Menuju konten utama

Jelang Vonis, Kuasa Hukum Setya Novanto: Semoga Putusan Tak Politis

Pada Selasa (24/4/2018), terdakwa kasus korupsi e-KTP Setya Novanto akan mendenagrkan pembacaan vonis hakim Tipikor atas perkaranya.

Jelang Vonis, Kuasa Hukum Setya Novanto: Semoga Putusan Tak Politis
Terdakwa Kasus Korupsi Pengadaan KTP elektronik Setya Novanto mebaca nota pembelaan pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (13/4/2018). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

tirto.id - Persidangan dugaan korupsi e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto akan memasuki babak final. Mantan Ketua DPR itu akan mendengarkan putusan dugaan keterlibatannya dalam kasus korupsi e-KTP. Tim penasihat hukum dan KPK siap mendengarkan segala keputusan hakim.

Tim penasihat hukum Setya Novanto Maqdir Ismail mengaku, tim kuasa hukum sudah siap mendengarkan putusan hakim.

"Kita siap mendengar aja lah," kata Maqdir saat dihubungi Tirto, Senin (23/4/2018).

Maqdir mengaku belum berpikir langkah tim penasihat hukum bila tuntutan jaksa dipenuhi hakim. Ia pun enggan langsung bersikap bila Novanto dihukum lebih berat dibanding tuntutan jaksa. Namun, ia memastikan tim penasihat hukum akan berdiskusi sebelum menerima putusan hakim atau banding.

"Kita ada waktu untuk diskusi dengan Pak Novanto dan harus diskusi dengan keluarga. Ya kan? Apapun putusan kan ada peluang," kata Maqdir.

Maqdir berharap, putusan yang dikeluarkan majelis hakim yang dipimpin hakim Yanto itu bisa mencerminkan keadilan. Tim berharap, putusan tidak mengandung muatan politis sehingga merugikan Novanto. "Ini politisasi terhadap perkara ini sudah kelamaan. Ya sudah hentikan lah politisasi terhadap perkara ini," ujar Maqdir.

"Saya sih terus terang berharap bahwa siapapun melihat perkara ini dengan jernih gitu loh ya. Artinya mesti ada rasa keadilan dalam melihat perkara ini," tambahnya.

Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun siap mendengar putusan hakim. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang hanya berharap, segala poin dalam tuntutan bisa dipenuhi.

"Tuntutan jaksa tentulah harapan kita dipenuhi, namun putusan hakim harus menjadi pegangan dan dihargai," kata Saut saat dihubungi Tirto, Senin (23/4/2018).

Saut mengaku, ada sejumlah pertimbangan dalam vonis hakim, baik meringankan atau memberatkan. Ia berharap semua pihak menerima putusan dengan mengakui kelemahan dan memperbaikinya di masa depan.

Pada Kamis (28/3/2018), Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Setya Novanto 16 tahun penjara.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Setya Novanto berupa pidana penjara selama 16 tahun," ujar Jaksa KPK abdul Basir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis.

Novanto dinilai terbukti menerima uang hasil korupsi e-KTP sebesar 7,3 juta dolar AS dan jam Richard Mille 011 senilai 135 ribu dolar AS sebagai bagian dari penerimaan e-KTP. Akibat penerimaan tersebut, Novanto terbukti melanggar pasal 3 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 sesuai dakwaan kedua yang dibacakan kepadanya.

Hukuman bagi Novanto pun tidak berhenti. Ia dikenakan denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan penjara. Mantan Ketua DPR itu pun dikenakan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar 7,435 juta dolar AS dikurangi uang pengganti sebesar Rp5 miliar. Apabila tidak dibayar dalam kurun waktu 1 bulan, harta mantan Ketua Umum Partai Golkar langsung dirampas negara. Ia pun terancam dipidana 3 tahun penjara dan harta Novanto saat dilelang tidak mencukupi. Hukuman Novanto pun belum selesai. Novanto dituntut untuk tidak boleh mencabut hak untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun setelah menjalani hukuman.

KPK pun menolak permohonan justice collaborator terhadap terdakwa kasus korupsi e-KTP Setya Novanto. Mereka menilai, Novanto belum memenuhi standar sebagai justice collaborator sesuai UU 13 Tahun 2006 jo UU 31 tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban serta surat edaran mahkamah agung nomor 4 tahun 2011 tentang perlakuan whistleblower dan justice collaborator dalam perkara tindak pidana tertentu.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri