tirto.id - Suasana panik segera menyerap saat bunyi sirene ambulan masuk ke Enfield, pusat latihan klub Tottenham Hotspurs pada pukul 11.30, Selasa lalu (18/4). Pelatih tim muda (U-23) Spurs, Ugo Ehiogu roboh begitu saja saat memimpin anak asuhnya menjalani latihan rutin.
Mauricio Pochettino, asisten pelatih Jesus Perez, dan Kepala Pengembangan Klub John McDermott segera berjalan—sedikit berlari—mendekat ke lapangan latihan. Ketiganya mencoba memeriksa apa yang sedang dialami Ehiogu. Mereka tidak percaya, mantan bek timnas Inggris ini, sedang berada dalam pertarungan hidup-mati.
Selang tak berapa lama, paramedis langsung memberi perawatan darurat. Ehiogu didiagnosa mendapat serangan jantung. Pria 44 tahun itu pun langsung dibawa ke rumah sakit 20 menit kemudian untuk perawatan lebih lanjut.
Suasana mencekam, mimik muka serius, semua tergambar dari wajah anggota tim. Tak sampai beberapa menit, muncul pernyataan dari McDermott, “Kami dapat memastikan bahwa Ugo Ehiogu saat ini berada di rumah sakit setelah terkapar di pusat latihan kami hari ini (18/4). Pelatih tim usia muda kami menerima perawatan segera langsung di tempat dari staf medis kami sebelum dipindahkan ke rumah sakit dengan ambulans. Semua orang di klub mengirimkan harapan terbaik mereka kepada Ugo dan keluarganya.”
Sayangnya, harapan seluruh keluarga Spurs tidak terkabul. Jumat (21/4) Ehiogu menghembuskan napas terakhirnya di rumah sakit. McDermott pun tidak bisa menyembunyikan kesedihan mendalam yang dialami oleh seluruh anggota keluarga Spurs. Terutama karena ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana Ehiogu berada pada detik-detik kritisnya.
“Kata-kata tidak bisa mengungkapkan keterkejutan dan kesedihan yang kami semua rasakan di klub,” kata McDermott, “Keberadaan Ugo tidak tergantikan. Duka yang mendalam kami tujukan kepada istrinya, Gemma, dan keluarga.”
“Gemma secara khusus meminta agar keluarga diberi privasi pada saat yang sulit ini. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua tim medis, termasuk yang berada di Rumah Sakit North Middlesex University, Rumah Sakit Royal Brompton, dan Rumah Sakit Harefield atas perawatan dan usaha mereka."
Ehiogu adalah mantan pemain bertahan Aston Villa yang sempat berlaga saat timnya dikalahkan Chelsea di ajang Piala FA 2000. Kariernya sebagai pemain memang tidak begitu mentereng, hanya saja ia pernah membantu pelatih Inggris, Sven Goran-Eriksson pada 2001, dengan satu-satu golnya untuk timnas pada kemenangan pertandingan persahabatan 3-0 melawan Spanyol.
Bermain untuk Middlesbrough, sempat menjalani karier bersama Leeds United, sebelum akhirnya berkarier di Liga Skotladia bersama Glasgow Rangers dan Sheffield United, Ehiogu pensiun sebagai pesepakbola pada tahun 2009. Ia kemudian melanjutkan kariernya sebagai pelatih. Bersama Tottenham selama tiga musim terakhir, Ehiogu dipercaya melatih tim muda untuk menerbitkan pemain-pemain seperti Harry Keane di masa depan.
Ancaman Maut di Sepakbola
Kasus kematian Ehiogu tentu saja mengingatkan publik akan beragam kasus kematian akibat serangan jantung di lapangan hijau. Lagi-lagi Spurs adalah saksi saat pemain Bolton Wanderers, Fabriace Muamba, mendadak roboh saat bermain di White Hart Line pada pertandingan Piala FA, 25 Maret 2012.
Seluruh stadion langsung senyap di menit ke-43. Merunut dari laporan The Guardian, jantung Muamba saat itu berhenti berdetak selama 78 menit. Para staf medis meringkuk di sekelilingnya mencoba memberi penyelamatan pertama.
Wartawan di lapangan, Amy Lawrence menceritakan kesaksiannya saat melihat Muamba “jatuh seperti batang pohon. Dia tidak menggunakan tangannya untuk menahan jatuh.”
Adalah Rafael Van der Vaart, pemain Spurs saat itu, yang menjadi orang pertama menyadari ada pertarungan hidup-mati di lapangan. Van der Vaart dengan isyarat panik segera meminta tim medis masuk ke lapangan.
Pada menit-menit pertama korban serangan jantung inilah waktu-waktu paling krusial. Setiap menit yang hilang, menjadi pertaruhan semakin membesarnya kemungkinan kematian. Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) atau Resusitasi Jantung Paru adalah usaha pertama yang dianjurkan. Bahkan kalau perlu sampai pada tindakan ekstrem—bisa mematahkan tulang rusuk. Hal ini dilakukan semata-mata untuk menjaga aliran oksigen mengalir secara artifisal dari jantung. Jika dilakukan dengan benar, setidaknya kemungkinan bertahan hidup bisa naik sampai 10%.
