Menuju konten utama

Karen Agustiawan Menilai Kasus yang Menjeratnya Sudah Diatur

Menurut Karen jaksa penuntut umum terkesan memilah bukti yang diajukan ke persidangan. Salah satunya ialah soal keputusan melakukan pelepasan (withdrawal) participating interest (PI) 10 persen dari Blok BMG.

Karen Agustiawan Menilai Kasus yang Menjeratnya Sudah Diatur
Terdakwa mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan (kiri) mendengarkan keterangan saksi pada sidang lanjutan kasus dugaan korupsi investasi perusahaan di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia Tahun 2009, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, Kamis (14/3/2019). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/foc.

tirto.id - Mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan menilai kasus dugaan korupsi dalam akuisisi Blok Basker Manta Gummy (BMG) di Australia yang menjerat dirinya dan dua mantan pejabat Pertamina lainnya sudah diatur.

"Saya jadi bingung, apakah persidangan ini sudah diset supaya direksi masuk penjara tapi dipilah-pilah juga direksinya hanya Bu Karen dan Pak Fere [Ferederick Siahaan, mantan direktur keuangan Pertamina]," kata Karen selepas persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat pada Kamis (21/3/2019).

Menurutnya, jaksa penuntut umum terkesan memilah bukti yang diajukan ke persidangan. Salah satunya ialah soal keputusan melakukan pelepasan (withdrawal) participating interest (PI) 10 persen dari Blok BMG.

Karen menjelaskan, keputusan itu tidak muncul begitu saja. Rencana pelepasan aset itu berawal dari usulan anak perusahaan Pertamina yang jadi pengelola Blok BMG usai diakuisisi, yakni Pertamina Hulu Energi ke Pertamina.

Direksi kemudian meneruskan usulan itu ke komisaris, setelah itu komisaris meneruskan usulan ke Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Namun, RUPS mempersilakan komisaris untuk memberi persetujuan lantaran nilai akuisisi PI blok BMG hanya 30 juta dolar Amerika Serikat.

"Jadi silakan disetujui saja oleh komisaris tidak perlu ke RUPS," kata Karen.

Kemudian komisaris mengirimkan surat kepada direksi Pertamina. Inti surat itu mengatakan jika pada batas waktu 23 Agustus 2013 proses divestasi gagal, maka pelepasan aset bisa dilakukan.

Namun, Karen mengatakan, yang dijadikan barang bukti oleh jaksa penuntut umum hanyalah surat dari Karen kepada PHE untuk melakukan pelepasan aset.

"Dan apa yang terjadi? Barang bukti yang dimasukkan ke dalam persidangan hanya surat perintah saya ke PHE untuk withdrawal. Jadi prosesnya dari bawah ke atas tidak dijadikan barang bukti," ujarnya.

Bekas Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan didakwa telah memperkaya orang lain atau korporasi dalam upaya investasi di Blok Basker Manta Gummy (BMG).

Hal ini diduga juga telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp568,06 miliar. Perusahaan yang dimaksud adalah PT Roc Oil Company Limited (ROC, Ltd).

Jaksa mengatakan Karen dan kawan-kawan telah memutuskan melakukan investasi PI di Blok BMG tanpa pembahasan dan kajian lebih dulu.

Selain itu Karen dan kawan-kawan juga telah menyetujui PI di Blok BMG tanpa adanya due deligence (uji tuntas) serta tanpa ada analisa risiko dan kemudian ditindaklanjuti dengan penandatanganan Sale Purchase Agreement (SPA) tanpa ada persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina.

Namun ternyata, jumlah minyak mentah yang dihasilkan blok ini jauh di bawah perkiraan. Lebih lanjut, PT ROC akhirnya memutuskan menghentikan produksi di blok BMG pada tahun 2010, hal ini dilakukan karena dirasa tidak ekonomis jika produksi diteruskan.

Hal itu kemudian diduga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp568,06 miliar.

Atas perbuatannya, Karen didakwa telah melanggar pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 ayat 1 huruf b UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 jo pasal 55 ayai 1 ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KASUS KORUPSI PERTAMINA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Nur Hidayah Perwitasari