Menuju konten utama
Penyelesaian Kasus HAM Berat

Kasus HAM Paniai, KSP: Jalur Yudisial & Non Ditempuh Secara Paralel

Jaleswari sebut untuk itu dua jalur yaitu yudisial dan non-yudisial ditempuh secara paralel untuk saling melengkapi.

Kasus HAM Paniai, KSP: Jalur Yudisial & Non Ditempuh Secara Paralel
Suasana sidang perdana kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Paniai di Ruang Prof Bagir Manan Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (21/9/2022). (ANTARA/Darwin Fatir)

tirto.id - Deputi V Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mengapresiasi atas kelancaran sidang perdana pelanggaran HAM berat Paniai, Papua di Makassar, Rabu (21/9/2022). Ia berharap, persidangan HAM Paniai bisa berjalan independen.

“Kami berharap sidang-sidang selanjutnya juga berjalan lancar sehingga proses peradilan bisa berjalan aman, terbuka, objektif, independen dan imparsial, karena semua mata, termasuk internasional tertuju ke Pengadilan HAM ini,” kata Jaleswari di Gedung Bina Graha, Jakarta, Kamis (22/9/2022).

Jaleswari menuturkan, pelaksanaan sidang HAM berat Paniai diikuti penerbitan Keputusan Presiden Nomor No. 17/2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.

Ia juga mengatakan, Jokowi menginstruksikan Kejaksaan Agung untuk penyelesaian secara yudisial, sementara tim penyelesaian non-yudisial sebagai alat untuk penyelesaian secara non-yudisial.

“Untuk itu dua jalur yaitu yudisial dan non-yudisial ditempuh secara paralel untuk saling melengkapi," tegas Jaleswari.

Persidangan pelanggaran HAM berat Paniai resmi digelar di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (21/9/2022). Namun, sejumlah pihak menilai persidangan masih ada kejanggalan seperti lembaga swadaya masyarakat, KontraS.

Mereka menilai ada kejanggalan karena kejahatan yang dilakukan dalam kasus Paniai 2014 sebagai kejahatan yang meluas sistematik, tetapi hanya menindak satu pelaku, yakni Mayor Inf (purn) Isak Sattu.

“Serangan tersebut pastinya melibatkan lebih dari satu pelaku. Hukum dan standar internasional yang berlaku untuk kejahatan terhadap kemanusiaan dengan jelas menyatakan bahwa baik mereka yang memiliki tanggung jawab komando maupun mereka yang secara langsung melakukan kejahatan harus dimintai tanggung jawab pidana," kata Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 22 September 2022.

KontaS juga mempertanyakan mengapa tindak pidana perintangan keadilan atau obstruction of justice luput dari proses hukum Paniai saat ini.

“Koalisi menilai, dakwaan Kejaksaan Agung telah mengaburkan konstruksi hukum kejahatan terhadap kemanusiaan di kasus ini, salah satunya dengan hanya menetapkan IS sebagai satu-satunya terdakwa yang bahkan akan merugikan hak asasi dirinya karena bisa saja sebatas dijadikan kambing hitam," ujar Fatia.

Ketiga, Fatia menyayangkan posisi terdakwa yang tidak ditahan. Koalisi menghormati keputusan jaksa untuk tidak menahan terdakwa, tetapi publik bisa melihat bahwa kejahatan kemanusiaan tidak seperti kejahatan umum yang langsung menahan masyarakat kecil saat melakukan kejahatan.

Keempat, KontraS juga menyayangkan keamanan di luar persidangan juga masih menjadi permasalahan yang tidak ditangani. Ia menyinggung bagaimana ada kelompok yang diduga anggota kepolisian melakukan dugaan intimidasi kepada mahasiswa Papua, terutama dari Paniai.

Kelima, KontraS menilai negara dalam hal ini Mahkamah Agung dan pengadilan tidak memberikan perlindungan yang layak kepada Majelis Hakim.

Baca juga artikel terkait SIDANG KASUS PANIAI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz