tirto.id - Kuasa Hukum Farid Wajdi, Denny Ardiansyah Lubis menyatakan keberatan jika kasus dugaan tindak pidana penistaan dan pencemaran nama baik melalui pemberitaan oleh kliennya dibawa ke ranah hukum pidana umum.
“Kami keberatan sebab yang dilakukan Farid selaku Juru Bicara Komisi Yudisial ialah dalam rangka menjalankan ketentuan undang-undang dan perkara ini merupakan sengketa pers,” kata dia di Polda Metro Jaya, Rabu (28/11/2018).
Mahmud membawa bukti surat dari Dewan Pers bernomor 551/DP/K/X/2018 bertanggal 23 Oktober 2018, yang ditandatangani oleh Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo.
Surat tersebut menyatakan, pernyataan Farid sebagai narasumber di Harian Kompas terbitan 12 September 2018, di halaman 11, kolom 6-7 itu merupakan pernyataan Juru Bicara Komisi Yudisial yang sedang menjalankan tugas dan fungsinya serta menjadi narasumber.
Dalam surat itu juga dinyatakan, berita berjudul ‘Hakim di Daerah Keluhkan Iuran’ itu merupakan tanggung jawab media yang mewawancarai dan memuatnya. Jika ada yang dirugikan dalam pemberitaan itu, seharusnya mereka memberikan bantahan ataupun hak jawab kepada redaksi, bukan menuntut narasumber secara hukum.
“Beliau menjalankan tugas sebagai seorang komisioner ataupun anggota KY yang dilindungi oleh undang-undang, Pasal 50 KUHP menyebutkan 'Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan undang-undang tidak dapat dipidanakan’,” jelas Denny.
Tim kuasa hukum Farid pun siap menempuh jalur mekanisme sengketa pers dalam kasus ini. “Kami siap menempuh mekanisme pers,” kata Denny.
Dalam kasus ini, 64 hakim agung melaporkan Farid ke Polda Metro Jaya pada 17 September. Sebab, KY menyebut, setiap pengadilan tingkat banding dipungut biaya Rp150 juta untuk menyelenggarakan lomba tenis warga pengadilan di Denpasar, Bali. Laporan mereka tercantum dalam LP/4965/IX/2018/PMJ/Dit.Reskrimum.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Alexander Haryanto