Menuju konten utama

Jose Antonio Reyes: Terlempar dari Inggris, Dicintai di Spanyol

José Antonio Reyes sempat meniti karier di EPL. Namun begitu mantan penggawa Timnas Spanyol itu tetap pahlawan yang begitu dicintai klub lamanya, Sevilla.

Jose Antonio Reyes: Terlempar dari Inggris, Dicintai di Spanyol
Pemain Sevilla José Antonio Reyes mengontrol bola selama pertandingan Grup G Liga Europa antara Feyenoord dan Sevilla di Stadion De Kuip di Rotterdam, Belanda, Kamis, 27 November 2014. Peter Dejong/AP

tirto.id - Sebelum kickoff, final Liga Champions antara Tottenham vs Liverpool di Stadion Wanda Metropolitano, Madrid, Ahad (2/6/2019) dini hari tadi sempat diiringi momen mengheningkan cipta. Penghormatan diberikan untuk pesepakbola asal Spanyol, José Antonio Reyes, yang meninggal beberapa jam sebelumnya.

Atlet berusia 35 tahun ini tewas kecelakaan dalam perjalanan pulang dari lokasi latihan di sekitar Seville. Mobil Mercedes yang ditumpangi dia dan dua sepupunya, Juan Manuel Calderon dan Jonathan Reyes, melaju kencang sampai 120 mil per jam sebelum melewati pembatas jalan dan terbakar.

Kabar meninggalnya Reyes sempat simpang siur hingga sekitar pukul 18.00 waktu Indonesia, akun media sosial resmi klub asal Spanyol, Sevilla mengkonfirmasi berita tersebut.

Reyes meninggalkan tiga orang anak, José Antonio Junior (11), Noelia (5), Triana (2) serta istri Noelia López. Namun, jelas bukan mereka saja yang berkabung.

Cesc Fàbregas, mantan penggawa Arsenal dan Chelsea yang juga rekan satu negara Reyes, juga terpukul atas kepergian seniornya tersebut. Di media sosial, Fàbregas mengaku berutang budi banyak ke mendiang.

"Saya tidak akan melupakan saat-saat ketika kamu [Reyes] dan keluargamu menjamu saya dengan ramah di Inggris, di tahun pertama, saat masih berusia 16 tahun. Saya tidak akan melupakanmu, kami tidak akan pernah melupakanmu," ungkap Fabregas.

Fàbregas dan Reyes memang pernah jadi rekan satu tim di Arsenal. Reyes tiba di London lebih dulu ketimbang Cesc. Di bawah asuhan Arsène Wenger, dia punya andil besar bagi prestasi-prestasi Arsenal, termasuk rekor tak terkalahkan sebagai juara Liga Inggris 2003, serta mencapai final Liga Champions 2005/2006.

Namun jejak karier Reyes tak cuma membekas bagi warga London dan pendukung Arsenal.

Karier Naik Turun

Lahir di Utera, Seville, pada 1 September 1983, Reyes mengawali kariernya di usia dini. Saat masih 10 tahun dia sudah bergabung dengan akademi Sevilla. Tahun 1999, saat usianya 16, Reyes diberi kesempatan untuk melakoni debut bersama skuat utama Sevilla, tepatnya saat menghadapi Real Zaragoza. Pada tahun yang sama, dia juga dipanggil untuk memperkuat Timnas Spanyol U-17.

Di era itu, salah satu daya tawar Reyes adalah versatilitasnya. Dia mampu bermain sebagai gelandang tengah, gelandang sayap, atau pemain nomor 10. Torehannya pun terbilang mencengangkan untuk seorang pemain muda: sampai musim 2004, dari 86 penampilan bersama Sevilla, dia mengemas 25 gol.

Rapor tersebut mengundang minat klub dari berbagai belahan dunia. Arsène Wenger, pelatih Arsenal yang saat itu kecanduan berinvestasi terhadap pemain muda, jadi sosok yang paling penasaran. Namun, juru taktik asal Perancis itu butuh waktu lama untuk membulatkan komitmen merekrut Reyes. Dia sampai 40 kali mengirim pemandu bakat hingga pada bursa transfer Januari 2004, Reyes akhirnya menandatangani kontrak senilai 10,5 juta euro bersama Meriam London.

Karier Reyes di Inggris tidak langsung berjalan mulus. Usai melakoni debut melawan Manchester City pada 1 Februari 2004, dua hari berikutnya Reyes mencetak gol bunuh diri ketika Arsenal bersua Middlesbrough di Piala Liga.

Namun Reyes segera bangkit. Pada bulan yang sama dia membayar lunas kesalahan itu dengan mencetak dua gol ke gawang Chelsea di Piala FA. Tidak cuma menentukan kemenangan 2-1 Arsenal, gol Reyes membuktikan kalau Arsenal bisa terlepas dari ketergantungan terhadap Thierry Henry. Pada laga itu Henry absen dan sejak awal peluang Arsenal menang diragukan karena alasan tersebut.

"Tanpa Henry, bukan masalah. Pertandingan tersebut membuktikan betapa jauh perbedaan kualitas antara Chelsea dan Arsenal," tulis media setempat, BBC dalam headline­­-nya pada 15 Februari 2004.

Sejak gol itu, Reyes mulai sering jadi salah satu andalan Wenger. Dia turut menentukan keberhasilan Meriam London menjuarai Premier League 2003/2004. Pencapaian itu bahkan bikin Reyes jadi pemain Spanyol pertama (sepanjang sejarah) yang bisa meraih gelar Premier League.

Pada musim berikutnya Reyes tampil dalam 45 laga dengan mengemas 12 gol serta 12 asis. Musim selanjutnya lagi, Reyes--yang tampil 44 kali--mengantarkan Arsenal lolos ke final Liga Champions sebelum takluk 2-1 dari Barcelona. Namun, torehan gol dan kontribusinya anjlok.

Akhirnya, di penghujung musim yang sama, Reyes memutuskan berganti kostum. Penurunan performa, masalah kebugaran, ketidakbetahan berada di London hingga kendalanya dalam menguasai bahasa Inggris bikin Reyes terpinggirkan.

Dia akhirnya jadi pemain pinjaman di Real Madrid pada musim 2006/2007. Hasilnya tak begitu manis. Meski membantu Los Blancos juara La Liga, Reyes cuma main dalam 30 laga dan hanya menyumbang enam gol.

Arsenal pun tak menampungnya lagi. Reyes kemudian memutuskan berlabuh ke Atlético Madrid. Kepindahan ini sempat diwarnai kontroversi karena di musim sebelumnya Reyes adalah penggawa rival sekota Atlético, Real Madrid.

“Beberapa suporter barangkali hanya melihat masa lalu bahwa saya pernah bermain untuk Real Madrid. Tapi seharusnya tak perlu disangkal bahwa bagian terbesar dari sepakbola adalah bagaimana Anda beraksi di atas lapangan,” ujar Reyes kepada Evening Standard, menanggapi kontroversi tersebut.

Reyes akhirnya membayar lunas keraguan suporter Atlético dengan prestasi. Di sana, meski diplot tampil sedikit ke belakang, kariernya tak begitu buruk. Reyes tampil dalam 104 pertandingan, meski sempat pula semusim dipinjamkan ke Benfica.

Untuk Atletico dan Benfica, Reyes menyumbang gelar yang tidak sedikit, mulai dari Liga Eropa (dua kali), Piala Super Eropa, Piala Intertoto, dan Liga Portugal.

Awal musim 2012/2013, di usia yang tidak lagi muda (29 tahun), Reyes memutuskan balik ke klub lama, Sevilla. Di bawah asuhan Unai Emery hingga musim 2015/2016, dia tampil dalam 109 pertandingan dan menyumbang tiga gelar Liga Eropa.

