Menuju konten utama

Kapten Bram Memang Tak Ada Matinya

Sebelum ditangkap pada 23 September 2016, Kapten Bram pernah terlibat dua kejahatan serupa pada 2008 dan 2001.

Kapten Bram Memang Tak Ada Matinya
Abraham Louhenapessy [Foto/scmp.com]

tirto.id - Medio Juni 2006. Kapten Bram menemui Sithamparapillai Santhirababum, seorang earga negara Sri Lanka, di daerah Pasar Baru, Jakarta Pusat. Kepada Kapten Bram, Santhirababum alias Chandra Babu meminta dicarikan kapal untuk membawa orang-orang Sri Lanka menuju Australia. Orang-orang itu adalah imigran yang sudah ditampung Chandra Babu di sebuah tempat di daerah Pasar Baru.

Kapten Bram menyanggupi permintaan tersebut. Ia lantas bertolak ke Lampung untuk mencari kapal bekas untuk membawa para imigran menuju Pulau Christmas, Australia. Guna melancarkan aksi, pada bulan September, Kapten Bram diberi uang Rp150 juta oleh Chandra Babu. Uang diberikan dalam dua tahap. Pertama, Rp60 juta ditransfer ke rekening Bank Mandiri milik Kapten Bram. Sisanya, Rp90 juta diberikan tunai.

“Uang tersebut digunakan oleh terdakwa untuk keperluan mengirim warga negara Sri Lanka yang ada di Indonesia, yang sebagian dimondokkan di daerah Pasar Baru yang membutuhkan kapal untuk diberangkatkan ke Australia,” demikian dokumen persidangan Abraham Louhenapessy alias Kapten Bram yang diperoleh Tirto.

Dokumen persidangan itu menjerat Kapten Bram sebagai sindikat penyelundup manusia. Ia dijerat Undang-Undang No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian.

Proses persiapan penyelundupan dilakukan selama lima bulan. Pada November 2006, Kapten Bram memberangkatkan para imigran melalui pantai Umbul Asem, Bandar Lampung. Guna memperlancar pemberangkatan, Kapten Bram menerima uang Rp275 juta dari Chandra Babu. Uang digunakan untuk pembayaran kapal, termasuk penyediaan logistik para imigran selama perjalanan menuju Australia.

Kapten Bram menugaskan Medi Aryanto untuk membawa para imigran asal Sri Lanka. Medi kemudian mengajak Holik Harja untuk menemaninya mengantarkan para imigran. Holik bertugas sebagai anak buah kapal dalam penyelundupan manusia itu.

Kapal berisi 43 imigran asal Sri Lanka itu meluncur ke Australia. Sayangnya, para imigran ini berhasil ditangkap otoritas Australia dan ditampung di tempat penampungan Nauru, Australia.

Lima saksi warga negara Sri Lanka yang dihadirkan dalam persidangan Kapten Bram mengakui jika penyelundupan memang dijembatani oleh Chandra Babu dan Kapten Bram. Saksi itu adalah Balasingam Vakeesan, Nithiyananthan Tharshan, Kumarasamy Aingaran, Theventhiram Mayuran, dan Ariyartnam Methiyalagam. Mereka mengakui masuk ke Indonesia tanpa melalui dokumen resmi.

“Terdakwa dan saksi Holik Sarja bertemu dengan terdakwa di pinggir Pantai Umbul Asem untuk mengatur pemberangkatan warga negara Sri Lanka sejumlah sekitar 42,” tulis dokumen persidangan.

Jaringan Sindikat di Sri Lanka

Jejak kejahatan Kapten Bram memang sudah tercatat di Indonesia. Kapten Bram menjadi aktor sindikat penyelundupan manusia di Indonesia sejak 2001. Dalam dokumen persidangan, tercatat Kapten Bram sudah menyelundupkan manusia ke Australia berjumlah ratusan orang. Pada 2001, Kapten Bram memberangkatkan 100 warga negara Irak ke Australia.

Pada 2006, pria kelahiran Ambon itu kembali menyelundupkan warga negara Irak ke Australia. Sayang, penyelundupan gagal karena kapal yang digunakan mengalami kerusakan mesin. Mereka kemudian terombang-ambing di lautan.

“Yang ketiga sekitar bulan Januari 2007,” tulis dokumen persidangan Kapten Bram.

Direktur Tidak Pidana Umum Markas Besar Polri, Komisaris Besar Sulistiyono, membenarkan sepak terjang Kapten Bram sebagai pengendali penyelundupan manusia di Indonesia. Menurut catatan Polri, Kapten Bram sudah tiga kali melakukan hal serupa untuk menyelundupkan para imigran dan pencari suaka ke Australia. Kapten Bram, kata Sulistiyono, menjadi pengendali di belakang layar penyelundupan manusia.

