tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuturkan pemerintah tetap akan mempertahankan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berada di bawah 3 persen pada 2023. Hal itu disampaikan Jokowi dalam acara United Overseas Bank (UOB) Economic Outlook 2023 di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022).
"Banyak yang menyarankan 'Presiden Jokowi, untuk tumbuhkan ekonomi kita minta saja ke DPR agar fiskal kita bisa diberi lebih (ruang defisit) dari 3 persen lagi seperti krisis'. Saya diskusi dengan Bu Menkeu, beliau kasih alasan banyak, jadi ya tetap di bawah 3 persen saja, yang penting APBN kita harus sehat, ini kunci," kata Jokowi dikutip dari Antara, Kamis (29/9/2022).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan COVID-19, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diizinkan melebihi 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) selama tiga tahun atau berakhir pada 2022. Jokowi menjelaskan saat ini semua negara sedang konsentrasi menguatkan diri dari inflasi.
"Sekarang semua negara sedang berkonsentrasi menguatkan dari namanya inflasi. Ini jadi momok semua negara, takut sama barang yang namanya inflasi, ini ketakutan luar biasa," bebernya.
Lebih lanjut, Jokowi menjelaskan inflasi Indonesia Indonesia (year on year) berada pada posisi 4,6 persen, lebih rendah dibanding negara lain. Hal itu karena Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama Bank Indonesia berjalan bersama-sama.
"Kenapa bisa kita jaga seperti ini? Karena menurut saya, antara otoritas pemegang fiskal APBN, yaitu Bu Menteri Keuangan dengan bank sentral yaitu Bank Indonesia berjalannya beriringan, rukun, sinkron," bebernya.
Sementara itu, Jokowi menjelaskan penerimaan negara tembus 20,9 miliar dollar AS ketika menghentikan ekspor bahan mentah nikel. Angka ini jauh lebih tinggi daripada saat menjual nikel mentah yang hanya tembus angka 1,1 billion dollar AS.
Tidak hanya itu, Jokowi juga membeberkan capaian yang didapat seperti total realisasi pendapatan negara dari Januari hingga September akhir 2022 mencapai Rp1.764 triliun atau tumbuh 49 persen.
Pendapatan tersebut terdiri atas penerimaan pajak yang mencapai Rp1.171 triliun atau tumbuh 58 persen. Kemudian ada pertumbuhan bea cukai Rp206 triliun. Lalu penerimaan negara bukan pajak itu 386 triliun atau tumbuh 38,9 persen.
Selain itu, angka indeks kepercayaan konsumen juga pada angka 124,7 atau naik dari Juli yang hanya 123. Kemudian, angka kredit pun tumbuh 10,7 persen. Angka PMI Indonesia berada di angka 51,7 atau lebih tinggi daripada global.
"Coba dicari negara g20 yang tumbuh di atas 5, kita ini tertinggi loh di G20," pungkasnya.
Editor: Intan Umbari Prihatin