Menuju konten utama

Kasus PSS vs Madura FC Bisa Jadi Patokan Menilai Kinerja Satgas

Sebagai salah satu kasus yang paling awal disentuh, penanganan dugaan pengaturan skor di laga PSS vs Madura FC layak dijadikan landasan untuk menilai kinerja Satgas Antimafia Bola.

Kasus PSS vs Madura FC Bisa Jadi Patokan Menilai Kinerja Satgas
Sejumlah pemain PSS Sleman melakukan selebrasi kemenangan setelah mengalahkan Semen Padang pada laga final Liga 2 2018 di Stadion Pakansari, Bogor, Jawa Barat, Selasa (4/12/2018). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

tirto.id - Satgas Antimafia Bola Polri kembali memeriksa sejumlah saksi terkait kasus suap pertandingan Liga 2 2018 antara PSS Sleman vs Madura FC, Kamis (4/4/2019). Kali ini empat saksi diundang hadir ke Bareskrim Polri, yakni Soekeno (Direktur Utama PSS), Sismanto (mantan Manajer PSS), Seto Nurdiantoro (Kepala Pelatih PSS), dan Dewanto (Asisten Manajer PSS).

Usai pemeriksaan itu, Soekeno menegaskan dirinya sama sekali tidak tahu soal praktik match fixing. Kendati demikian, dia tidak menjamin kalau Hidayat, sosok yang ditetapkan sebagai tersangka pengaturan skor PSS vs Madura FC, bersih.

"Kami mengandalkan kemampuan pemain. Tapi, kalau di belakang itu si Hidayat bermain, kami tidak tahu. Itu bukan ranah kami," ujar Soekeno kepada reporter Tirto.

Ini juga bukan kali pertama perwakilan PSS dipanggil Satgas. Pada 14 Februari 2019, Seto Nurdiantoro dan Sismanto juga diperiksa satgas sebagai saksi. Saat itu, Seto mengaku dicecar 20 pertanyaan selama kurun delapan jam.

Entah dengan atau tanpa sepengetahuan orang-orang PSS, Ketua Tim Media Satgas Antimafia Bola Polri Kombes Argo Yuwono memang mengindikasikan ada praktik pengaturan skor di laga PSS vs Madura FC. Satgas bahkan berani menaikkan perkara tersebut ke level penyidikan.

"Setelah melalui mekanisme gelar perkara, per hari ini kami naikkan ke penyidikan," ujar Argo dalam konferensi pers, pada 12 Januari 2019.

Keputusan menaikkan status kasus tersebut ke penyidikan tidak lepas dari kesaksian salah satu wasit Liga 2, Muhammad Irham. Dia disebut-sebut tahu tentang benar atau tidaknya praktik pengaturan skor.

Kendati enggan menyatakan di hadapan media, kuasa hukum Irham, Taufiqurrahman menjamin kliennya akan kooperatif membantu penyidikan Satgas.

"Mas Irham juga sudah di-BAP [Berita Acara Pemeriksaan], prinsipnya kami menunggu proses di Satgas," tuturnya seperti diwartakan JPNN.

Tidak cuma Irham, Satgas juga mengagendakan pemanggilan total 22 saksi yang diharapkan bisa membantu penyelidikan kasus tersebut.

"Satgas akan panggil 22 saksi terkait match fixing di Liga 2. Saksi berasal dari berbagai pihak yang terlibat langsung peristiwa itu," ucap Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Dedi Prasetyo, di Mabes Polri, Rabu (27/3/2019).

Dedi tidak merinci siapa saja 22 saksi itu. Yang jelas, dalam daftar tersebut terdapat manajer, pemain, dan pelatih kedua kesebelasan, ditambah pula perangkat pertandingan. Bahkan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora), Gatot Dewa Broto turut dipanggil sebagai saksi.

Saat menghadiri pemeriksaan pada Kamis (22/4/2019), Gatot mengatakan ditanya beberapa hal. Salah satunya adalah hubungannya dengan Hidayat.

"Saya katakan kepada penyidik saya tidak kenal Hidayat, tapi beberapa [Exco] yang lainnya saya kenal," jelas Gatot kepada reporter Tirto.

Membeludaknya saksi yang dipanggil tidak lepas dari kasus yang melibatkan PSS dan Madura FC sendiri. Tidak tanggung-tanggung, laga kedua tim yang diduga "telah diatur" ada dua, yakni pertemuan PSS dan Madura FC di babak penyisihan Wilayah Timur serta delapan besar (fase grup) Liga 1 2018.

Fokus ke Akar Masalah

Jika ditarik mundur, dugaan pengaturan skor dalam laga PSS vs Madura FC terendus sejak pengakuan manajer Madura FC, Januar Herwanto dalam program Mata Najwa: PSSI Bisa Apa, 28 November 2018. Saat itu, dia blak-blakan berkata ditawari agar timnya mengalah kepada PSS. Oleh Exco PSSI, Hidayat, Januar dan Madura FC diiming-imingi duit dengan nominal Rp150 juta.

