Menuju konten utama

Kasus Baiq Nuril: DPR Harap Jokowi Segera Kirim Surat Amnesti

Bambang Soesatyo berharap Presiden Jokowi segera memberikan surat kepada DPR terkait rencana pemberian amnesti kepada Baiq Nuril.

Kasus Baiq Nuril: DPR Harap Jokowi Segera Kirim Surat Amnesti
Terpidana kasus pelanggaran UU ITE, Baiq Nuril Maknun (kiri) didampingi anggota DPR Fraksi PDIP Rieke Diah Pitaloka menjawab pertanyaan wartawan pada Forum Legislasi bertema "Baiq Nuril Ajukan Amnesti , DPR Setuju?" di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (10/7/2019). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/ama.

tirto.id - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) berharap lembaganya bisa segera menerima surat pengajuan amnesti Baiq Nuril dari Presiden Joko Widodo. Bamsoet berharap surat tersebut sudah bisa diterima DPR RI pada Senin (15/7/2019) pekan depan.

"Saya berharap surat dari presiden bisa kita terima hari Senin. Sehingga, Selasa bisa kita umumkan di paripurna bahwa kita telah menerima surat terkait Baiq Nuril," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (12/7/2019).

Menurut Bamsoet, setelah surat itu masuk ke meja pimpinan DPR dan dibacakan di rapat paripurna, rapat Badan Musyarawah (Bamus) akan membahasnya. Setelah itu, surat amnesti itu akan dibahas di Komisi III DPR.

"Segera kita gelar rapat Bamus, memberikan penugasan kepada Komisi III untuk memberikan pertimbangan kepada presiden," ujar Bamsoet.

Di Komisi III, Bamsoet menambahkan, surat pengajuan amnesti itu akan didalami. Hasil pembahasan itu akan dirumuskan dalam bentuk rekomendasi DPR kepada Jokowi soal perlu atau tidaknya amnesti diberikan kepada Baiq Nuril.

Baiq Nuril menaruh harapan besar kepada Presiden Joko Widodo untuk mendapatkan keadilan. Hal itu terlihat dari surat yang ditulis tangan oleh terpidana kasus pelanggaran UU ITE tersebut kepada Jokowi.

Dalam surat yang beredar luas itu, Nuril berharap Jokowi memberikan amnesti kepadanya. Sebab, amnesti merupakan harapan terakhir Nuril setelah upaya Peninjauan kembali (PK) atas vonis yang ia terima ditolak Mahkamah Agung (MA) pada 4 Juli lalu.

MA telah memutuskan Nuril dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan sebab melanggar pasal 27 ayat (1) UU ITE.

Pemidanaan terhadap Baiq Nuril Maknun menuai kritik karena warga Nusa Tenggara Barat (NTB) itu sebenarnya merupakan korban pelecehan seksual secara verbal.

Kronologi kasus Baiq Nuril bermula saat ia merekam percakapan via telepon berisi ucapan tidak senonoh yang disampaikan Muslim. Perekaman itu terjadi saat Nuril masih menjadi staf tata usaha SMAN 7 Mataram dan Muslim menjabat pimpinan di sekolah itu.

Baiq Nuril sempat memberikan rekaman itu ke rekannya, Imam Mudawin. Kemudian, rekaman itu menyebar luas secara acak hingga sampai ke Dinas Pendidikan dan DPRD Mataram. Setelah itu, Muslim menerima sanksi mutasi.

Akan tetapi, Muslim kemudian mengadukan Baiq Nuril ke kepolisian atas tuduhan melanggar pasal 27 ayat (1) UU ITE.

Sebenarnya, di pengadilan tingkat pertama, Baiq Nuril dibebaskan majelis hakim. Namun, vonis dari majelis hakim PN Mataram itu dibatalkan oleh Mahkamah Agung dalam sidang kasasi. Upaya Baiq Nuril mengajukan PK atas putusan sidang kasasi itu ternyata juga ditolak oleh Mahkamah Agung.

Baca juga artikel terkait KASUS BAIQ NURIL atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Hukum
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Addi M Idhom