“Memang dia gembongnya,” ujar Sulistiyono kepada Tirto di Kantor Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Jalan Merdeka Timur, Rabu pekan lalu.

Pada kasus terbaru, Kapten Bram ditengarai kembali menjadi aktor di balik penyelundupan 65 warga negara Bangladesh, Myanmar, dan Sri Lanka, yang terdampar di Pulau Rote. Sementara Kapten Kapal, Yohanes Humiang, yang membawa para imigran, menyebut Kapten Bram menjadi otak penyelundupan bersama dengan Suresh, seorang warga negara Sri Lanka yang kini masih buron.

“Kita masih memburu satu lagi, kalau tidak salah namanya Suresh. Dia warga negara Sri Lanka,” ujar Sulistyono.

Pada kasus penyelundupan imigran tahun 2008, Kapten Bram bekerja sama dengan Chandra Babu, perekrut para imigran asal Sri Lanka yang ingin masuk ke Australia. Ia bekerja sama dengan Kapten Bram untuk menyediakan akomodasi menuju Australia dengan jalur ilegal.

Dalam dokumen persidangan Chandra Babu pada 2006, para imigran tertarik dengan tawaran Chandra Babu untuk pergi mencari suaka ke Australia. Per kepala, mereka dikenakan biaya $6.000 untuk bisa singgah ke Indonesia. Kepada para imigran, Chandra Babu menjanjikan pekerjaan di negeri Kanguru.

Para imigran gelap itu ditampung di vila-vila kawasan Cisarua, Kabupaten Bogor. Ada 107 warga negara Sri Lanka direkrut Chandra Babu untuk diselundupkan ke Australia. Sebelum diselundupkan, para imigran itu terjaring razia Kantor Imigrasi Kota Bogor. Mereka kemudian dibawa petugas imigrasi ke Rumah Detensi Imigrasi Makassar.

Chandra Babu berhasil ditangkap kepolisian karena menjadi aktor utama penyelundupan manusia ke Australia pada 2008. Ia dijerat Pasal 54b UU 9/1997 tentang Keimigrasian. Dalam vonis persidangan, Chandra dikenai hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp30 juta.

Kembali Beraksi

Setelah menghirup udara bebas dari penjara selama 18 bulan, Kapten Bram kembali melakoni profesinya sebagai penyelundup manusia. Pada 2008, Kapten Bram kembali menyelundupkan manusia melalui pelabuhan Merak Banten. Dalam data Kepolisian, Kapten Bram membawa 254 imigran asal Sri Lanka dan Bangladesh.

Kala itu Kapten Bram membawa para imigran menuju Australia dengan menggunakan Kapal Jaya Lestari V. Namun, saat melintas di perairan anak Gunung Krakatau, kapal ditangkap petugas gabungan TNI Angkatan Laut, Bareskrim Mabes Polri, Kepolisian Australia, Polisi Air Polda Banten, dan petugas imigrasi Merak.

Penangkapan dilakukan atas permintaan Perdana Menteri Australia Kevin Rudd kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sejak dilakukan penangkapan, nasib para imigran terkatung-katung. Pemberitaan soal keberadaan para imigran itu menjadi sorotan internasional. Apalagi keberadaan mereka di perairan Indonesia disebabkan sebelumnya diusir oleh Malaysia.

Keberadaan para imigran ini menjadi masalah baru bagi Indonesia. Dari 254 imigran asal Sri Lanka dan Bangladesh itu, hanya enam orang yang diproses oleh UNHCR. Sisanya bertahan di Pelabuhan Merak dengan mendirikan tenda-tenda dan dibawa ke penampungan imigrasi di Jakarta. Sebagian dari para imigran itu ada yang melarikan diri.

Pada kasus penyelundupan ini, Kapten Bram dijerat dengan pelanggaran maritim, demikian Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Boy Rafly Amar.

Pada 2015, sesuai berkas persidangan, Kapten Bram kembali beraksi: menyelundupkan 65 imigran asal Bangladesh, Sri Lanka, dan Myanmar menuju Selandia Baru melalui Pelabuhan Tegal, Jawa Tengah. Kasus terakhir inilah yang bikin ketegangan diplomatik antara Menlu Retno Marsudi dan pemerintahan Tony Abbott lantaran ada skandal suap oleh otoritas Bea Cukai Australia kepada anak buah kapal jaringan penyelundupan Kapten Bram supaya pergi dari perairan Australia.

Baca juga artikel terkait PENYELUNDUPAN MANUSIA atau tulisan lainnya dari Arbi Sumandoyo

tirto.id - Hukum
Reporter: Arbi Sumandoyo
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Kukuh Bhimo Nugroho