Menuju konten utama

Kans Pertarungan 4 Bakal Cagub di Jabar, Siapa Lebih Unggul?

Di atas kertas, Dedi-Erwan adalah yang terunggul. Namun, Syaikhu-Ilham dengan strategi yang tepat bisa saja meroket.

Kans Pertarungan 4 Bakal Cagub di Jabar, Siapa Lebih Unggul?
Petugas membawa surat suara untuk didistribusikan di GOR STT Mandala, Bandung, Jawa Barat, Kamis (21/6/2018). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

tirto.id - Peta pertarungan politik Pilkada Jawa Barat 2024 semakin menarik lantaran diikuti sejumlah kandidat dengan latar belakang dan pengalaman beragam. Bakal paslon yang pertama mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jabar adalah Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan pada Selasa (27/8/2024). Pasangan Dedi-Erwan diusung oleh empat partai, yakni Gerindra, Demokrat, Golkar, PAN.

Beberapa partai nonparlemen juga ikut mendukung pasangan Dedi-Erwan, di antaranya PSI, PBB, Gelora, Partai Garuda, Perindo, PKN, dan Partai Buruh.

Pasangan kedua adalah Ahmad Syaikhu dan Ilham Habibie (putra sulung Presiden ketiga Indonesia, B.J. Habibie). Mereka mendaftar pada Kamis siang (29/8/2024). Pasangan ini diusung oleh tiga partai, yakni PKS, PPP, dan Nasdem.

Pasangan selanjutnya adalah Acep Adang Ruhiyat dan Gitalis Dwi Natarina atau dikenal Gita KDI. Keduanya merupakan kader internal PKB yang melakukan pendaftaran ke KPU pada Kamis malam (29/8/2024).

Bakal paslon terakhir yang mendaftar ke KPU Jabar adalah Jeje Wiradinata dan artis Ronald Surapradja. Pasangan ini diusung oleh PDIP.

Pertarungan keempat bakal paslon tersebut tentu akan menarik karena Jabar merupakan provinsi dengan daftar pemilih tetap (DTP) terbanyak di Indonesia—mencapai 35 juta orang lebih. Berdasarkan hasil sementara proses pencocokan dan penelitian (coklit) DPT di Jabar, jumlah DPT untuk pilkada mendatang tak berbeda jauh dari DPT Pemilu 2024 kemarin.

Seturut pemberitaan Detik, proses coklit sampai hari ke-24 telah mencapai 99,45 persen atau 35.716.120 pemilih dari total data DP4 sebanyak 35.912.610 pemilih. Sementara itu,total DPT pada Pemilu 2024 kemarin tercatat 35.714.901 pemilih atau lebih sedikit 1.219 pemilih daripada hasil coklit sementara.

Seturut Kompaspedia, berdasar hasil rekapitulasi suara tingkat DPR RI, Partai Golkar menjadi pemenang di Jabar dengan meraih 17 kursi di DPR RI—naik tiga kursi dari Pemilu 2019. Gerindra di posisi kedua dengan 16 kursi, disusul PKB 13 kursi, dan PKS 12 kursi. Sementara itu, PDIP mendapat 11 kursi, Nasdem 8 kursi, PAN 8 kursi, dan Demokrat 6 kursi.

Golkar berhasil meraih suara terbanyak di Jabarsekaligus menggeser dominasi Gerindra yang menjadi pemenang pada Pemilu 2019. Dalam Pilkada 2024 ini, Golkar dan Gerindra berada di bawah Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Dukungan koalisi gemuk ditambah dengan perolehan suara diPemilihan Legislatif (Pileg) 2024 kemarin tentu membuat paslon Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan berada di atas angin.

Siapa yang mungkin akan unggul di Pilkada Jabar sangat mungkin skenarionya adalah koalisi besar [karena] unggul dengan mesin partai yang sangat besar,” ujar analis politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Kunto Adi Wibowo, kepada Tirto, Jumat (30/8/2024).

Hasil Pileg Menentukan Kemenangan Pilkada?

Kunto mengatakan bahwa hasil Pemilu 2024 kemarin, khusunya hasil pileg, sebenarnya tidak begitu menjamin kemenangan dalam pilkada kali ini. Pasalnya, biasanya terdapat selisih antara perolehan suara partai di pileg dan perolehan suara pada pilkada.

Biasanya beda. Jadi, kita bisa andaikan PKS unggul di Depok dan Bekasi atau PKB kuat di Bandung Raya. Karena yang bertarung ini adalah tokoh, biasanya tokoh inilah yang menjadi modal kuat,” jelas Kunto.

Pada Pemilu 2024, Jabar terbagi menjadi 11 daerah pemilihan (dapil) atau sama seperti pemilu sebelumnya. Jumlah kursi di DPR RI yang diperebutkan sebanyak 91 kursi. Jumlah itu meningkat dibandingkan pada Pemilu 2019saat kursi DPR RI yang diperebutkan sebanyak 89 kursi.

Jika melihat Dapil VI yang meliputi Bekasi dan Depok, PKS memang unggul dengan mendulang 538.235 suara. Ia disusul Golkar yang meraih 421.352 suara, lalu Gerindra meraih 268.517 suara, dan PDIP 258.038 suara. Terakhir, ada PKB yang meraih 225.497 suara.

Di Dapil Jabar II (Kabupaten Bandung dan Bandung Barat), terdapat 10 kursi DPR RI yang diperebutkan. Di sini, PKB berhasil meraih suara tertinggi, yakni 517.125 suara. Disusul kemudian Golkar meraih 497.508 suara. PKB dan Golkar berhasil meraih dua kursi di dapil tersebut.

Soal kantong suara partai, ini hanya akan jadi potensi kalau mesin suara partai bergerak. Jadi, teritori penguasaan partai ini tidak mutlak dalam pilkada. Ada banyak cerita menang di pileg dengan koalisi besar, tetapi kemudian di pilkada kalah karena mesin tidak jalan, tokoh tidak terlalu menjual, dan program-programnya lemah,” tutur Kunto.

Dia juga menuturkan bahwa khusus dipilkada kali ini, kemenangan akan sangat erat kaitannya dengan perpaduan program kerja dan visi-misi kandidat. Faktor selanjutnya adalah parpol dan “mesinnya” serta dari tokohnya.

“Menurut saya, perpaduan ini menjadi penting. Kalau berdasarkan faktor itu, siapa yang mungkin akan unggul di Pilkada Jabar sangat mungkin skenarionya adalah koalisi besar unggul dengan mesin partai yang sangat besar,” pungkas Kunto.

Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan Berpotensi Unggul?

Analis sosio-politik dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Musfi Romdoni, mengatakan ada dua kekuatan utama yang perlu dipetakan untuk menaksir potensi kemenangan dalam pilkada. Yang pertama adalah kekuatan elektabilitas dan yang kedua adalah jaringan massa.

Dari sisi elektabilitas, kata Musfi, kandidat terkuat di Jabar sejauh ini adalah Dedi Mulyadi. Namanya sejak awal sudah masuk bursa kandidat Pilkada Jabar dan hanya kalah dari Ridwan Kamil (RK). Namun setelah RK maju di Jakarta, praktis Dedi Mulyadi menjaditop of mind di Pilkada Jabar.

Sedangkan, kekuatan elektabilitas tiga kandidat lainnya justru belum terpetakan. Kekuatan citra personal ketiganya juga belum terlalu kuat. Ini berbeda dengan Dedi Mulyadi yang benar-benar sudah mempersiapkan diri sejak lama.

Secara berkala, Dedi Mulyadi selalu muncul di pemberitaan media, misalnya di kasus Vina Cirebon. Kasus itu menempatkan Dedi sebagai Calon Gubernur yang dibicarakan secara nasional,” jelas Musfi kepada Tirto, Jumat.

Lalu, soal jaringan massa dapat dihitung dari kekuatan partai pengusung dan jejaring personal. Koalisi partai pengusung Dedi adalah pemenang di Jabar dan karenanya dinilai Musfi paling komplet komposisinya.

Ia punya partai nasionalis (Golkar, Gerindra, Demokrat) serta partai religius (PAN) di satu kubu. Ini berbeda dengan tiga paslon lainnya yang hanya didukung oleh satu partai.

Poros nasionalis PDIP akan diredam Golkar dan Gerindra, sedangkan poros religius di PKS dan PKB akan diredam oleh Partai Ummat, PAN, dan Gelora," kata Musfi.

Kalau bicara jejaring personal, lanjut Musfi, Dedi tentu punya jaringan luas di wilayah Pantura, seperti Purwakarta dan Subang.Saingan berat Dedi mungkin adalah Ahmad Syaikhu. Namun secara ketokohan, Syaikhu belum masuk jajaran tokoh yang dibicarakan sebagai pemimpin nasional.

"Di atas kertas, saat ini yang terkuat adalah Dedi Mulyadi," jelas dia.

Kendati demikian, politik tetaplah dinamis. Jika tiga bakal paslon lainnya dapat membuat gebrakan strategi, peta elektabilitas bisa saja berubah. Hal seperti itu misalnya terjadi pada Pilgub Jawa Tengah 2013. Saat itu, Ganjar Pranowo yang popularitasnya hanya 6 persen ternyata dapat mengalahkan Bibit Waluyo yang popularitasnya 77 persen.

"Kita lihat saja tiga bulan ke depan," tutur Musfi.

Sementara itu, analis politik dari Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menilai Dedi Mulyadi secara umum memang lebih kuat dibanding tiga kandidat lainnya. Alasan pertama karena Dedi didukung oleh struktur mayoritas parpol dan punya sebaran suara memadai di sebagian besar kota/kabupaten di Jabar.

Selain itu, ketokohan Dedi juga sudah dikenal pemilih secara merata. Pun bakal cawagubnya dipastikan akan didukung penuh oleh Umuh Muchtar sebagai tokoh Persib.

"Sehingga, gabungan kekuatan ini potensial besar," kata Dedi Kurnia kepada Tirto, Jumat.

Sementara itu, PDIP, kata Dedi Kurnia, terkesan setengah hati mengikuti Pilkada Jabar2024 dengan mengusung duet Jeje-Ronal. Itu adalah pilihan aneh lantaran tokoh PDIP yang paling populer di Jabar sebenarnya adalah Ono Surono. Dalam Pemilu 2024 lalu, Ono bahkan berhasil meraih suara terbesarsekaligus mampu menambah kursi, sedangkan Jeje hanya fokus pada elektabilitas keluarganya.

"Dan Jeje punya sebaran pemilih terbatas, hanya Pangandaran sekitarnya. Ronal sendiri belum cukup kuat wibawa ketokohannya. Ini jelas beban bagi PDIP," katanya.

Tantangan lainnya, kata Dedi Kurnia, bisa muncul dari PKS dan Nasdem. Dari sisi tokoh yang diusung, kedua partai itu terlihat sudah benar-benar mapan. Namun, dalam kondisi maksimum sekalipun, pasangan Ahmad Syaikhu dan Ilham Habibie diperkirakan hanya akan finis di posisi kedua.

"Begitu halnya dengan PKB. Pasangan yang diusung akan tumbang mudah. Sebenarnya, PKB punya kandidat yang cukup populer di Jawa Barat, semisal Cucun Syamsurizal. Tetapi demikian, menghadapi koalisi besar KIM akan berat," pungkas Dedi Kurnia.

Di sisi lain, Kunto Adi mengatakan bahwa seluruh paslon masih memiliki potensi untuk mendapatkan suara besar. Secara kalkulasi, yang berpotensi unggul kemungkinan justru pasangan Syaikhu-Ilham, diikuti pasangan Dedi-Erwan.

"Sehingga, mereka akan berkompetisi ketat," kata Kunto.

Menurut Kunto, PKS besar kemungkinan akan menguasai daerah yang padat penduduk urban dan daerah pendidikan tinggi. Daerah-daerah ini cukup punya basis PKS kuat dan sangat mungkin bisa merayu daerah-daerah lain di Jabar yang punya konsen tentang pendidikan yang besar.

"Ini bisa jadi peluang ceruk suara bagi pasangan Syaiku. Jadi, mereka bisa sangat dominan," kata dia.

Baca juga artikel terkait PILKADA 2024 atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi