Menuju konten utama

Jokowi Minta Biaya Produksi Gas Bumi Dievaluasi

Joko Widodo meminta jajarannya untuk mengevaluasi biaya produksi gas bumi agar harga jual ke industri menjadi kompetitif.

Jokowi Minta Biaya Produksi Gas Bumi Dievaluasi
Foto udara Central Gathering Station (CGS) 10 di Lapangan Duri, yang merupakan salah satu lapangan injeksi uap terbesar di dunia di Blok Rokan, Riau, Jumat (19/8/2022). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wsj.

tirto.id - Presiden Joko Widodo meminta jajarannya untuk mengevaluasi biaya produksi gas bumi agar harga jual ke industri menjadi kompetitif dibandingkan dengan negara-negara di kawasan ASEAN.

"Kita diminta mengevaluasi kembali, nanti ada tim antar kementerian untuk mengevaluasi biaya-biaya yang dikeluarkan untuk bisa memproduksikan gas tersebut sehingga kita bisa memastikan bahwa gas tersebut bisa betul betul, sesuai dengan biaya yang dikeluarkannya. Kita ingin menjadi negara yang kompetitif terutama di negara kawasan ASEAN," Kata Menteri ESDM Arifin Tasrif usai rapat terbatas dengan Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Senin (31/7/2023).

Ia menjelaskan evaluasi biaya produksi gas diperlukan agar struktur ekonomi Indonesia di sektor minyak dan gas lebih kompetitif dibandingkan negara lain. Terlebih, produksi minyak dan gas bumi Indonesia juga di ekspor ke luar negeri.

Arifin juga mengaku, pemerintah membahas strategi besar untuk pengelolaan gas bumi. Strategi utama pemerintah, kata Arifin adalah mendorong suplai untuk kepentingan dalam negeri.

"Tentu saja kita harus memprioritaskan suplai gas yang kita produksi itu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu, juga memastikan bahwa operasionalnya itu efisien, sehingga kita bisa mendapatkan gas yang kompetitif untuk bisa mendukung berkembangnya industri dalam negeri," Kata Arifin.

Lebih lanjut, kata Arifin, opsi yang dilakukan pemerintah adalah eksplorasi dan eksploitasi potensi gas yang ada untuk kebutuhan industri. Namun pemerintah tidak mengambil opsi larangan ekspor gas.

Arifin mengatakan, pasokan gas dalam negeri cukup. Dalam catatan Arifin, 67 persen produksi gas Indonesia digunakan untuk dalam negeri dan sisanya dijual komersil dalam bentuk gas pipa maupun LNG. Oleh karena itu, belum ada rencana larangan ekspor gas.

"Nggak ada (larangan ekspor gas). Jadi memang kalau kita memang produksinya banyak, di dalam negeri itu belum mampu menyerap ini harus kita manfaatkan sebagai pendapatan untuk pemerintah," Kata Arifin.

Baca juga artikel terkait GAS BUMI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Bisnis
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Reja Hidayat