Menuju konten utama

Kala Sukarno Ingin Mengangkat Benny Moerdani Jadi Menantu

Meski bekerja di bawah Soeharto, tetapi Benny Moerdani tetap menaruh hormat kepada Sukarno dan keluarganya.

Kala Sukarno Ingin Mengangkat Benny Moerdani Jadi Menantu
Ilustrasi Benny Moerdani dan keluarga Sukarno. tirto.id/Fuadi

tirto.id - Setelah menjalankan tugas dalam Operasi Trikora, Benny Moerdani naik pangkat dari Kapten menjadi Mayor. Pada 19 Februari 1963, bersama Untung alias Kusman, Benny dianugerahi Bintang Sakti oleh Presiden Sukarno di Jakarta.

Untung berasal dari Batalion Infanteri 454 Banteng Raider. Sementara Benny dari Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). Kedua satuan itu merupakan pasukan elite di tubuh Angkatan Darat. Karena berprestasi, kedua perwira ini kemudian tidak jauh dari "radar" Sukarno. Namun akhirnya nasib keduanya sangat berbeda: Benny melesat sementara Untung terpeleset karena G30S.

Di mata Sukarno, Benny seorang pahlawan. Suatu kali, seperti ditulis diungkapkan Benny kepada Angus McIntyre dalam The Indonesian Presidency: The Shift from Personal Toward Constitutional Rule (2005:144), Sukarno pernah mengungkapkan keinginannya untuk punya menantu seperti Benny.

“Sebenarnya, saya ingin anak saya menikah dengan seorang pahlawan. Ya, seperti kamu,” kata Sukarno padanya.

Benny tampaknya bukan perwira pengejar karier lewat jalur perkawinan politik. Prajurit yang jarang tersenyum ini pantang meninggalkan pacarnya yang ia kenal sejak masih berpangkat letnan dua pada 1956. Pacar Benny seorang pramugari kepresidenan bernama Hartini. Mula-mula mereka bertemu di rumah kakaknya Benny.

“Perjumpaan pertama tersebut lambat laun kemudian bisa akrab,” tulis Julius Pour dalam Benny: Tragedi Seorang Loyalis (2007:125).

Pekerjaan keduanya membuat mereka jarang bertemu. Hartini biasa terbang jauh dari Jakarta, sementara Benny kerap harus menghadapi penerbangan penuh risiko sebelum diterjunakn di mana pun tugas meminta. Kala itu, Benny dan Hartini berbeda agama. Perjalanan delapan tahun pacaran mereka tuntaskan pada 12 Desember 1964 di Kantor Catatan Sipil Jakarta.

Menurut laporan Tempo (12/10/2013), Sukarno adalah orang yang menyuruh Benny untuk segera menikah dengan pacarnya. Dan ia juga merayakan resepsi pernikahan mereka di Istana Bogor.

Sukarno menampakkan diri sebagai bapak angkat bagi Benny dan prajurit itu tak memanfaatkan kekuasaannya demi karier pribadi. Benny mislanya hanya pasrah keluar dari RPKAD setelah berseteru dengan para perwira yang lebih senior dari dirinya.

Sukarno terjungkal dari kekuasaannya pada 1967. Presiden pertama Indonesia itu kemudian wafat pada 21 Juni 1970. Beberapa bulan sebelumnya, tepatnya pada 22 Januari 1970, menantu Sukarno yang bernama Letnan Satu (Penerbang) Surindro Supjarso--suami Megawati dan sahabat Guntur--mengalami kecelakaan di Papua dan dinyatakan hilang. Sementara pada tahun itu Benny tengah bertugas di Korea Selatan.

Membela Megawati

Ketika Benny menjadi Panglima ABRI merangkap Panglima Kopkamtib, seperti dicatat Salim Said dalam Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto (2016), ia membiarkan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) berkampanye di Jakarta secara besar-besaran hingga ibu kota dipenuhi warna merah. Padahal waktu itu Presiden daripada Soeharto tentu saja menghendaki Golkar yang menguasai Jakarta secara penuh seluruh.

PDI dan Megawati memang dibuat tak berdaya oleh Soeharto. Dan dalam kondisi seperti itu Benny bukannya membuat senang Soeahrto sebagai atasannya, melainkan justru hendak membantu Megawati. Seperti dicatat Jusuf Wanandi dalam Shades of Grey: A Political Memoir of Modern Indonesia, 1965-1998 (2012), Benny telah menyuruh dua perwira baret merah yang jadi pejabat militer di Jakarta, yakni Brigadir Jenderal Agum Gumelar dan Mayor Jenderal AM Hendropriyono untuk membantu Megawati.

Infografik Benny Moerdani dan Keluarga Sukarno

Infografik Benny Moerdani dan Keluarga Sukarno. tirto.id/Fuadi

“Kita harus melindungi Megawati. Kita tidak boleh membiarkannya terjungkal. Aku tahu orang tua itu (Soeharto) ingin menyingkirkannya tapi itu tidak adil,” kata Benny kepada kedua jenderal tersebut.

Salim Said juga mencatat cerita yang dituturkan Jenderal Marinir Nono Sampono yang pernah menjadi staf Benny. Menurut Nono, Benny memang sangat mendukung Megawati sebagai Ketua Umum PDI. Seingat Nono, Benny pernah bilang, “Kalau tidak sekarang, nanti dia (Megawati) terlalu tua untuk menjadi presiden.”

Benny dengan caranya sediri tampaknya menjadi saudara angkat yang baik bagi Megawati. Apalagi di masa itu Benny sudah mulai dijauhi Soeharto karena mengkritik bisnis anak-anaknya.

Salim Said menambahkan bahwa saat itu itu Golkar agak sulit untuk dekat dengan ABRI. Pada Pemilu 1992 tercatat sebanyak 40 purnawirawan ABRI berpangkat kolonel ke atas bergabung dengan PDI. Lalu setahun kemudian Benny benar-benar tersingkir dari lingkaran kekuasaan Soeharto dengan tidak lagi terpilih sebagai menteri.

Tersingkirnya Benny dari lingkaran Soeharto membuat sejumlah jenderal yang semula kurang mujur justru naik daun. Sebagian dari mereka kemudian kembali mendekatkan ABRI dengan Golkar meski sejumlah jenderal lainnya menentang langkah tersebut.

Baca juga artikel terkait BENNY MOERDANI atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Humaniora
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Irfan Teguh