Reyes akhirnya berpisah dengan Sevilla saat usianya 33 tahun. Dia sempat memperkuat Espanyol, Cordoba, dan klub asal Cina Xinjiang Tianshan Leopard. Awal musim ini, dia hengkang ke klub divisi dua Spanyol, Extremadura, hingga meregang nyawa dalam kecelakaan Sabtu (1/6/2019) waktu setempat.

Dicintai di Sevilla

Reyes memang hanya tiga musim bermain di Inggris, namun reputasinya tidak sembarangan. Bek legendaris Manchester United, Garry Neville bahkan menyebut Reyes sebagai salah satu rival berat tiap kali klubnya berjumpa dengan Arsenal.

Neville tahu kalau secara skill individu dia kalah jauh dibanding Reyes. Akibatnya, ketika berhadapan satu lawan satu, Neville selalu memakai psywar sebagai senjata andalan untuk meredam rivalnya itu.

“Saya tahu bahwa [ketika berduel dengan Reyes] saya harus bermain fisik agar dia tidak percaya diri. Jika ada tanda tanya besar terhadapnya, itu hanya sikap tempramennya. Saya selalu diberi tugas untuk menyerang titik lemah itu,” aku Neville dalam autobiografinya.

Namun, justru di Inggris pula Reyes tidak mendapat banyak dukungan. Kegagalannya beradaptasi dengan lingkungan Inggris jadi salah satu sebab. Lalu, di Arsenal dia kian terisolasi karena hujan kritik atas performa di musim terakhir yang tak sesuai ekspektasi.

Mantan pelatih Reyes di Spanyol, Luis Aragonés, sempat berang dengan kondisi tersebut. Suatu ketika, dia memberi dukungan untuk Reyes dengan menyebut anak asuhnya tersebut bisa bermain lebih baik ketimbang Thiery Henry, salah satu bintang utama Arsenal saat itu.

“Katakan kepada pemain hitam itu [Henry] bahwa kamu lebih baik darinya,” ucap Aragones kepada Reyes dalam salah satu sesi latihan Timnas Spanyol, seperti dilansir The Guardian.

Karena penggunaan kata 'hitam' yang tak sesuai konteks, suporter Arsenal dan Henry justru menyikapi kritik tersebut sebagai sentimen rasis. Akibatnya, alih-alih mendapat simpati, Reyes yang saat itu membela Aragones mati-matian justru semakin dibenci. Saat dia meninggalkan London pada penghujung musim 2005/2006, tak banyak pihak yang merasa kehilangan.

Beruntung, di Spanyol Reyes mendapat apresiasi yang jauh lebih baik. Suporter-suporter di negeri Matador, khususnya para pendukung Sevilla, begitu mencintai Reyes. Saking suportifnya, para suporter Sevilla bahkan berkali-kali melakukan aksi protes ketika Reyes dijual ke Arsenal, begitu pula saat dia pergi dari Stadio Ramon Sanchez Pizjuan pada periode keduanya.

“Hanya dalam hitungan jam, para suporter Sevilla memenuhi pintu stadion dan meneriakkan ‘Reyes jangan pergi, kami mencintaimu’. Bahkan saat mobil kami akan meninggalkan Sevilla, orang-orang melompat dan berupaya menghentikan kami,” kenang mantan Vice-Chairman Arsenal, David Dein saat menjemput Reyes ke Sevilla dalam proses kepindahan ke Arsenal 15 tahun lalu.

Teriakan dan duka tak kalah dalam barangkali ada di benak para suporter Sevilla saat tahu Reyes meninggal sore kemarin. Namun, tidak seperti 15 tahun lalu, kali ini Reyes jelas tak akan pernah kembali.

Baca juga artikel terkait SEPAKBOLA EROPA atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Rio Apinino