tirto.id - Komite Aksi Solidaritas untuk Kasus Munir (KASUM) dan berbagai organisasi masyarakat sipil meminta Komnas HAM untuk segera menetapkan kasus pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM berat. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
"Mengingat selama ini konstruksi penanganan kasus pembunuhan Munir, yang sejatinya adalah pembunuhan berencana, di balik itu ada konspirasi jahat," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Arif Maulana, dalam konferensi pers daring, Kamis (19/8/2021).
Kejahatan yang teroganisasikan itu melibatkan institusi negara, yang tak mampu diselesaikan dengan mekanisme hukum pidana biasa.
KASUM telah menyampaikan opini hukum perkara kematian Munir kepada Komnas HAM pada September 2020. Pada intinya mereka menegaskan bahwa pembunuhan aktivis HAM itu adalah bagian dari kejahatan kemanusiaan yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000.
Unsur-unsur pelanggaran HAM berat dalam kasus Munir telah terpenuhi. Salah satu bentuk pelanggaran HAM berat adalah kejahatan terhadap kemanusiaan (Pasal 7 UU Pengadilan HAM).
Pembunuhan terhadap Munir merupakan sebuah serangan yang dilakukan secara sistemik ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil (Pasal 9 UU Pengadilan HAM).
Fakta yang terungkap di persidangan bahwa Badan Intelijen Negara (BIN) terlibat dalam merencanakan dan melaksanakan pembunuhan Munir memenuhi unsur "serangan" sebagaimana dimaksud penjelasan Pasal 9 UU Pengadilan HAM. Tak hanya itu, bahkan dokumen temuan Tim Pencari Fakta Kasus Munir belum dipublikasikan hingga kini.
"Padahal ada klausul yang mewajibkan pemerintah untuk mengumumkan hasil dokumen tersebut," kata Wakil Koordinator I Kontras Arif Nur Fikri.
Dokumen itu dianggap penting untuk dipublikasikan karena masyarakat dapat mengetahui temuan Tim Pencari Fakta untuk mengungkap perkara ini.
Munir Said Thalib dikenal sebagai aktivis dan pejuang HAM yang lantang. Pada 1998, lelaki yang akrab disapa Cak Munir itu mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) bersama beberapa kawannya. Sampai hari ini, Kontras aktif melakukan advokasi bagi para korban kekerasan dan mereka yang hak asasinya dilanggar.
Sepak terjang Munir dalam penegakan HAM juga mendatangkan tekanan dan teror. Munir pernah mengaku merasa diikuti oleh orang tak dikenal dalam perjalanan pulang ke rumah. Pada 2002, beberapa orang tak dikenal menyerang kantor Kontras. Para perusuh itu merusak berbagai perlengkapan kantor dan merebut paksa dokumen-dokumen kasus pelanggaran HAM.
Puncaknya, sebuah bom pernah meledak di pekarangan rumah Munir di Jakarta pada Agustus 2003. Rangkaian teror itu berujung pada pembunuhan Munir pada 7 September 2004. Kala itu, dia sedang dalam perjalanan menuju Utrecht, Belanda, untuk melanjutkan pendidikan jenjang Master.
Sebelum pesawatnya mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Munir dikabarkan tewas karena keracunan arsenik. Silang sengkarut urusan hukum atas pembunuhan Munir belum menemui titik akhir hingga hari ini.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali