tirto.id - Direktur Eksekutif ICJR Anggara mengatakan bahwa pihaknya memberi apresiasi penuh terhadap langkah Kejaksaan Agung RI yang memutuskan untuk menunda eksekusi putusan Baiq Nuril yang sekiranya akan dilaksanakan Rabu (21/11/2018) besok.
Penundaan eksekusi itu disampaikan oleh Kejaksaan Agung RI pada Senin (19/11/2018) kemarin. Kejagung menyatakan akan menunda eksekusi terhadap Ibu Baiq Nuril hingga proses peninjauan kembali berakhir.
Kendati demikian, Anggara mengaku pihaknya tetap mendorong Presiden Joko Widodo untuk memberikan amnesti kepada Baiq Nurul, mengingat yang bersangkutan diproses hukum tanpa suatu kesalahan yang dilakukan.
Presiden Jokowi sebelumnya juga mengatakan bahwa Baiq Nuril dapat mengajukan grasi bila merasa belum mendapat keadilan dari putusan Mahkamah Agung.
"Kasus Ibu Nuril tidak dapat diberikan grasi karena syarat grasi salah satunya hanya untuk kasus yang dijatuhi pidana lebih dari dua tahun. Sedangkan Ibu Nuril dipidana dengan pidana enam bulan penjara. Itu mengapa ICJR masih tetap mendorong Presiden untuk memberikan amnesti," kata Anggara lewat rilisnya yang diterima wartawan Tirto, Selasa (20/11/2018) pagi.
Hal tersebut mengingat lamanya proses Peninjauan Kembali (PK), selama proses itu Baiq Nuril dan keluarga masih akan berada dalam kondisi tekanan psikologi karena lamanya proses dan ketidakjelasan nasibnya.
"Maka dari itu, ICJR terus mendorong Presiden Joko Widodo untuk dapat memberikan Ibu Baiq Nuril amnesti, agar Ibu Baiq Nuril tidak perlu berada dalam kondisi ketidakpastian selama menunggu proses Peninjauan Kembali berakhir dan putusan PK keluar," kata Anggara.
Sebelumnya, kata Anggara, Jokowi sempat mengatakan bersedia mempertimbangkan pemberian grasi apabila PK ditolak oleh MA. Namun, ICJR menilai pemberian grasi itu tidak tepat.
Menurut UU No 22 Tahun 2002 tentang Grasi Pasal 2 ayat (2) mengatur bahwa Grasi hanya dapat dilakukan terhadap putusan pemidanaan berupa Pidana mati, pidana seumur hidup, penjara paling rendah 2 (dua) tahun. Sedangkan, Ibu Baiq Nuril hanya dijatuhi putusan pidana penjara selama 6 bulan dan denda 500 juta rupiah.
"Itu mengapa ICJR masih mendorong Presiden untuk memberikan amnesti pada Ibu Nuril. Amnesti sendiri merupakan hak dari Presiden yang diberikan berdasarkan Pasal 14 (2) UUD NRI Tahun 1945. Amnesti adalah satu-satunya jalan bagi Ibu Baiq Nuril untuk memperoleh keadilan atas pidana yang timbul dari perbuatan yang bahkan tidak dilakukannya, tanpa harus menunggu dalam waktu yang sangat lama dan dalam kondisi yang tidak pasti," kata Anggara.
Senin kemarin, Baiq Nuril melaporkan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh mantan Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram, Muslim ke Polda NTB.
"Kami laporkan berkaitan dengan pokok persoalan bahwa telah terjadi tindak pelecehan seksual terhadap Ibu Nuril," kata Pengacara Nuril, Joko Jumadi kepada reporter Tirto, Senin (19/11/2018).
Nuril melaporkan Muslim dengan dugaan telah melanggar pasal 294 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal itu mengatur soal perbuatan cabul dalam relasi kerja yang dilakukan atasan kepada bawahannya.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Alexander Haryanto