapi jaksa penuntut umum mengajukan kasasi ke MA atas putusan ini. MA, yang hakim ketuanya juga seorang perempuan, menganulir putusan PN Mataram dan memvonis ibu tiga anak itu enam bulan penjara dan denda Rp500 juta.
Nuril sebetulnya bisa melaporkan balik Muslim. Inilah yang tengah dipertimbangkan kuasa hukum.
“Untuk laporan balik masih terbuka [kemungkinannya],” kata salah satu pengacara Nuril, Aziz Fauzi, kepada Tirto, Sabtu (18/11/2018).
Aziz mengatakan Muslim melanggar dua pasal sekaligus: Pasal 294 ayat (2) KUHP yang pada intinya berbicara soal perbuatan cabul yang dilakukan atasan kepada anak buahnya, dan Pasal 27 ayat (1) UU ITE karena ia telah mentransmisikan konten asusila kepada Nuril.
Namun kuasa hukum tak bakal menggunakan UU ITE untuk melawan Muslim. Aziz tidak ingin melestarikan aturan yang lebih banyak mengorbankan masyarakat lemah tersebut. Kalau jadi melapor, mereka akan menggunakan KUHP.
Aziz akan menghadirkan saksi sebagai alat bukti, juga pengakuan Nuril sendiri. Selain itu, tim penasihat hukum juga akan melampirkan bukti berupa putusan Pengadilan Negeri Mataram yang membebaskan Nuril.
Dalam putusan itu tertulis salah satu pertimbangan majelis hakim dalam membuat putusan adalah keterangan ahli dari Komnas Perempuan, Sri Nurherwati. Sri menegaskan bahwa Muslim memang melakukan pelecehan seksual.
“Itu sudah termuat dalam putusan. Sudah bisa jadi bukti sempurna bagi penyidik,” ujar Aziz.
Nuril Tidak Bersalah
Direktur Program Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan perbuatan cabul yang dimaksud di dalam KUHP tidak hanya terbatas pada kontak fisik, dan oleh karena itu pasal tersebut memang bisa dipakai untuk melawan balik pelaku.
“Secara konteks kan enggak bisa [definisi] pencabulan dibatasi kontak fisik. Harus dilihat secara holistik,” kata Erasmus kepada reporter Tirto.
Robikin Emhas, Ketua PBNU bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan, juga yakin apa yang dilakukan Nuril bukan termasuk tindak pidana. Pernyataan ini menegaskan bahwa jika Nuril bisa menang jika melapor balik pelaku.
“Perbuatan M (Muslim) menceritakan pengalamannya berhubungan seksual dengan perempuan bukan istrinya kepada Baiq Nuril secara hukum patut dikualifikasi sebagai pelecehan seksual. Sedangkan perbuatan Baiq Nuril merekam perilaku mesum yang diceritakan M bukan merupakan delik pidana,” kata Robikin, dalam rilis resmi yang diterima Tirto.
Menurutnya apa yang dilakukan Nuril sebatas melindungi dirinya dari kemungkinan pelecehan lebih lanjut dari Muslim sekaligus upaya menangkis anggapan perselingkuhan dari sang suami.
“Bukankah melindungi diri dari kemungkinan pelecehan seksual dan mempertahankan keutuhan keluarga merupakan hak yang harus dihormati dalam sistem hukum kita?” kata Robikin.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino