Menuju konten utama

Jokowi Enggan Komentar soal Sidang Sengketa Pilpres 2024 di MK

Jokowi dituding menyalahgunakan kekuasaan untuk memenangkan Prabowo-Gibran.

Jokowi Enggan Komentar soal Sidang Sengketa Pilpres 2024 di MK
Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kanan) seusai peresmian Inpres Jalan Daerah di Provinsi Jawa Timur bagian selatan di Madiun, Jawa Timur, Jumat (8/3/2024). ANTARA FOTO/Siswowidodo/nym.

tirto.id - Presiden Joko Widodo enggan berkomentar soal sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024.

Terutama, terkait dalil kedua pemohon baik kubu Anies-Muhaimin maupun Ganjar-Mahfud yang menyatakan Jokowi menyalahgunakan kekuasaan atau abuse of power demi memenangkan pasangan Prabowo-Gibran.

"Saya tidak mau berkomentar yang berkaitan dengan MK," ujar Jokowi singkat usai menghadiri acara Hikmahabudi di Jakarta, Kamis (28/3/2024).

Dalam permohonan, kedua tim pemenangan baik Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud mendalilkan Presiden Jokowi menyalahgunakan kekuasaan untuk memenangkan Prabowo-Gibran.

Anggota tim hukum Timnas AMIN, Ari Yusuf Amir, menyatakan Presiden Jokowi terlibat dalam pelaksanaan pemilu sehingga berlangsung tidak netral.

"Presiden Joko Widodo terlibat pengondisian pemilu sehingga mengakibatkan pemilu 2024 berlangsung tidak netral, yang merusak jujur dan adil sebagaimana ditentukan pasa 22 E ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945," kata Amir dalam sidang.

Pertama adalah perubahan syarat usia calon presiden dan wakil presiden demi meloloskan Gibran Rakabuming Raka ikut pemilu presiden; penggunaan pejabat negara untuk memanipulasi peraturan perundangan dengan contoh penunjukkan ketua panitia seleksi KPU dan Bawaslu yang merupakan orang Jokowi; dan memanfaatkan pembantunya di kabinet, TNI/Polri dan aparat pemerintah daerah untuk memenangkan Prabowo-Gibran.

Di kubu Ganjar-Mahfud, mereka menilai ada pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif dalam pemilu 2024 karena terjadi upaya abuse of power nepotisme yang dilakukan Jokowi selaku presiden.

"Pelanggaran TSM yang dipermasalahkan dalam permohonan a quo adalah nepotisme yang melahirkan abuse of power, terkoordinasi yang dilakukan oleh presiden Joko Widodo semata-mata demi memastikan agar paslon 2 memenangkan Pilpres 2024 dalam 1 putaran," kata kuasa hukum dalam memaparkan bentuk kecurangan yang dilakukan presiden.

Pertama, jejak nepotisme dilakukan dengan memastikan Gibran bisa maju dalam Pilpres 2024. Mereka memajukan Gibran sebagai Wali Kota Surakarta, pemilihan Anwar usman sebagai Ketua MK hingga mendorong sengketa batas umur lewat mahasiswa untuk menguji Pasal 169 huruf q UU Pemilu.

Setelah itu, Anwar Usman diminta menggolkan penafsiran pasal tersebut demi meloloskan Gibran.

Fase kedua adalah mengatur Pilpres 2024. Mereka menggunakan contoh menantu Jokowi, Bobby Nasution untuk maju Pilwalkot Medan, memastikan Hasyim Asyari sebagai Ketua KPU hingga penentuan sekitar 271 penjabat kepala daerah yang terdiri atas 24 gubernur, 56 walikota dan 191 bupati berdasarkan prosedur pemilihan yang tidak jelas. Kemudian, mereka juga memasukkan variabel Kaesang sebagai Ketua Umum PSI.

Skema ketiga adalah memastikan Prabowo-Gibran menang 1 putaran. Mereka menyiapkan jajak pendapat yang mengungguli paslon 02, mengintimidasi kepala daerah, kepala desan dan masyarakat sipil, serta politisasi bantuan sosial.

Menurut kuasa hukum TPN, hal tersebut telah melanggar asas pelaksanaan pemilu, yakni asas bebas, jujur dan adil. Kemudian nepotisme berdampak luas mulai dari mobilisasi aparat penegak hukum, menteri, pemerintah daerah dan kepala desa. Mereka menilai nepotisme telah mempengaruhi masyarakat untuk memberikan suara kepada pihak yang bukan seharusnya.

Baca juga artikel terkait SIDANG SENGKETA PILPRES 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto