Menuju konten utama

Jejak Gempa di Kalimantan, Calon Pulau Ibukota Baru

Di pulau itu sudah ada gempa beberapa kali yang disebabkan karena aktivitas tektonik.

Jejak Gempa di Kalimantan, Calon Pulau Ibukota Baru
Ilustrasi gempa bumi. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Sejauh ini ada beberapa kandidat pengganti Jakarta sebagai ibukota Indonesia. Ketiganya berada di Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Presiden Joko Widodo menyampaikan ini pada 30 April lalu.

"Bisa di Sumatera, tapi kok nanti yang timur [jaraknya] jauh. Di Sulawesi agak tengah, tapi di barat juga kurang. Di Kalimantan kok di tengah- tengah," kata Jokowi di Banten. "Ada tiga kandidat tapi memang belum diputuskan," imbuhnya.

Jokowi bilang semuanya harus "dicek secara detail." Dari mulai daya dukung lingkungan, hingga potensi bencana yang mungkin muncul.

Terkait potensi bencana, khususnya gempa, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Rahmat Triyono mengatakan di antara tiga pulau itu Kalimantanlah yang paling aman.

Bahkan, katanya kepada reporter Tirto, Sabtu (3/5/2019) lalu, "lebih aman dari pulau-pulau Indonesia yang lain."

Salah satu sebabnya adalah di Kalimantan tak ada gunung berapi aktif yang jadi penyebab gempa vulkanik, seperti banyak daerah lain di Indonesia. Lokasi Kalimantan juga jauh dari zona tumbukan antara Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia.

Zona tumbukan dua lempeng besar ini ada di sebelah barat Pulau Sumatera, selatan Pulau Jawa, hingga selatan Bali dan Nusa Tenggara.

Namun bukan berarti Kalimantan sepenuhnya aman dari gempa. Pada 5 Juni 2015, di Ranau, Sabah, terjadi gempa dengan magnitudo 6. Beberapa bulan sebelumnya, tepatnya pada 25 Februari 2015, gempa juga terjadi dengan magnitudo 5,7. Pusat gempa berjarak 413 kilometer timur laut Tarakan.

Pada 12 Juli 2018, gempa kembali terjadi, kali ini di Katingan, Kalteng. Guncangan juga dirasakan di Kasongan. Ini jadi gempa pertama di Kalteng yang pusatnya ada di 70 kilometer barat laut Palangkaraya.

Semua gempa ini berjenis tektonik, atau dihasilkan dari pergerakan lempengan bumi. Ini adalah patahan-patahan lokal yang, menurut Kepala Stasiun Geofisika Klas III Balikpapan Mudjianto, membuat Kalimantan memang memiliki "tingkat aktivitas seismik yang relatif rendah dibandingkan wilayah lain di Indonesia."

Dia bilang gempa di Kalimantan didominasi aktivitas sesar dengan kedalaman gempa kurang dari 30 kilometer.

Maka, jika Kalimantan benar-benar dipilih sebagai lokasi ibukota, mitigasi gempa pun tetap harus dipikirkan.

Perlu Persiapan Matang

Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menegaskan kalau ibukota baru harus "benar-benar minim dari segala risiko bencana." Dia juga bilang di tempat baru itu "harus tersedia sumber daya air yang cukup dan bebas pencemaran lingkungan."

Jadi, selain gempa, banyak lagi faktor yang akan dihitung untuk menentukan lokasi ibukota baru. Dengan begitu meski Kalimantan misalnya paling aman dari gempa, bukan berarti pulau itu juga paling baik di kriteria lain.

Karena itulah Guru Besar Manajemen Konstruksi UPH, Manlian Ronald A Simanjuntak, mengatakan meski patut didukung karena beban Jakarta sebagai pusat pemerintahan sekaligus pusat bisnis sudah terlalu berat, namun keputusan di mana lokasi ibukota baru harus dipikirkan masak-masak. Semua tak boleh buru-buru, katanya.

"Yang terpenting, seharusnya area ibukota yang baru sudah direncanakan lebih dulu, dipersiapkan lebih dulu," kata Manlian Sabtu (4/5/2019) kemarin.

Berkaca pada negara lain yang pernah melakukan hal yang sama, persiapan pemindahan ibukota memang bisa berlangsung bertahun-tahun.

"Kalau Asia, kita belajar dari Putrajaya," jelas Manlian. "Perlu 20 tahun lebih untuk pemindahan ibukota," tambahnya.

Baca juga artikel terkait PEMINDAHAN IBU KOTA atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Rio Apinino