Pengakuan itu akhirnya membuat Januar mengajukan laporan dan polisi melakukan penyelidikan. Namun, perlu waktu lama bagi Satgas Antimafia Bola untuk membuktikan keterlibatan Hidayat. Meski beberapa kali dipanggil sebagai saksi, dia baru ditetapkan sebagai tersangka pada 25 Februari 2019.

Sebelum Hidayat, Satgas Antimafia Bola memang telah menetapkan belasan tersangka lain dalam perkara pengaturan skor. Namun, kebanyakan di antaranya justru terkait kasus lain, tepatnya suap yang melibatkan klub Liga 3 Persibara Banjarnegara. Kasus Persibara dengan pelapor Lasmi Indaryani justru masuk ke Satgas sekitar sebulan setelah pengakuan Januar.

Lambatnya pengusutan terhadap kasus PSS vs Madura FC disebabkan banyak perkara yang perlu didalami Satgas. Mulai dari kasus di Liga 3 sampai penghancuran barang bukti yang dilakukan Plt Ketua Umum PSSI, Joko Driyono.

Menyusul berjalan baiknya penanganan di kasus lain, jurnalis olahraga senior, Budiarto Shambazy berharap agar kali ini kasus yang melibatkan PSS Sleman dan Madura FC benar-benar diusut sampai tuntas. Apalagi, kasus ini sudah melalui gelar perkara dan statusnya naik ke penyidikan, sehingga ekspektasi masyarakat agar dalang di baliknya benar-benar bisa diringkus relatif besar.

"Iya, kalau ekspektasi pasti besar. Tinggal kita berharap saja agar kinerja Satgas tidak mengendur, apalagi menjelang Pilpres, semoga tidak terpengaruh," ujarnya saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (4/4/2019) sore.

Budiarto juga menilai kalau Satgas sudah semakin dekat dengan dalang di balik kasus tersebut.

"Kalau lihat dari jalan ceritanya, saya kira sudah sampai ini ke dalam. Masalahnya, kalau dalangnya memang adalah bandar di luar negeri, Thailand, Malaysia, Singapura juga harus ada kerja sama dari Satgas, misal dengan Interpol, AFC, penyidik lokal di luar negeri, itu saja," imbuhnya.

Jadi Patokan Menilai

Selain sudah masuk ke penyidikan, alasan lain mengapa kasus yang melibatkan PSS Sleman dan Madura FC layak terus dikawal adalah riwayatnya. Sudah jadi rahasia umum kalau di antara empat kasus yang saat ini sedang berjalan, perkara yang melibatkan klub asal Madura dan Sleman itu merupakan kasus yang paling dulu disentuh aparat.

Oleh sebab itu, wajar jika penilaian masyarakat terhadap penanganan praktik pengaturan skor akan sangat dipengaruhi dinamika kasus ini.

"Iya, ini memang salah satu kasus yang mengawali. Kalau bisa dijadikan patokan menilai atau tidak, jelas harusnya ini [bisa]," lanjut Budiarto.

Selaras dengan Budi, koordinator Save Our Soccer (SOS), Akmal Marhali bisa memaklumi kalau masyarakat berharap besar kasus ini bisa diusut sampai tuntas. Dia tidak ingin menuduh sepihak, tapi yakin kalau praktik pengaturan skor benar ada di sepak bola Indonesia.

"Penonton sepak bola kita itu, kan, sebenarnya dalam hati kecilnya sudah sama-sama tahu kalau praktik seperti ini sebenarnya ada. Itu wajar saja, kalau tidak yakin ada pengaturan skor, buat apa Satgas dibentuk?," ungkap Akmal saat dihubungi reporter Tirto lewat sambungan telepon.

Oleh sebab itu, dari perspektif Akmal, saat ini permasalahannya bukan lagi tentang apakah pihak-pihak tertentu melakukan atau tidak. Problem utama yang sekaligus jadi tantangan bagi Satgas Antimafia Bola Polri adalah kemampuan mereka mencari barang bukti.

"Dari yang kami [SOS] ketahui, call center Satgas saja sudah ditelepon lebih dari 490 kali. Itu menandakan kalau masyarakat itu sebenarnya tahu. Cuma masalahnya, sekaligus tantangan untuk Satgas kali ini adalah membuktikan hal itu. Karena tidak bisa juga asal mentersangkakan orang tanpa ada alat bukti yang kuat," pungkas Akmal.

Baca juga artikel terkait KASUS PENGATURAN SKOR atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Reporter: Herdanang Ahmad Fauzan & Adi Briantika
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Abdul Aziz