tirto.id - Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno didukung kelompok-kelompok keagamaan (khususnya Islam) untuk memenangi pemilihan presiden 2019. Prabowo-Sandiaga didukung GNPF Ulama, alumni 212, dan Muhammadiyah. Hal ini bisa terlihat dari tokoh-tokoh kelompok tersebut yang masuk dalam tim sukses, termasuk Ketua PA 212 Slamet Maarif, Ketua Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, dan Ketua GNPF Ulama Yusuf Martak.
Kubu Prabowo-Sandiaga juga disokong PKS dan PAN. PKS, seperti yang ditulis Burhanudin Muhtadi dalam bukunya Dilema PKS: Suara dan Syariah, erat dengan muslim perkotaan dan tumbuh dari gerakan tarbiyah di kampus. Sementara PAN merupakan partai yang berafiliasi dengan Muhammadiyah.
Sementara itu, Nahdlatul Ulama (NU) ormas Islam terbesar di Indonesia, lebih dekat dengan kubu petahana, Ma'ruf Amin adalah seorang NU tulen. Ia saat dipilih sebagai cawapres menjabat sebagai Rais Aam PBNU. Selain itu, sejumlah elite PBNU juga menyatakan dukungan. Terakhir, Rabu (26/9/2018) kemarin, Jokowi-Ma'ruf mendapat dukungan dari keluarga Gus Dur—yang identik dan bahkan kerap jadi representasi NU.
Gus Dur adalah cucu dari Hasjim Asy'ari, pendiri NU.
Merebut Suara Umat
Berdasarkan peta tersebut, Direktur Eksekutif Alvara Research Centre Hasanudin Ali menilai Pilpres 2019 bakal membuka kembali pertarungan politik klasik antara kalangan muslim perkotaan dan muslim tradisional/pedesaan.
Muslim kota di kubu Prabowo-Sandiaga, dan muslim tradisional di kubu Jokowi-Ma'ruf.
Dia merujuk pada survei yang pernah mereka lakukan pada 10 September hingga 5 Oktober 2017.
"Umat Islam yang berafiliasi dengan NU itu sekitar 59,7 persen dan mayoritas kalangan tradisional. Sementara yang di luar itu, umat Islam yang berafiliasi dengan Muhammadiyah misalnya, itu 10-11 persen dan di perkotaan," kata Hasanudin kepada Tirto, Kamis (27/9/2018).
Jika merujuk pada pemetaan itu, kubu Jokowi-Ma'ruf sebenarnya lebih diuntungkan lantaran umat Islam yang berafiliasi dengan NU lebih banyak, meskipun tak menjamin mereka menang. Menurutnya, hal ini karena masih banyak tokoh-tokoh Islam lokal yang belum terafiliasi dengan NU atau menyatakan dukungan kepada petahana. Dan ini adalah peluang bagi kubu oposisi.
"Masih ada celah bagi Prabowo-Sandiaga membuka komunikasi dengan tokoh-tokoh lokal yang belum berafiliasi dengan Jokowi-Ma'ruf. Lalu, tetap optimalisasi suara pemilih yang tidak berafiliasi dengan ormas," kata Hasanudin.
Selain itu, menurut Hasanudin, kubu Prabowo-Sandiaga juga bisa mendekati masyarakat muslim di Sumatera yang selama ini tak begitu berafiliasi dengan NU.
"Di sana pemilihnya 20 persen [dari total pemilih]. Maka, itu bisa memberi peluang," ujar Hasanudin.
Di sisi lain, kubu petahana juga masih bisa memperkuat atau bahkan mencuri suara dari muslim perkotaan. Suara Prabowo-Sandi yang berada di area GNPF memang kuat, tapi hanya di beberapa kota saja semisal Jabodetabek.
Kelompok yang bisa ditarik adalah golongan pemilih rasional—yang memilih berdasarkan, misalnya, program yang ditawarkan.
"Kekuatan kelompok Islam yang ada di GNPF hanya kuat di beberapa kota. Tapi di kota lain ada banyak kelompok muslim yang lebih rasional," kata Hasanudin.
Saling Rebut Basis
Masing-masing tim memang bakal berupaya untuk meraup suara sebanyak-banyaknya. Dan itu juga termasuk merebut basis massa kelompok lawan.
Sekjen PKB sekaligus Jubir Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Abdul Kadir Karding adalah salah satu yang mengakui itu. Ia menyatakan dukungan Yenny dan Barikade Gus Dur, selain memperkuat suara mereka di kelompok pedesaan, juga mungkin jadi pintu masuk merebut suara muslim perkotaan.
"Para kader Gus Dur itu kan banyak sekali di perkotaan," kata Karding kepada Tirto, Kamis (27/9/2018).
Hal senada disampaikan Ketua Barikade Gus Dur, Priyo Sambadha. Menurutnya, dia bersama Yenny dan kader Gus Dur lain bakal fokus menggarap suara seluruh lapisan Muslim, baik di kota atau desa.
"Kami akan menyasar NU milenial dan kiai kampung yang jumlahnya ribuan itu," kata Priyo kepada Tirto.
Bahkan, menurut Priyo, pihaknya juga akan mengupayakan dapat dukungan dari nonmuslim. "Karena kader Gus Dur ini kan lintas agama, etnis dan budaya."
Di kubu sebelahnya, Ketua PA 212 yang juga tim sukses Prabowo-Sandiaga, Slamet Maarif, juga menyatakan tak bakal berhenti menggarap suara umat Islam di perkotaan saja, melainkan juga mendekati kiai-kiai di kampung.
"Pastinya semua basis umat kami perkuat," kata Slamet kepada Tirto. Caranya? "Dengan silaturahmi," lanjutnya.
Wakil Ketua DPP Gerindra, Fadli Zon, mengatakan pihaknya sama sekali tak khawatir dengan soliditas NU. Masih banyak pengikut Gus Dur yang juga fanatik kepada Prabowo, aku alumni Sastra Rusia Fakultas Sastra UI ini. Ia memastikan tak semua kader Gus Dur sepakat dengan Yenny.
"Yang bisa dipercaya itu omongan Gus Dur, bukan Yenny," kata Fadli, di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (27/9/2018).
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Rio Apinino