Menuju konten utama

Kasus Suap Proyek PUPR: KPK Panggil Anggota DPR Fauzih Amro

KPK memanggil anggota Komisi V DPR Fraksi Hanura Fauzih Amro sebagai saksi korupsi penerimaan hadiah terkait proyek di Kementerian PUPR TA 2016, Senin (12/8/2019).

Kasus Suap Proyek PUPR: KPK Panggil Anggota DPR Fauzih Amro
Pekerja membersihkan logo Komisi Pemberantasan Korupsi di gedung KPK, Jakarta, Senin (5/2/2018). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil anggota Komisi V DPR Fraksi Hanura Fauzih Amro hari ini, Senin (12/8/2019). Ia dipanggil untuk kasus tindak pidana korupsi penerimaan hadiah terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat TA 2016.

"Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk tersangka HA [Hong Artha John Alfred]," kata Chrystelina GS, Plh Kepala Biro Humas KPK, kepada wartawan pada Senin (12/8/2019).

Hong Artha John Alfred telah ditetapkan oleh KPK pada 2 Juli 2019 sebagai sebagai tersangka kasus korupsi proyek infrastruktur berupa pembangunan jalan di Kementerian PUPR. Hong Artha diduga bersama-sama memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara.

Damayanti Wisnu Putranti selaku Anggota DPR RI periode 2014-2019 merupakan pihak yang diduga menerima suap sebesar Rp 1 miliar pada November 2015. Selain itu, terdapat Kepala Badan Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary yang diduga menerima uang sebesar Rp8 miliar dan Rp2,6 miliar.

HA disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal S ayat (1) huruf b atau pasal13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Di sisi lain, Damayanti Wisnu Putranti sendiri sudah mendapatkan vonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan, pada 26 September 2016 oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Politikus PDIP itu dinyatakan bersalah dan terbukti menerima suap proyek pelebaran jalan Tehoru-Laimu, Maluku, senilai Rp8,1 miliar.

Vonis untuk Damayanti ini lebih rendah dari tuntutan jaksa, yang meminta hakim menjatuhi hukuman 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan, serta pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik. Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mengajukan banding.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PROYEK PUPR MALUKU atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Hukum
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Maya Saputri