tirto.id - Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) menilai masuknya sejumlah besar sampah plastik ilegal ke Indonesia merupakan buntut dari pengetatan importasi sampah plastik negara Tiongkok.
Akibatnya, sejumlah negara seperti Amerika Serikat hingga Inggris mau tidak mau harus mencari alternatif negara di kawasan ASEAN.
Anggota AZWI dari Balifokus, Yuyun Ismawati menyebutkan kebijakan Tiongkok ini memang cukup ampuh lantaran membatasi sampah plastik yang masuk dengan kualitas yang benar-benar bersih.
Berdasar temuan AZWI, sampah plastik yang dikirim dari negara AS dan lainnya kerap kali merupakan sampah yang tidak bisa didaur ulang dan sekali pakai. Tepatnya sampah plastik dengan kontaminan di bawah 0,5 persen.
Ia mencontohkan, bila sebuah sampah plastik dikirim berupa botol plastik, maka agar dapat masuk Tiongkok, botol itu harus dilucuti sampai benar-benar tersisa badan botolnya saja.
"Yang terjadi saat ini Cina mengumumkan hanya terima sampah plastik yang kontaminannya maksimal 0,5 persen. Efeknya di AS sampai Inggris dari kirim ke Cina jadi lebih banyak kirim ke Malaysia dan Indonesia," ucap Yuyun dalam konferensi pers di Eksekutif Nasional Walhi melalui teleconference, Selasa (25/6/2019).
Menurut data Bea Cukai Inggris pada 2017-2018, ekspor plastik dari negara itu meningkat ke Indonesia dan Malaysia.
Hal ini, lanjut dia, terjadi dengan kebijakan Tiongkok yang menerapkan pengetatan sampah plastik impor dan berakibat penurunan tajam pada volume plastik.
Lalu tren ekspor sampah atau limbah plastik dari AS ke Indonesia juga tercatat mengalami peningkatan dari sekitar 72 ribu ton menjadi 320 ribu ton pada tahun 2018.
Hal ini tercatat oleh Biro Sensus Amerika Serikat (US Sensus Bureau) usai Cina memberlakukan pengetatan ekspor sampah plastik.
"Ada statistik terakhir. Jumlah sampah plastik ayng diimpor Indonesia mencapai 400 ribu ton plastik. Tapi Indonesia hanya mengakui 320 ribu ton saja," ucap Yuyun.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali