tirto.id - Empat pemain tim nasional basket Jepang dipulangkan dari ajang Asian Games 2018 lantaran ketahuan menyewa jasa pekerja seks komersial. Peristiwa terjadi selepas atlet basket Jepang menang melawan Qatar dalam kualifikasi fase grup.
Ketua kontingen Jepang Yasuhiro Yamashita menyebut tindakan atletnya merupakan kekeliruan, sehingga ia meminta maaf atas peristiwa yang membuat ajang Asian Games menjadi tercoreng.
Dalam kasus ini, Indonesia tidak bisa menjatuhkan sanksi apa pun terkait ulah keempat atlet Jepang itu. Wakil Ketua Komite Olimpiade Indonesia Muddai Madang mengatakan Indonesia sebagai negara tuan rumah tidak mempunyai kewenangan mengatur atlet luar negeri. Mekanisme pemberian sanksi, kata dia, merupakan kewenangan dari negara si atlet berasal.
Dalam kasus empat pebasket Jepang, Yasuhiro menghukum keempat dengan cara memulangkan mereka. “Saya pikir sanksi seperti itu sudah cukup," ujar Muddai Madang kepada Tirto, Senin (20/8/2018).
Muddai lantas menjelaskan setiap kontingen memiliki aturan disiplin masing-masing untuk atlet. Oleh karena itu, Olympic Council of Asia (OCA) selaku penanggung jawab Asian Games maupun Inasgoc selaku penyelenggara tidak bisa memprotes perilaku atlet Jepang tersebut. Inasgoc dan OCA baru bisa bertindak jika atlet bertingkah kriminal.
“Semua tim kan punya aturan berbeda. Saya rasa secara etis memang itu tidak boleh, tetapi kalau Jepang sendiri tidak melarang atletnya, tentu tidak ada masalah,” katanya lagi.
“KOI tidak mengatur sampai internal atlet negara lain.”
Atlet Dilarang Melanggar Norma Etik
Terkait dengan ketidakdisiplinan atlet saatperistiwa akbar, Muddai menjelaskan, Indonesia punya aturan sendiri untuk mencegah atletnya agar tak meniru tindak tanduk atlet Jepang. Ketentuannya merujuk pada aturan Komite Olimpiade Internasional (IOC).
Salah satu aturan kedisiplinan tersebut menyangkut soal larangan bagi atlet untuk bepergian seenaknya tanpa pengawasan. Ia bilang, ada pengawalan khusus bagi atlet karena keamanan mereka menjadi prioritas. Hal ini juga akibat dari serangan teroris yang pernah menerpa atlet Olimpiade di ajang tahun 1972.
“Iya tentu. Olimpiade itu pasti lebih ketat. Jadi ada aturannya untuk penjagaan itu,” katanya lagi
Sementara soal prostitusi, Muddai mengatakan bahwa hal itu memang tidak ada aturan yang memberikan larangan secara khusus. Hanya saja, menurutnya, prostitusi kontradiksi dengan tujuan Olimpiade.
Dalam salah satu tujuan Olimpiade disebutkan : The goal of the Olympic Movement is to contribute to building a peaceful and better world by educating youth through sport practised without discrimination of any kind, in a spirit of friendship, solidarity, and fair play.
“Untuk masalah etik dan disiplin pastinya akan dapat hukuman dari kontingen, juga dari IOC,” ucap Muddai.
Mengacu pada regulasi dan tujuan tersebut, Muddai mengatakan, seluruh atlet Indonesia tentu dilarang melakukan perbuatan tercela. Namun sejauh ini, ia belum bisa menentukan sanksi apa yang dijatuhkan apabila betul kejadian itu menimpa atlet Indonesia.
“Tentu ada sanksinya itu nanti dari pengurus masing-masing.”
Menjadi Contoh Buruk
Kasus yang menimpa empat pebasket Jepang disesalkan kontingen lain. Ini seperti yang dikatakan salah satu anggota tim pelatih basket putra Mongolia, Chimegoro misalnya. Ia menilai apa yang dilakukan anggota tim nasional Jepang itu tidak bisa diterima.
Chimegoro mengatakan anggota timnya tidak diperbolehkan melakukan tindakan tersebut. Namun, ia juga mengakui tidak ada aturan tertulis untuk itu. “Kami tidak mentolerir hal seperti itu,” kata dia, Senin malam.
Sementara Ketua Olympic Council of Asia (OCA) Sheikh Ahmad al-Fahad al-Sabah menyiratkan bukanlah masalah yang besar. Kejadian ini sudah sering menimpa acara-acara besar.
“Saya menyesal atas hal ini, tapi di olahraga, anda akan mendengar hal ini di setiap pertandingan," katanya seperti dikutip dari Channel News Asia.
Ia menyampaikan, atlet seharusnya tidak hanya hebat dalam mengumpulkan medali emas, tetapi juga memberi contoh baik di luar lapangan. Hal ini disebabkan banyak generasi muda yang mungkin akan meniru mereka.
“Atlet seharusnya selalu menjadi sinbol baik masyarakat karena ada berbagai orang yang mengikuti mereka,” ujarnya lagi.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Mufti Sholih