Menuju konten utama

Kasus Artis VA, Kenapa Polisi Hanya Mengekspose Perempuan?

Dalam kasus VA, polisi juga menangkap R, tapi R tak diekspose dan diperlakukan berbeda dengan VA dan AS yang diumbar identitasnya.

Kasus Artis VA, Kenapa Polisi Hanya Mengekspose Perempuan?
ilustrasi prostitusi online.istockphoto/Getty Images

tirto.id - Pengungkapan kasus prostitusi yang menyeret sejumlah artis masih menunjukan ketidakberimbangan sikap dari kepolisian. Polisi dianggap masih bersikap diskriminatif dengan lebih mengeksploitasi sosok perempuan daripada laki-laki dalam kasus yang berkaitan dengan seksualitas.

Eksploitasi semacam ini pun tampak dalam pengungkapan kasus VA dan AS.

"Lu lihat dan dengar sendiri, kan, gimana perempuan selalu jadi objek pemberitaan yang disudutkan untuk kasus seks. Selagi kita masih menganggap perempuan sebagai objek seksual, maka kasus prostitusi dan pemberitaan yang mendiskriminasi selalu ada," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK), Siti Mazuma kepada reporter Tirto, Senin (7/1/2019).

Zuma, sapaan akrab Siti Mazuma, mengaku heran kenapa polisi tak mengekspose sosok R, pengusaha yang membeli jasa VA. Dalam kasus ini, kata Zuma, R juga sama punya peran seperti VA, tapi nama lengkap VA dan AS pun berulang kali dipaparkan secara lengkap.

Secara tak langsung, kata Zuma, sikap demikian membuat VA dan AS mendapat sanksi moral dari masyarakat, sehingga keduanya harus mengucapkan permintaan maaf selepas diperiksa sebagai saksi.

"Mana itu pengusaha yang sewa jasanya? Mana ada pemberitaan tentang dia. Tidak ada sanksi moral buat dia [penyewa jasa]," kata Zuma.

Pendapat senada dikatakan Komisioner Komnas Perempuan, Magdalena Sitorus. Magdalena juga menyoroti sikap polisi yang dinilainya diskriminatif dan tak melihat kasus ini secara holistik, sehingga kembali menempatkan perempuan sebagai pihak bersalah.

Menurut Magdalena, polisi seharusnya bisa berlaku adil, minimal dengan memberi perlakuan yang sama kepada R, pengusaha yang diduga menggunakan jasa VA.

"Dia [VA] itu penyedia layanan, tapi penggunanya selamat-selamat, aja. Itu, kan, jelas ada diskriminasi. Perempuan saja yang disalahkan, dipajang, mukanya dibuka secara umum. Sedangkan laki-laki atau penggunanya tidak," kata Magdalena kepada reporter Tirto.

Infografik CI Prostitusi Online

Infografik CI Prostitusi Online

Harus Ditangani PPA

Selain mengeksploitasi sosok, Zuma menyoroti lama waktu pemeriksaan terhadap VA dan AS. Keduanya diperiksa lebih lama dibanding R. Tak hanya itu, pemeriksaan terhadap VA dan AS juga tidak dilakukan penyidik dari unit pelayanan perempuan, dan anak (PPA).

"Itu menyangkut perempuan dan anak harusnya otomatis ke PPA. Karena sebagian besar penyidik PPA sudah mendapatkan pelatihan untuk memiliki perspektif perempuan dan anak," kata Zuma.

Terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur Kombes Frans Barung Mangera menyebut lama waktu pemeriksaan terhadap VA dan AS dilakukan karena polisi butuh mengungkap peran masing-masing.

Sementara terkait penyidikan dilakukan penyidik di luar unit PPA, Frans berkata, kasus ini diungkap direktorat cyber crime. Sehingga penyidik yang terlibat berasal dari direktorat yang sama.

Ia pun tak mau berkomentar banyak saat disinggung soal diskriminasi pemeriksaan terhadap VA dan R, pengusaha yang memesan jasa prostitusi kepada tersangka TN dan ES, dua muncikari VA.

"Tanyakan [ke] Komnas perempuan, ya. Saya hanya sampaikan fakta saja," ucapnya singkat kepada reporter Tirto.

Baca juga artikel terkait PROSTITUSI ONLINE atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Hukum
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Mufti Sholih