tirto.id - Presiden Joko Widodo kembali menyinggung soal kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) dalam mensubsidi bahan bakar minyak (BBM) dan energi lainnya. Ia pun sempat menanyakan kepada publik tentang kemungkinan harga BBM naik, tetapi ditolak masyarakat.
Saat mengisi acara Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-29 di Kota Medan, Sumatera Utara, Kamis (7/7/2022), Jokowi menyinggung soal permasalahan harga minyak. Ia mengatakan, harga minyak dulu hanya 60 dolar AS per barrel, sementara saat ini harga minyak sudah tembus 110 hingga 120 dolar AS per barrel.
Meskipun ada kenaikan harga minyak dunia, kata Jokowi, pemerintah tetap menjaga harga pertalite di 7.650 per liter. Dengan demikian, pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) yang menanggung selisih harga sesuai keekonomian.
Jokowi juga membandingkan harga BBM Indonesia berbeda jauh dengan negara lain seperti Jerman dan Singapura yang tembus Rp31 ribu per liter. Ia pun sempat menyoalkan aksi tepuk tangan masyarakat karena Indonesia mensubsidi BBM.
“Jangan tepuk tangan dulu. Ini kita masih kuat dan kita berdoa supaya APBN tetap masih kuat memberi subsidi. Kalau sudah tidak kuat, mau gimana lagi?" kata Jokowi.
Jokowi lantas menanyakan kepada peserta Harganas 2022 tentang kemungkinan harga BBM naik. “Kalau BBM naik ada yang setuju?" tanya Jokowi di hadapan peserta yang jadir.
“Nggak!" jawab peserta acara secara kompak.
“Pasti semua akan ngomong tidak setuju,” ujar Jokowi menimpali.
Meskipun sepakat tidak ada kenaikan harga BBM, Jokowi mengingatkan bahwa Indonesia masih mengimpor BBM hingga 1,5 juta barel. Ia mengingatkan pemerintah harus mengeluarkan biaya sehingga perlu ada pembiayaan.
“Ingat bahwa kita itu masih impor separuh dari kebutuhan kita, 1,5 juta barel minyak dari luar. Masih impor. Artinya apa? Kalau harga di luar naik, kita juga harus membayar lebih banyak. Supaya kita semua ngerti masalah ini," kata Jokowi.
Jokowi menambahkan, “Yang pertama tadi masalah minyak dan gas. Gas juga sama. Internasional sudah naik 5 kali, naiknya 5 kali padahal gas kita juga impor gede banget.”
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz