Menuju konten utama

JKN Lebih Efektif Tangani Korban Judi Online daripada Bansos

Alih-alih memberikan bansos kepada keluarga pelaku judol, lebih baik jika pemerintah menanggung biaya terapi kecanduan judol melalui JKN.

JKN Lebih Efektif Tangani Korban Judi Online daripada Bansos
Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Sunarto memperlihatkan barang bukti usai memberikan keterangan pers pengungkapan kasus tindak pidana bisnis judi online di Pekanbaru, Riau, Senin (18/10/2021). ANTARA FOTO/Rony Muharrman/rwa.

tirto.id - Wakil Ketua Divisi Psikiatri Adiksi Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI), Kristina Siste Kurniasanti, menilai alih-alih memberikan bansos kepada keluarga pelaku judi online, akan lebih baik jika pemerintah menanggung biaya terapi kecanduan judi online melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sebab, biaya pengobatan atau terapi adiksi cukup mahal dan tidak di-cover BPJS Kesehatan.

“Bagaimana memberikan bantuan tata laksana secara kesehatan yang bisa membantu mereka yang mengalami kecanduan judi online secara gratis, atau dijamin oleh Jaminan Kesehatan Nasional untuk mencari bantuan,” katanya, dalam Diskusi Daring: Masalah Adiksi Perilaku Judi Online, Jumat (26/7/2024).

Menurut Siste, para pelaku judi online yang telah kecanduan terdiri dari berbagai macam usia dan latar belakang. Dalam catatannya, dari penelitian yang dilakukannya pada masa pandemi Covid-19 kepada 5.810 responden, 68,9 persen di antaranya berusia 18-25 tahun.

“Di klinik edukasi kita (RSCM), rata-rata usianya adalah sekitar 29 tahun dan dari berbagai kalangan ekonomi, karena betting atau taruhan itu kan bisa saja sekitar Rp2.000, jadi memang mengenai semua kalangan,” terangnya.

Menurutnya, terapi pada seseorang yang telah mengalami adiksi judi online harus dilakukan dalam beberapa tahap, yakni psikoterapi kognitif, behavioural terapi, dan pharmakologi atau terapi obat-obatan. Dengan terapi diberikan dalam dua belas kali untuk jangka waktu sekitar tiga bulan, enam bulan terapi obat dan 12 bulan masa pemantauan.

“Karena setelah enam bulan terapi, itu masih tiga puluh persen yang mengalami kekambuhan. Sehingga memang pemantauan itu harus sampai dua belas bulan, bahkan keinginan untuk berjudi pun kalau misalnya ditelusuri dari penelitian [RSCM] itu, tidak akan hilang sampai lima tahun selepas [berhenti] berjudi. Jadi tiga bulan, enam bulan, lalu dua belas bulan,” rinci Siste.

Sebaliknya, jika diberikan bansos barang Rp900 ribu–Rp1 juta, tidak akan berdampak pada penyembuhan perilaku adiktif yang sudah diderita pelaku judi online. Bisa jadi, uang tersebut justru akan memicu pikiran negatif pelaku untuk mengulangi perilaku berjudinya.

“Yang salahnya, karena berjudi ini dan juga perilaku impulsifnya bukan dengan diberikan uang, kan perilakunya masih impulsif, belum diterapi, otaknya masih rusak. Pemerintah baik nih, mau memberikan [bansos] supaya mereka bisa hidup lebih baik, kualitas hidup baik, sehingga bisa membayar hutang. Tapi kognitifnya eror, atau pikirannya yang salah masih ada,” tambah Psikiater Konsultan Adiksi dan Kepala Divisi Psikiatri Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) itu.

Baca juga artikel terkait JUDI ONLINE atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Flash news
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Irfan Teguh Pribadi