Menuju konten utama

Jubir KY Keberatan dengan Pertanyaan Polisi yang Tidak Relevan

“Saya anggap pertanyaan yang tidak relevan, saya tidak jawab,” kata Farid Wajdi.

Jubir KY Keberatan dengan Pertanyaan Polisi yang Tidak Relevan
Juru bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi. FOTO/bengkulu.antaranews.com

tirto.id - Juru Bicara Komisi Yudisial, Farid Wajdi mengaku tidak bisa menjawab semua pertanyaan dari Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya saat diperiksa sebagai saksi. Farid mengaku hanya menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan tugas dan fungsinya sebagai jubir.

“Saya bukan menolak pertanyaan, tapi keberatan. Saya hanya boleh menyatakan keberatan jika menyangkut pelaksanaan tugas dan fungsi yang bersifat teknis,” kata dia di Polda Metro Jaya, Rabu (5/12/2018).

Salah satu contoh pertanyaan yang tidak bisa ia jawab adalah berkaitan dengan investigasi internal KY perihal kasus ini. “Saya anggap pertanyaan yang tidak relevan, saya tidak jawab,” ungkap dia.

Investigasi internal yang dimaksud ialah soal pernyataannya di Harian Kompas terbitan 12 September 2018 yang berjudul ‘Hakim di Daerah Keluhan Iuran’ dinilai mencemarkan nama baik Persatuan Tenis Warga Pengadilan (PTWP).

Segala pertanyaan yang berkaitan dengan dirinya, kata Farid, akan ditanggapi oleh kuasa hukum. Sedangkan yang berkaitan dengan kebijakan KY, ia serahkan ke instansi tempat ia bekerja, termasuk perihal investigasi internal.

Kasus ini berawal dari pernyataan Farid saat menjadi narasumber di Harian Kompas. Saat itu, Farid menyebutkan setiap pengadilan tingkat banding dipungut Rp150 juta untuk penyelenggaraan tenis warga pengadilan di Denpasar Bali.

Alhasil, Farid pun dilaporkan oleh 64 hakim agung ke Polda Metro Jaya. Laporan mereka tercantum dalam LP/4965/IX/2018/PMJ/Dit.Reskrimum.

Lantas, Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya memanggil Farid sebagai saksi dugaan tindak pidana pencemaran nama baik.

Kuasa Hukum Farid Wajdi, Mahmud Irsad Lubis mengatakan, pelaporan terhadap kliennya dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi Medan Cicut Sutiarso dan Hakim Agung Syamsul Maarif.

“Mereka mewakili Persatuan Tenis Warga Pengadilan (PTWP), bukan Mahkamah Agung,” kata dia di Polda Metro Jaya, Rabu (28/11/2018).

Mahmud menuturkan pelaporan tersebut dilakukan karena Cicut Sutiarso membantah adanya purnabakti hakim tinggi dan pungutan-pungutan yang dilakukan terhadap kunjungan MA.

Baca juga artikel terkait KASUS PENCEMARAN NAMA BAIK atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Alexander Haryanto