tirto.id -
Apalagi Bowo mengaku bahwa ia di perintah oleh elite Partai Golkar, Nusron Wahid.
Menurut Hendri, dengan munculnya nama baru dari Golkar, yakni Nusron pada kasus tersebut, secara pasti dapat menurunkan elektabilitas partai berlambang pohon beringin itu.
"Kalau Golkar saat ini sedang menghadapi permasalahan besar tuh. Makanya pasti bisa turun elektabilitas mereka. Kalau selama ini 14 persen, mungkin saat ini sembilan sampai 10 persen," ujarnya kepada Tirto, Rabu (10/4/2019).
Ia menambahkan, hal tersebut karena korupsi sudah menjadi momok yang buruk bagi masyarakat. Apalagi kasus penyalahgunaan uang itu tak hanya terjadi saat ini saja di tubuh Partai Golkar.
Bahkan kata Hendri, sudah terjadi sejak beberapa waktu silam. Seperti kasus Setya Novanto, Idrus Marham, dan beberapa tokoh Partai Golkar lainnya.
"Ini membuktikan kelemahan Golkar selain kadernya yang korupsi, ini leadership ketumnya juga patut dipertimbangkan," terangnya.
Namun, pernyataan Founder lembaga survei KedaiKOPI itu berbeda dengan Direktur Riset Populi Center Usep S. Ahyar, menurutnya justru Partai Golkar merupakan salah satu dari lima partai besar di Indonesia.
Partai yang dipimpin Airlangga Hartanto itu sudah malang-melintang di dunia politik dan mempunyai kader senior yang berpengalaman.
Kasus seperti politik uang yang menyinggung nama Nusron maupun Bowo Sidik tidak akan berpengaruh banyak untuk penurunan suara Golkar.
“Selama orde baru ya mereka [Partai Golkar] merajalela di semua daerah. Politik sampai ke desa dan itu susah ketika sekejap mata mau berubah. Kantong-kantong loyal Golkar itu sekejap mata pindah ke partai lain saya kira agak sulit memprediksi,” kata Usep.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Nur Hidayah Perwitasari