Beruntung pada kasus Muamba, nyawanya bisa diselamatkan. Hal ini karena Muamba langsung diberi oksigen dan penanganan CPR profesional. Pada titik ini, tindakan CPR adalah hal utama, walaupun pemberian oksigen juga berjasa sangat besar membantu menyelamatkan nyawa Muamba. Pada akhirnya, tanggal 15 Agustus 2012, pemain Inggris kelahiran Ziare ini memutuskan pensiun dari sepak bola setelah mendapat rekomendasi dari tim medisnya.
Apa yang dialami Muamba maupun Ehiogu memang masuk dalam kategori serangan jantung. Dalam bahasa medis sering disebut “cardiac arrest” pada beberapa kasus pemain sepak bola. Serangan tiba-tiba dan tanpa peringatan atau gejala lebih dulu. Secara sederhana serangan ini merupakan munculnya malfungsi aliran listrik di jantung yang menyebabkan denyut jantung berdetak tidak beraturan.
Hal yang kemudian menyebabkan jantung tidak dapat memompa darah yang membawa oksigen ke otak. Pada tahap berikutnya, jika sampai otak kehilangan fungsinya karena kekurangan oksigen, maka kematian pun menanti.
Masalahnya “cardiac arrest” sering tidak bisa didiagnosa sebelumnya. Terjadi begitu cepat pada seseorang dengan keadaan yang sepertinya bugar sehingga membuat penanganan medis sering kali terlambat. Hanya saja, sejak kasus retak tulang tengkorak Petr Cech pada 2006 silam, penanganan medis di pertandingan saat ini—terutama di Inggris—cenderung sudah berubah lebih baik.
"Masalah medis dan penanganannya telah berubah menjadi lebih baik," kata Cech mengomentari jantung Muamba yang sempat berhenti selama lebih dari satu jam, "Terkadang hanya butuh beberapa detik untuk menyelamatkan keseluruhan kehidupan seseorang."
Beberapa detik yang dimaksud Cech inilah yang benar-benar mampu dimanfaatkan Gabi Fernandez saat menyelamatkan nyawa rekan setimnya, Fernando Torres awal Maret 2017 lalu. Berlaga di Riazor, kandang Deportivo La Coruna, Torres bertabrakan dalam duel udara dengan Alex Begantinos pada menit ke-85. Ia jatuh dalam keadaan kepala yang mendarat terlebih dahulu. Segera saja Torres mengalami kejang-kejang karena mengalami gegar otak.
Beruntung, Gabi langsung bergerak cepat mencoba membuka mulut Torres untuk mencegahnya menggigit lidah dan membuatkan jalur pernapasan. Tindakan Gabi kemudian mendapat pujian dari banyak pihak, terutama dari Dokter Tim Deportivo yang menilai bahwa tindakan Gabi telah menyelamatkan nyawa seseorang.
“Gabi bahkan terkena gigitan saat mencoba membuka mulut Fernando (Torres),” kata Dr. Carlos Larino, tim dokter Deportivo.
Sayangnya, saat peristiwa naas yang menyerang Ehiogu di tempat latihan Spurs, tidak banyak anggota Spurs yang langsung menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Bisa jadi karena kejadiannya tidak sedang dalam pertandingan, sehingga tim medis tidak dalam keadaan begitu siap.
Serangan jantung yang mengakibatkan kematian dialami Marc Viven Foe pada laga Piala Konfederasi 2003, Antonio Puerta pada laga Sevilla melawan Getafe 28 Agustus 2007, sampai pemain Indonesia Eri Irianto, yang meninggal saat melawan PSIM Yogyakarta di Stadion Gelora 10 November pada 3 April 2000. Jadwal pertandingan yang semakin menggila karena kepentingan sponsor dan hak siar sempat dituding sebagai biang keladi.
Jadwal pertandingan yang akhirnya memaksa pemain untuk terus ditekan fisiknya sampai pada batas di luar kemampuan pemain. Bahkan sampai pada tahap tidak disadari oleh tim medis dan pemain yang bersangkutan. Muamba adalah contoh yang paling beruntung karena berhasil diselamatkan. Dan bagi Ehiogu, peristiwa tragis yang menyerangnya adalah contoh baru bagaimana “cardiac arrest” ternyata juga bisa menyerang seorang pelatih di pinggir lapangan.
“Saya kehilangan banyak bagian dari sepak bola,” kata Ehiogu pada Skysports 2010 silam saat berbicara mengenai keputusannya pensiun dari pemain sepak bola, “tapi saya cukup beruntung karena bisa bermain selama 20 tahun dengan cukup latihan, bermain, dan disiplin. Hal-hal itu telah memakan korban, sekarang pikiran maupun tubuh saya siap untuk istirahat.”
Dan tepat tujuh tahun kemudian, Ehiogu benar-benar beristirahat untuk selama-lamanya. Tidak hanya dari hiruk pikuk sepak bola, tapi juga dunia. Meninggalkan Gemma, istrinya, dan anaknya di London Utara.
Penulis: Ahmad Khadafi
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti