Menuju konten utama

Kasus Atap SDN Gentong Roboh, Dua Tersangka Tak Paham Konstruksi

Dua orang tersangka ambruknya SDN Gentong 1, Pasuruan tak memiliki basis pengetahuan khusus di bidang konstruksi.

Kasus Atap SDN Gentong Roboh, Dua Tersangka Tak Paham Konstruksi
Anggota tim labfor Polda Jatim melakukan olah TKP kelas yang ambruk di Sekolah Dasar (SD) Negeri Gentong, Kecamatan Gadingrejo, Pasuruan, Jawa Timur, Selasa (5/11/2019). ANTARA FOTO/Umarul Faruq/aww.

tirto.id - Kepolisian Daerah Jawa Timur mengungkapkan, dua tersangka kasus ambruknya atap kelas di SDN Gentong, Kota Pasuruan, berinisial DM dan SE tak memiliki basis pengetahuan khusus di bidang konstruksi.

Seperti diberitakan Antara, Direskrimum Polda Jatim, Kombes Pol Gidion Arif Setiawan mengatakan, DM, yang merupakan kontraktor dan pelaksana proyek dari CV Andalus hanyalah lulusan SMA. Sedangkan, SE yang merupakan mandor proyek dari CV DHL Putra hanya tamatan SMP. Kendati demikian, keduanya sudah menggarap banyak bangunan sejak 2004.

"Jadi, latar belakang yang bersangkutan memang bukan teknik dan tidak memiliki kecakapan khusus," ujarnya.

Dia menjelaskan, proyek yang dikerjakan kedua tersangka hanya renovasi bagian atap untuk empat kelas dan sifatnya swakelola. Anggaran proyek dari renovasi itu berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2012 sebesar lebih dari Rp200 juta.

"Dalam satu paket (DAK) mereka mengerjakan beberapa proyek," ucap Gidion.

Berdasarkan hasil uji laboratorium forensik, semua material bagian atap gedung SDN Gentong diketahui tidak sesuai spesifikasi dan tinggal menunggu waktu saja untuk ambruk. Hasil uji ini kemudian menjadi bukti kelalaian yang disangkakan kepada keduanya.

Gidion menambahkan ketidaksesuaian spesifikasi bangunan yang dikerjakan tersangka cukup mencolok, misalnya pada kolom atau ring balok yang semestinya diisi empat besi berdiameter 12 milimeter, hanya diisi tiga besi, itu pun spesifikasinya kurang dari perencanaan.

“(Yang dipakai tersangka) istilahnya menggunakan besi banci. Kalau berdasarkan hasil uji laboratorium ketemu delapan koma sekian mili diameternya,” katanya.

Begitu pula dengan material pada beton, lanjut dia, tersangka juga mengurangi dari seharusnya yang tertuang dalam kontrak.

Selain itu, pasir yang digunakan oleh tersangka pada beton menggunakan pasir biasa, tidak sesuai dengan perencanaan yang seharusnya menggunakan pasir dari Lumajang.

"Kalau di sini pasir yang terkenal bagus ialah Pasir Lumajang, daya ikatnya cukup bagus," katanya.

Dia menjelaskan, sementara ini penyidik baru menetapkan dua orang sebagai tersangka, namun polisi masih mendalami kemungkinan adanya pihak lain yang harus dimintai pertanggungjawaban.

Keduanya dianggap lalai karena proyek yang dikerjakan tujuh tahun lalu berupa gedung empat kelas di SDN Gentong 1 Pasuruan akhirnya ambruk pada Selasa (5/11/2019). Peristiwa itu membuat dua orang meninggal dunia, yakni siswa kelas 2B, Irza Almira (8) dan guru Sevina Arsy (19).

Tak itu saja, jumlah korban luka akibat peristiwa tersebut mencapai 16 orang.

"Kedua tersangka terjerat Pasal 359 dan 360 ayat (1) yang ancaman hukuman lima tahun penjara," tuturnya.

Dalam KUHP, pasal 359 berbunyi, ““Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”

Sedangkan pasal 360 ayat (1) berisi, “Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”

Baca juga artikel terkait SEKOLAH AMBRUK atau tulisan lainnya dari Antara

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Antara
Penulis: Antara